Rabu, 25 Juni 2014

Gerakan Bangun Dari Ruku Dan Bentuk-Bentuk Mukjizatnya

Gerakan Bangun Dari Ruku Dan Bentuk-Bentuk Mukjizatnya

Setelah seorang pelaksana shalat melakukan ruku, ia harus segera bangun dari ruku dengan cara seperti  yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, dalam sabda beliau  kepada orang yang suka terburu-buru ketika melakukan shalat, “Berdirilah (dari ruku), sampai kamu betul-betul merasa nyaman (ithmi’naan) dengan berdiri kamu itu!”  Dengan begitu, gerakan bangun dari ruku dan I’tidal harus dilakukan dengan betul-betul nyaman, sebagaimana yang digambarkan oleh Abu Hamid al-
Ghazali tentang bentuk shalatnya Rasulullah saw, “Jika Rasulullah saw, bangun dari ruku maka beliau akan berdiri tegak sampai punggung beliau kembali seperti semula (tegak lurus).”
Siti Aisyah pernah bercerita tentang bentuk shalat Rasulullah saw, “Jika Rasulullah telah mengangkat kepalanya dari ruku maka beliau tidak akan sujud sebelum berdiri dengan tegak terlebih dahulu.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw, pernah bersabda, yang artinya; “Allah tidak akan memandang kepada seorang laki-laki yang tidak meluruskan tulangnya (punggung) antara ruku dan sujud ketika shalat.”
Batas kenyamanan (thuma’ninah) adalah berhenti sejenak setelah semua anggota tubuh kembali ke posisi semula. Para ulama memberikan batas minimal kenyamanan ini sepanjang bacaan tasbih. Diriwayatkan dari Ali bin Syaiban, Rasulullah saw, bersabda, yang artinya; “Tidak dianggap shalatnya seseorang yang tidak meluruskan punggungnya (tidak thuma’ninah) ketika ruku dan sujud.”
Dalil yang menguatkan harus adanya ketenangan sejenak setelah melakukan ruku dan sebelum sujud adalah hadits yang diriwayatkan dari Anas, ia berkata, “Rasulullah saw, jika mengucapkan sami’a Allah li man hamidah, beliau dalam keadaan berdiri tegak (agak lama), sampai kami mengira beliau bingung (apa yang dilakukan berikutnya).”
Dalam riwayat lain, “Sampai kami mengira beliau lupa.”  Artinya, Rasulullah saw, dianggap oleh sahabat sedang bingung atau lupa kalau sada sujud setelah ruku, karena beliau berhenti dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, agar seorang  pelaksana shalat mampu mengangkat badannya ke posisi berdiri lagi, ia harus bisa menarik (fleksi) system otot punggung dan bokong, serta otot belakang kaki lalu diikuti dengan pelemasan (ekstensi) otot dada, perut, dan otot depan kaki. Dimana tiga otot terakhir bertugas menyeimbangkan berat badan dari daya tarik gravitasi bumi. Karena, kekuatan otot sendiri adalah kekuatan yang mampu melawan kekuatan yang lain. Jadi, ada sekumpulan system otot yang bertugas menyeimbangkan berat badan melawan daya tarik gravitasi bumi. Adapun proses mengangkat tubuh setelah selesai melakukan ruku merupakan proses pengembangan unsur kekuatan system otot pada otot bagian belakang kaki, otot bokong, dan otot punggung. Jika kita teliti dengan seksama tentang kadar pengembangan kekuatan system otot yang ada dalam gerakan shalat, maka kita akan menemukan bahwa posisi ruku lebih banyak mengembangkan kekuatan otot punggung dibandingkan otot perut. Begitu juga halnya pada saat bangun dari ruku. Dari sini, muncul pertanyaan dalam benak kita. Mengapa peningkatan unsur kekuatan system otot pada otot bagian depan yang ada di perut dan dada sama besarnya dengan peningkatan unsur kekuatan otot pada otot punggung? Padahal, kedua system otot itu selalu bekerja sama satu sama lainnya? Seseorang sangat mungkin mengalami kebungkukan badan kea rah depan akibat melemah dan ekstensinya system otot punggungnya. Keadaan ini sudah biasa terjadi karena banyaknya aktivitas hidup yang harus dilakukan oleh seorang anak manusia. Kemudian, seseorang juga biasa mengarahkan pandangannya kea rah depan ataupun bawah, sehingga terkadang kepalanya akan miring ke depan secara bertahap dan memaksa berat bagian atas kepala menekan kea rah bawah. Selanjutnya, tubuh manusia akan bungkuk ke depan secara bertahap. Akan tetapi, sangat jarang bila ada orang yang selalu menatap ke atas ataupun ke belakang. Karena itu, kepala tidak mungkin akan bergeser ke belakang kecuali hanya dalam beberapa kasus saja. Dari sini jelas, kemungkinan seseorang mengalami kebungkukan ke depan itu sangat besar, sedang keadaan ini (bungkuk) dapat menyebabkan lemah dan ekstensinya otot punggung. Selanjutnya, kita tentu belum pernah mendengar bila ada orang yang mengalami kebungkukan kea rah belakang. Dengan keadaan seperti ini, tentu saja seseorang itu butuh untuk dapat menguatkan system otot punggungnya agar lebih mampu melawan kebungkukan badan kea rah depan. Lantas, kesempatan untuk meningkatkan kekuatan system otot punggung ini dapat diperoleh dari posisi ruku dan bangun dari ruku. Kedua gerakan shalat ini dapat berfungsi sebagai penambah kekuatan system otot pada otot punggung dan perut, disamping juga dapat berfungsi sebagai pencegah dari terjadinya kebungkukan kea rah depan. Setelah seorang pelaksana shalat berdiri tegak usai melakukan ruku, ia diminta (sunnah) untuk mengangkat kedua sikunya dengan rata telapak tangan, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abudullah bin Umar, “Bahwa jika Rasulullah saw, akan memulai shalat, beliau akan mengangkat kedua tangannya dengan rata telapak tangan. Kemudian, jika beliau mengangkat kepalanya setelah ruku, beliau kembali mengangkat kedua tangannya lalu mengucapkan, sam’a Allah li man hamidah rabbana lakal hamdu.” Tetapi, beliau tidak mengangkat kedua tangannya pada waktu sujud.”
Juga terdapat hadits yang diriwayatkan dari Khalid bin Abdullah dari Abi Qilabah, “Jika Malik bin Huwarits akan mulai melakukan shalat, ia akan mengangkat kedua tangannya. Ketika ia hendak ruku, ia akan mengangkat kedua tangannya juga dan pada saat ia mengangkat kepalanya setelah melakukan ruku, ia kembali mengangkat kedua tangannya. Ia pernah berkata, ‘Bahwa seperti itulah (gerakan shalat) juga yang dilakukan oleh Rasulullah saw.” Adapun cara mengangkat kedua tangan dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Naafi’. “Rasulullah saw, ketika mengucapkan takbir, beliau akan mengangkat kedua tangannya sampai kedua telapak tangannya itu rata atau hampir rata.” Kemudian, cara mengangkat kedua tangan menurut ulama berdasakan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat adalah hendaknya seorang pelaksana shalat mengangkat kedua tangannya sampai rata kedua telapak tangannya, dimana ujung jemari tangannya rata dengan ujung kupng sedangkan kedua ibu jari rata dengan daun telinga. Cara ini sama dengan mengangkat kedua tangan pada saat mengucapkan takbir ketika seseorang akan memulai shalatnya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa gerakan seperti ini mengandung mukjizat, yaitu dapat meningkatkan kemampuan diafragma (sirkulasi paru-paru) dan dapat pula memperbaiki kerja berbagai macam organ tubuh lainnya. Setelah seorang pelaksana shalat mengangkat kedua tangannya ketika berdiri dari ruku, ia harus berdiam sejenak sebelum bersujud. Akan tetapi, gerakan berdiri usai ruku itu bisa terjadi tanpa di dasari niat ketika melakukannya, yaitu bisa jadi karena reaksi kaget terhadap sesuatu hal yang terjadi. Adapun syariat Islam, memiliki hukum khusus bila sampai seorang pelaksana shalat mengangkat badannya tanpa didasari niat ketika melakukannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar