Kamis, 26 Juni 2014

Bentuk-Bentuk Mukjizat Pada Posisi Duduk Untuk Sujud

Bentuk-Bentuk Mukjizat Pada Posisi Duduk Untuk Sujud

Terdapat hadits-hadits yang menjelaskan cara duduk pelaksana shalat ketika ia ingin sujud, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya meski terjadi perbedaan sedikit antara kekuatan dan kelemahan isi hadits. Akan tetapi, semua isinya menunjukkan bahwa ajaran Rasulullah saw, memerintahkan umatnya untuk berbeda dengan gerakan yang dilakukan binatang. Karena itu, seorang laki-laki ketika ia sujud jangan sampai sujudnya itu menyerupai telungkupnya unta. Artinya, ketika pelaksana shalat bergerak untuk sujud, hendaknya ia menempelkan dulu lututnya ke tanah baru kemudian disusul dengan tangannya. Gerakan ini sesuai dengan isi hadits Wail bin Hajar dan hadits Anas bin Malik.
Ayat-ayat Al-Quran juga banyak yang menjelaskan bahwa orang-orang mukmin itu akan cepat bersujud, seperti firman Allah SWT yang artinya; “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri..” (as-Sajdah: 15)
Dalam ayat lainnya,
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Maryam: 58)
Firman lainnya lagi,
“Katakanlah, ‘Berimantlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.” (al-Israa’: 107)
Adapun menurut analisis ilmu antomi tubuh, jika seorang manusia bergerak untuk bersujud dengan bertumpu pada kedua lututnya dan bukan tangannya maka berarti ia telah menjaga kelurusan punggung pada saat jongkok untuk sujud. Dengan begitu, tulang belakang akan tetap berada di tempatnya yang normal dan hanya mengalami kecekungan alami (sedikit) saja. Sedangkan jika seseorang itu bergerak untuk bersujud dengan bertumpu pada dua tangannya dulu sebelum menempelkan kedua lututnya di tanah maka posisi ini dapat membahayakan tubuhnya, karena badannya akan terlipat ke depan menghadap tanah karena lebih dulu menempelkan dua tangannya ke tanah. Lipatan badan yang seperti  ini akan membuat tulang belakang menjadi cekung ke belakang pada saat ia bergerak untuk sujud meskipun waktu jongkok itu relative sebentar, hanya saja lengkungan tulang punggung kea rah belakang dapat menyebabkan terjadinya tekanan pada sisi dalam persendian yang ada di antara tulang. Tekanan ini muncul akibat menahan berat badan yang ada, sedangkan punggung dalam keadaan cekung ke belakang. Bila tekanan ini terjadi secara terus-menerus pada tubuh seseorang maka dapat menyebabkan retaknya persendian tulang, sehingga cairan darah putih yang mengelilingi tulang sumsum akan keluar dari rongga tulang belakang. Keadaan ini disebut sebagai kegagalan tulang rawan. Sangat tidak rasional bila Allah memerintahkan hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang membayakan diri mereka sendiri. Akan tetapi, sudah tentu perintah-perintah Allah SWT itu selalu mengandung manfaat yang sangat banyak. Karena itulah, bergerak untuk sujud (jongkok) dengan bertumpu pada dua lutut terlebih dahulu dapat menjaga kelurusan punggung, lalu diikuti pula dengan kelurusan tulang belakang, disamping dapat menjaga tulang belakang agar tetap condong dengan kecondongan alami saja. Kondisi ini dapat menyeimbangkan tekanan yang muncul, lalu disebarkan ke seluruh persendian tulang sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan tulang rawan.
Adapun sebelum dilakukan gerakan untuk sujud usai melakukan ruku, terjadi beberapa proses alami tubuh terlebih dahulu, yaitu dimana sebelumnya (pada waktu ruku) system otot bagian belakang kaki dalam keadaan ekstensi penuh sehingga semua urat dan sel yang ada di daerah itu dipenuhi dengan aliran darah. Lantas tubuh digerakkan untuk berdiri usai ruku dan sebelum digerakkan untuk sujud dapat menyebabkan tertariknya otot-otot kedua kaki sehingga terjadi perubahan aliran darah yang memaksa sujud, akan semakin membantu kelancaran peredaran darah pada urat-urat system otot yang ada di kedua kaki. Akhirnya, keadaan ini dapat mencegah terjadinya pembengkakan pada kedua betis, dimana penyakit ini terjadi akibat buruknya peredaran darah yang ada di sekitar betis serta lemahnya beberapa katup urat yang ada di daerah betis. Kemudian, posisi jongkok ketika ingin sujud dengan bertumpu pada dua lutut terlebih dahulu baru disusul dengan dua tangan dapat memaksa seorang pelaksana shalat untuk bertumpu pada tulang depan jemari kaki, yaitu sesaat sebelum menempelnya lutut dengan tanah. Gerakan ini dapat berfungsi mendorong ruas jemari (gundukan depan telapak kaki) untuk lebih ke belakang sehingga menambah cekungan telapak kaki yang bertugas menjaga ketersambungan urat, sel-sel, dan syaraf dengan jemari kaki di bawah perlindungan cekungan telapak kaki ini. Tidak itu saja, posisi jongkok sebelum sujud selain menambah kecekungan telapak kaki, ia juga semakin menguatkan ligamentum (pesendian tulang) dan system otot yang menjaga kecekungan telapak kaki agar tidak jatuh sehingga tidak menyebabkan telapak kaki rata (flat foot). Sungguh sudah menjadi bukti kekuasaan Sang Maha Pencipta, Allah SWT, dimana Dia telah menjadikan panjang jemari kaki itu bertingkat-tingkat. Perbedaan panjang jemari kaki ini sama dengan lebarnya cekungan telapak kaki dari sisi dalam . bila kita ukur dengan seksama dari lebar, tinggi, dan panjang maksimal cekungan dalam kaki dari permukaan tanah itu sama dengan ukuran jemari kaki. Dari sisi lebar misalnya, cekungan telapak kaki itu sama lebarnya dengan jemari kaki bila diurut mulai dari jari kaki yang paling besar dan kuat (jempol kaki) hingga jari yang terkecil yang berada sejajar dengan sisi luar kaki. Lebar cekungan telapak kaki itu sendiri berakhir dengan sisi luar kaki yang menempel langsung dengan tanah. Dari sisi perbedaan panjang dan kekuatan jemari kaki akan sama pula dengan sisi dalam cekungan telapak kaki. Dengan begitu, pada saat seorang pelaksana shalat itu berjongkok untuk sujud dan bertumpu dengan sisi dalam jemari kaki sebelum ia menempelkan kedua lututnya ke tanah untuk sujud, berarti ia telah mendorong ruas depan jemari kaki (gundukan depan telapak kaki) untuk lebih mengarah ke belakang dan penekanan ini seimbang dengan perbedaan panjang jemari kaki.
Karena, jemari kaki yang paling besar (jempol kaki) akan mendapatkan tekanan yang lebih besar dibandingkan jari lainnya. Dengan begitu, dorongan ke belakang terhadap ruas jari paling besar ini akan sesuai dengan penambahan kedalaman cekungan dalam telapak kaki, dimana jarak cekungan terdalam telapak kaki ini juga hanya selebar jari terbesar. Tekanan terhadap tiga jari berikutnya juga akan berbeda dengan tekanan terhadap jari terkecil (kelingking). Tekanan terhadap tiga jari tengah juga sesuai dengan penurunan kedalaman telapak kaki yang bertahap menuju sisi luar. Adapun jari kelingking, ketika jemari kaki lainnya mendapatkan tekanan yang cukup besar meski intensitasnya agak berbeda pada waktu seorang pelaksana shalat itu berjongkok, sedangkan jari kelingking karena ia sendiri hamper tidak menapak dengan tanah sehingga relative tidak terjadi dorongan terhadap ruas jari kelingking. Keadaan ini juga sesuai dengan apa yang dialami cekungan telapak kaki, dimana telapak kaki tidak lagi mengalami kecekungan dalam posisi sejajar dengan kelingking. Dari sini dapat terlihat hikmah di balik berbedanya panjang jemari kaki, di samping juga hikmah di balik tekanan terhadap jemari kaki pada saat berjongkok untuk sujud. Semua tekanan yang dialami jemari kaki hanyalah sebagai upaya untuk menguatkan ligamentum dan system otot sehingga tetap dapat menjaga cekungan telapak kaki. Di tambah lagi, upaya penambahan cekungan telapak kaki adalah salah satu cara untuk mencegah dari terjadinya flat foot sebagai akibat dari penekanan yang dialami telapak kaki pada saat seseorang berjalan atau berdiri terlalu lama dengan membawa beban berat. Berikutnya, system otot kaki adalah system otot terbesar yang ada dalam tubuh, khususnya otot segi empat yang ada di pangkal paha depan. Karena itulah, system otot ini sangat membutuhkan latihan dan daya tahan yang relative lebih besar dibandingkan system otot  lainnya.  Posisi jongkok sebelum sujud dengan bertumpu pada kedua lutut terlebih dahulu sebelum tangan dapat membuat system otot kedua kaki lebih banyak bekerja dengan kemampuan yang dimilikinya sebagai upaya menyeimbangkan bobot berat tubuh dimulai dari seorang pelaksana shalat itu berjongkok sampai ia menempelkan lututnya di atas tanah ketika sujud. Kerja keras system otot kedua kaki dalam menyeimbangkan bobot berat tubuh dapat berfungsi sebagai pengembang kekuatan system otot kedua kaki itu sendiri. Kekuatan ini lebih dikenal dengan kemampuan otot dalam melakukan pekerjaan yang berbeda-beda (tanpa mengenal lelah). Dalam posisi jongkok, system otot tubuh seseorang harus mencurahkan tenaga ekstra keras untuk menyeimbangkan bobot tubuhnya meskipun waktu berjongkok itu relative sangat sebentar. Hanya saja posisi jongkok ini terjadi pada setiap rakaat shalat, sehingga posisi tersebut sama saja melatih meningkatkan kekuatan system otot kedua kaki.
Meskipun setiap orang mempunyai system otot kedua kaki yang mampu memikul dan menyeimbangkan bobot tubuhnya masing-masing, namun mereka juga harus melakukan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi fisiknya masing-masing. Karena inilah, gerakan shalat berusaha menjaga perbedaan kemampuan fisik masing-masing orang, baik pada saat mereka telah menjadi tua maupun sedang sakit. Berkenaan dengan hal ini, ada ajaran Rasulullah saw yang dapat kita ikuti, seperti yang diriwayatkan oleh Ummu Qais binti Muhshan, “Pada saat Rasulullah saw, sudah menginjak masa uzur dan kondisi tubuh beliau juga semakin lemah, maka ketika Rasulullah akan melakukan shalat, beliau mengambaih sebuah tongkat dan bertumpu dengan tongkatnya itu (pada saat berdiri untuk shalat).” Bisa diambil kesimpulan bahwa Rasulullah saw telah memberikan keringanan kepada umatnya untuk bertumpu pada sebuah tongkat pada waktu mereka sedang melakukan shalat, jika kondisi tubuh mereka tidak memungkinkan untuk berdiri secara mandiri, baik karena lemah maupun sakit. Dari sini juga kita dapat melihat adanya hikmah lain, yaitu gerakan shalat sangat memperhatikan kondisi fisik masing-masing pelaksana shalat.
Firman Allah SWT yang artinya; “Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.” (as-Sajdah: 15)
Dengan begitu,cepatnya gerakan sujud, sebagaimana yang telah digambarkan oleh ayat diatas, akan menambah kuantitas aliran darah menuju kepala sebagai reaksi alami dari gerakan dinamis yang dilakukan oleh pelaksana shalat. Karena, aliran darah pada saat berdiri stelah melakukan ruku akan tertarik ke jantung dan segera dialirkan lagi menuju kepala, sedangkan posisi jongkok sebelum sujud akan membantu memudahkan peredaran darah sampai batas maksimal, mengingat posisi tubuh yang sangat mendukung kelancaran peredaran darah tersebut menuju daerah kepala.
Semakin bertambahnya aliran darah menuju otak berarti semakin menambah pula kadar oksigen yang diterima oleh otak sebagai akibat dari bertambahnya jumlah hemoglobin darah yang ada. Penambahan ini berarti semakin meningkatkan proses pengangkutan zat-zat kimia sisa metabolism yang diangkut oleh darah yang telah mengalir ke daerah kepala dan akan kembali lagi menuju jantung. Kondisi inilah yang nantinya dapat menyembuhkan sakit kepala  yang muncul akibat bertumpuknya sisa-sisa metabolism dalam otak dan sakit kepala akibat kekurangan kadar oksigen dalam otak, dan akhirnya dapat memberikan penyegaran untuk otak.
Adapun bagi seseorang yang menderita tekanan darah rendah, penderita anemia, kekurangan darah, ataupun mengalami lemah fisik yang diikuti dengan melemahnya tekanan darah maka tersendatnya aliran darah menuju otak hanya akan menambah buruk kondisi tubuhnya. Dengan kata lain, kurangnya suplai darah ke daerah kepala akibat penyakit-penyakit diatas dapat menyebabkan munculnya sakit kepala akut akibat kekurangan oksigen dan bertumpuknya zat-zat metabolism di otak. Disamping itu, kekurangan suplai darah ke daerah kepala dapat menyebabkan terjadinya penurunan stamina tubuh secara umum.
Adapun hadits yang diriwayatkan dari Anas, “Ketika Rasulullah saw, ingin sujud, beliau mengucapkan takbir terlebih dahulu lalu mendahulukan (menempel ke tanah) kedua lutut beliau sebelum dua tangannya.”
Hadits lain dari Abu Hurairah, Rasulullah saw pernah bersabda, yang artinya;
“Adanya imam (shalat) itu untuk diikuti maka jika dia (imam) mengucapkan takbir maka ucapkanlah takbir juga dan jika dia membaca (ayat Al-Qur’an) maka dengarkanlah.”
Ringkasnya, posisi jongkok untuk sujud dapat meningkatkan dua elemen olahraga; yaitu kekuatan dan kecepatan system otot. Di samping, posisi jongkok juga dapat menyembuhkan sakit kepala akibat kekurangan kadar oksigen di otak, dapat memperbaiki kemampuan penglihatan, dan dapat pula meningkatkan stamina tubuh dan otak. Berikutnya, hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw, telah melarang seseorang untuk duduk pada waktu shalat sedangkan ia tengah bertopang dengan tangannya.” (HR. Ahmad)
Adapun dalam riwayat Abu Dawud, “Rasulullah saw, telah melarang seseorang untuk shalat dengan bertumpu pada tangannya.” Terdapat juga hadits yang diriwayatkan dari Ummu Qais binti Muhshan, “Ketika Nabi saw, telah berumur dan lemah, beliau mengambil sebuah tiang (tongkat) di tempat shalatnya untuk di jadikan sandaran olehnya.”
Hadits pertama di atas menunjukkan makruhnya bersandar di atas kedua tangan pada waktu seorang pelaksana shalat sedang duduk, bangun, ataupun melakukan gerakan-gerakan lainnya ketika ia sedang shalat. Jika bersandar pada kedua tangan sendiri saja makruh, apalagi bila bersandar pada tongkat dan tembok. Sedangkan hadits Ummu Qais menunjukkan bolehnya seorang pelaksana shalat untuk bersandar dengan tiang, tongkat atau hal yang semisalnya dengan catatan, seorang pelaksana shalat memiliki uzur (kondisi tertentu), seperti kegemukan, lanjut usia, lemah fisik, dan sakit.

Sekelompok ulama menyebutkan, siapa saja yang pada saat berdiri ataupun duduk ketika melakukan shalat butuh untuk bersandar dengan tongkat, penopang, tembok , ataupun bersandar pada tubuh seseorang yang berada di sampingnya maka ia boleh melakukannya. Bahkan, imam Syafi’i berpendapat bahwa orang yang dalam kondisi tersebut ia tidak wajib berdiri dan boleh saja duduk (ketika melakukan shalat). Adapun dua hadits tersebut bisa dijadikan dalil tentang perintah untuk bertumpu pada dua kaki ketika seorang pelaksana shalat berjongkok untuk sujud dan pada waktu ia bangun dari sujud, dimana posisi tersebut memiliki keuntungan tersendiri bagi tubuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar