Meratakan Shaf (Barisan Shalat)
Terdapat Aatsar (perilaku para sahabat) yang
berkaitan dengan pelurusan barisan shalat, yaitu dari Umar ibnul Khaththab r.a,
Beliau selalu memerintahkan jamaahnya untuk melurusakan barisan dulu sebelum ia
memulai shalat. Ketika barisan shalat telah lurus semuanya maka Umar segera
diberi tahu dan ia pun segera bertakbir (memulai shalat).
Astsar
tersebut menjelaskan betapa besar perhatian Umar r.a, terhadap lurusnya barisan
shalat hingga ia tidak akan mau memulai shalat sebelum barisan jamaah telah
lurus semuanya. Bahkan, ada cerita yang menyebutkan bahwa Umar sempat membawa
tongkat untuk memeriksa barisan shalat jamaahnya lalu meratakan barisan itu
dengan tongkat yang dibawanya. Cerita tersebut juga menunjukkkan betapa besar
perhatian Umar terhadap lurusnya barisan shalat (shaf). Sebenarnya, tidak hanya
Umar yang bertindak keras seperti itu, bahkan Utsman bin Affan r.a, juga
melakukan hal yang sama, seperti Aatsar yang diriwayatkan dari Suhail bin Malik
dari ayahnya, ia berkata, “Aku pernah bersama Utsman bin Affan sampai waktu
shalat telah tiba. Pada waktu itu, aku sedang berbicara masalah penting
dengannya dan terus berbicara dengannya, sedang ia sendiri tengah sibuk
meratakan batu kerikil dengan kedua alas kakinya (sandal) sampai ada beberapa
orang yang mendatanginya dan memberi tahu bahwa barisan shalat telah lurus
semuanya, lantas Utsman berkata kepadaku, “Masuklah ke dalam barisan!” Lalu ia
bertakbir (memulai shalat).”
Besarnya perhatian para
sahabat terhadap pelurusan barisan shalat karena ada wasiat Rasulullah saw,
yang berpesan untuk selalu meluruskan barisan shalat, yaitu wasiat yang
diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah saw bersabda, yang artinya; “Luruskanlah
shaf-shaf shalat karena aku melihat kalian dari belakang punggungku.”
Dalam riwayat lainnya dar
Anas juga, “Ketika waktu shalat tiba dan Rasulullah segera datang ke masjid,
lalu beliau berkata, “Luruskan dan rapatkanlah shaf-shaf kalian karena aku
memperhatikan kalian dari balik punggungku.”
Riwayat lainya dari Anas,
Rasulullah saw, pernah bersabda, yang artinya, “Luruskan shaf-shaf kalian karena lurusnya
barisan termasuk syarat diterimanya shalat.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah,
Nabi saw, beliau bersabda, yang artinya; “Adanya imim adalah untuk diikuti maka kalian jangan
berbeda (dalam gerakan shalat). Jika imam ruku maka kalian harus ikut ruku. Jika
ia bangun dari ruku (mengucapkan, sami’a Allahu li man hamidah) maka ucapkanlah
lakal hamdu (segala puji bagi-Mu). Jika imam sujud maka kalian harus sujud,
jika ia bangun dari sujud kalian harus ikut bangun semuanya. Luruskanlah barisan
shalat kalian karena lurusnya barisan shalat menjadikan shalat itu menjadi
lebih baik (lebih diterima).”
Hadits-hadits tadi
menegaskan tentang perintah pelurusan barisan dalam shalat. Dengan begitu,
seorang muslim berdiri sedang ujung jari jemari kakinya berada pada garis lurus
dan tidak boleh ada yang lebih maju ataupun mundur. Terdapat pula beberapa
hadits yang menjelaskan posisi ideal kedua kaki, kedua pundak, arah jemari
kaki, dan jarak di antara dua kaki. Diantaranya adalah hadits-hadits berikut
ini. Diriwayatkan dari Anas, dari Nabi saw, beliau pernah bersabda, yang
artinya, “Luruskanlah
shaf (barisan shalat) karena aku memperhatikan kalian dari belakang punggungku.
Hendaknya setiap orang menempelkan pundaknya dengan pundak teman di sampingnya,
juga kakinya dengan kaki teman disampingnya.”
Diriwayatkan dari Abdullah
bin Umar, Rasulullah saw, pernah bersabda, yang artinya; “Luruskanlah barisan shalat, dekatkan
pundak-pundak kalian, tutup celah, dan jangan sampai kalian memberikan lubang
untuk setan. Siapa yang menyambung barisan maka Allah akan menyambungkannya
(dengan surge) dan siapa yang memutus barisan maka Allah akan memutusnya.”
Dua hadits di atas
menegaskan pentingnya ketersambungan barisan dan jangan sampai terputus. Kemudian,
hendaknya pundak menempel dengan pundak teman di sebelahnya, begitu pula halnya
dengan tumit kaki. Ini artinya, jarak antara dua kaki seseorang hanya sejauh
pundak saja. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir dengan tegas
menjelaskan letak kedua kaki dan kedua pundak. Hadits tersebut sebagai berikut,
diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw, dating
bergabung dengan orang-orang, lalu beliau bersabda, “Luruskanlah barisan kalian (sebanyak tiga
kali). Kalian harus meluruskan barisan kalian atau Allah akan berpaling dari
hati kalian.” Nu’man lanjut
berkata, “Pada saat itu, aku melihat seorang laki-laki menempelkan pundaknya
dengan pundak teman di sampingnya, juga tumitnya dengan tumit temannya.”
Dari hadits Nu’man di atas
bisa dikatakan bahwa mata kaki yang dimaksud dalam hadits tersebut sama seperti
maksud dari kata yang terdapat dalam ayat, “dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,”
(al-Maa’idah: 6) yaitu tulang yang keluar dari kedua sisi kaki pada persendian
antara kaki dan betis. Jadi, dua mata kaki kita yang ditempelkan dengan mata
kaki orang yang berdiri di samping kita.
Seorang muslim ketika
meluruskan barisan shalatnya harus dalam posisi tegak, menghadap kiblat, dan
merenggangkan kedua kakinya, serta tidak boleh merapatkan di antara keduanya. Bula
seorang muslim melakukan semua hal tersebut maka sikapnya itu menunjukkan bahwa
ia paham tentang fiqih, karena Nabi saw, sendiri telah melarang umatnya untuk
merapatkan kedua kaki mereka ketika melakukan shalat ataupun mengangkat salah
satu kaki saja. Adapun arah pangangan mata sangat berkaitan erat dengan posisi
kepala, dimana seorang pelaksana shalat harus menundukkan kepalanya agar ia
lebih khusyu dan menjaga pandangan matanya. Dengan menundukkan kepala,
pandangan seorang pelaksana shalat hanya akan tertuju pada tempat shalatnya
saja dan pandangannya terbatas hanya di sekitar tempat sujud. Kemudian,
pelaksana shalat hendaknya menjaga keadaannya yang seperti itu (menundukkan kepala), tidak boleh menoleh
kea rah lain, juga agar posisi ahaf shalat tetap tersambung. Berkenaan dengan
hal ini, Ibnu Umar pernah berkata, “Tidak adal langkah yang berpahala sangat
besar dari langkahnya orang yang berjalan menuju tempat kosong dalam barisan
shalat lalu ia menutup barisan itu.”
Rasulullah saw, juga
pernah menggambarkan bahaya bila sampa ada shaf shalat yang kosong, yaitu
terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah, Rasulullah saw, pernah
bersabda, yang artinya. “Luruskanlah shaf-shaf kalian, rapatkanlah punda-pundak
kalian! Tetapi jangan sampai berdesak-desakan! Tutuplah tempat yang kosong,
karena setan akan masuk di antara barisan kalian seperti seekor kambing kecil.”
Dalam hadits ini,
Rasulullah saw, mengumpamakan bentuk setan yang masuk di antara barisan
orang-orang yang shalat seperti seekor kambing kecil. Diriwayatkan dari Jabir
bin Samurah, ia berkata, “Suatu saat, Rasulullah saw, menemui kita lalu
bersabda, “Hendaknya
kalian berbaris seperti berbarisnya para malaikat di hadapan Allah.” Lantas kami segera bertanya kepada beliau, “Rasulullah, seperti apa berbarisnya para malaikat itu di
hadapan Allah?” Rasul menjawab, “Mereka berebutan untuk menempati shaf pertama dan sangat
merapatkan barisan mereka.”