Gerakan Bangun Dari Ruku Dan Bentuk-Bentuk Mukjizatnya
Setelah seorang pelaksana shalat melakukan ruku, ia
harus segera bangun dari ruku dengan cara seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, dalam
sabda beliau kepada orang yang suka
terburu-buru ketika melakukan shalat, “Berdirilah (dari ruku), sampai kamu
betul-betul merasa nyaman (ithmi’naan)
dengan berdiri kamu itu!” Dengan begitu,
gerakan bangun dari ruku dan I’tidal harus dilakukan dengan betul-betul nyaman,
sebagaimana yang digambarkan oleh Abu Hamid al-
Ghazali tentang bentuk shalatnya Rasulullah saw, “Jika Rasulullah saw, bangun dari ruku maka beliau akan berdiri tegak sampai punggung beliau kembali seperti semula (tegak lurus).”
Ghazali tentang bentuk shalatnya Rasulullah saw, “Jika Rasulullah saw, bangun dari ruku maka beliau akan berdiri tegak sampai punggung beliau kembali seperti semula (tegak lurus).”
Siti Aisyah pernah bercerita tentang
bentuk shalat Rasulullah saw, “Jika Rasulullah telah mengangkat kepalanya dari
ruku maka beliau tidak akan sujud sebelum berdiri dengan tegak terlebih
dahulu.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah
saw, pernah bersabda, yang artinya; “Allah
tidak akan memandang kepada seorang laki-laki yang tidak meluruskan tulangnya
(punggung) antara ruku dan sujud ketika shalat.”
Batas kenyamanan (thuma’ninah) adalah
berhenti sejenak setelah semua anggota tubuh kembali ke posisi semula. Para
ulama memberikan batas minimal kenyamanan ini sepanjang bacaan tasbih.
Diriwayatkan dari Ali bin Syaiban, Rasulullah saw, bersabda, yang artinya; “Tidak dianggap shalatnya seseorang yang
tidak meluruskan punggungnya (tidak thuma’ninah) ketika ruku dan sujud.”
Dalil yang menguatkan harus adanya ketenangan
sejenak setelah melakukan ruku dan sebelum sujud adalah hadits yang
diriwayatkan dari Anas, ia berkata, “Rasulullah saw, jika mengucapkan sami’a Allah li man hamidah, beliau
dalam keadaan berdiri tegak (agak lama), sampai kami mengira beliau bingung (apa
yang dilakukan berikutnya).”
Dalam riwayat lain, “Sampai kami mengira
beliau lupa.” Artinya, Rasulullah saw,
dianggap oleh sahabat sedang bingung atau lupa kalau sada sujud setelah ruku,
karena beliau berhenti dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, agar seorang pelaksana shalat mampu mengangkat badannya ke
posisi berdiri lagi, ia harus bisa menarik (fleksi) system otot punggung dan
bokong, serta otot belakang kaki lalu diikuti dengan pelemasan (ekstensi) otot
dada, perut, dan otot depan kaki. Dimana tiga otot terakhir bertugas
menyeimbangkan berat badan dari daya tarik gravitasi bumi. Karena, kekuatan
otot sendiri adalah kekuatan yang mampu melawan kekuatan yang lain. Jadi, ada
sekumpulan system otot yang bertugas menyeimbangkan berat badan melawan daya
tarik gravitasi bumi. Adapun proses mengangkat tubuh setelah selesai melakukan
ruku merupakan proses pengembangan unsur kekuatan system otot pada otot bagian
belakang kaki, otot bokong, dan otot punggung. Jika kita teliti dengan seksama
tentang kadar pengembangan kekuatan system otot yang ada dalam gerakan shalat,
maka kita akan menemukan bahwa posisi ruku lebih banyak mengembangkan kekuatan
otot punggung dibandingkan otot perut. Begitu juga halnya pada saat bangun dari
ruku. Dari sini, muncul pertanyaan dalam benak kita. Mengapa peningkatan unsur
kekuatan system otot pada otot bagian depan yang ada di perut dan dada sama
besarnya dengan peningkatan unsur kekuatan otot pada otot punggung? Padahal,
kedua system otot itu selalu bekerja sama satu sama lainnya? Seseorang sangat
mungkin mengalami kebungkukan badan kea rah depan akibat melemah dan
ekstensinya system otot punggungnya. Keadaan ini sudah biasa terjadi karena
banyaknya aktivitas hidup yang harus dilakukan oleh seorang anak manusia. Kemudian,
seseorang juga biasa mengarahkan pandangannya kea rah depan ataupun bawah,
sehingga terkadang kepalanya akan miring ke depan secara bertahap dan memaksa
berat bagian atas kepala menekan kea rah bawah. Selanjutnya, tubuh manusia akan
bungkuk ke depan secara bertahap. Akan tetapi, sangat jarang bila ada orang
yang selalu menatap ke atas ataupun ke belakang. Karena itu, kepala tidak
mungkin akan bergeser ke belakang kecuali hanya dalam beberapa kasus saja. Dari
sini jelas, kemungkinan seseorang mengalami kebungkukan ke depan itu sangat
besar, sedang keadaan ini (bungkuk) dapat menyebabkan lemah dan ekstensinya
otot punggung. Selanjutnya, kita tentu belum pernah mendengar bila ada orang
yang mengalami kebungkukan kea rah belakang. Dengan keadaan seperti ini, tentu
saja seseorang itu butuh untuk dapat menguatkan system otot punggungnya agar
lebih mampu melawan kebungkukan badan kea rah depan. Lantas, kesempatan untuk
meningkatkan kekuatan system otot punggung ini dapat diperoleh dari posisi ruku
dan bangun dari ruku. Kedua gerakan shalat ini dapat berfungsi sebagai penambah
kekuatan system otot pada otot punggung dan perut, disamping juga dapat
berfungsi sebagai pencegah dari terjadinya kebungkukan kea rah depan. Setelah seorang
pelaksana shalat berdiri tegak usai melakukan ruku, ia diminta (sunnah) untuk
mengangkat kedua sikunya dengan rata telapak tangan, sebagaimana yang terdapat
dalam hadits Abudullah bin Umar, “Bahwa jika Rasulullah saw, akan memulai
shalat, beliau akan mengangkat kedua tangannya dengan rata telapak tangan. Kemudian,
jika beliau mengangkat kepalanya setelah ruku, beliau kembali mengangkat kedua
tangannya lalu mengucapkan, sam’a Allah
li man hamidah rabbana lakal hamdu.” Tetapi, beliau tidak mengangkat kedua
tangannya pada waktu sujud.”
Juga terdapat hadits yang diriwayatkan
dari Khalid bin Abdullah dari Abi Qilabah, “Jika Malik bin Huwarits akan mulai
melakukan shalat, ia akan mengangkat kedua tangannya. Ketika ia hendak ruku, ia
akan mengangkat kedua tangannya juga dan pada saat ia mengangkat kepalanya
setelah melakukan ruku, ia kembali mengangkat kedua tangannya. Ia pernah
berkata, ‘Bahwa seperti itulah (gerakan shalat) juga yang dilakukan oleh
Rasulullah saw.” Adapun cara mengangkat kedua tangan dapat dilihat dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Naafi’. “Rasulullah saw, ketika mengucapkan takbir,
beliau akan mengangkat kedua tangannya sampai kedua telapak tangannya itu rata
atau hampir rata.” Kemudian, cara mengangkat kedua tangan menurut ulama
berdasakan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat adalah hendaknya
seorang pelaksana shalat mengangkat kedua tangannya sampai rata kedua telapak
tangannya, dimana ujung jemari tangannya rata dengan ujung kupng sedangkan
kedua ibu jari rata dengan daun telinga. Cara ini sama dengan mengangkat kedua
tangan pada saat mengucapkan takbir ketika seseorang akan memulai shalatnya,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa gerakan seperti ini mengandung
mukjizat, yaitu dapat meningkatkan kemampuan diafragma (sirkulasi paru-paru)
dan dapat pula memperbaiki kerja berbagai macam organ tubuh lainnya. Setelah seorang
pelaksana shalat mengangkat kedua tangannya ketika berdiri dari ruku, ia harus
berdiam sejenak sebelum bersujud. Akan tetapi, gerakan berdiri usai ruku itu
bisa terjadi tanpa di dasari niat ketika melakukannya, yaitu bisa jadi karena
reaksi kaget terhadap sesuatu hal yang terjadi. Adapun syariat Islam, memiliki hukum
khusus bila sampai seorang pelaksana shalat mengangkat badannya tanpa didasari
niat ketika melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar