Senin, 14 Juli 2014

Penutup

Penutup

Dari semua pembahasan dan pemaparan tadi, terlihat jelas betapa pentingnya perpaduan gerakan-gerakan shalat dengan apa yang terdapat dalam sunnah Rasulullah saw, perpaduan (kemiripan) gerakan shalat dengan gerakan shalat Rasulullah saw, itu sendiri memiliki banyak hikmah dan kita tidak bisa memahaminya dengan mudah. Adapun shalat, seperti yang disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas, Rasulullah saw, bersabda, “Shalat itu menjadi ukuran, siapa yang berusaha melakukannya dengan benar maka shalatnya akan menjadi benar.” 
Maksudnya, jika seseorang melakukan shalat dengan benar maka pahala shalat tersebut bisa menolong para pelakunya di hari Kiamat nanti. Adapun jika seseorang mengalami banyak kekurangan ketika melakukan shalat maka pahala yang akan diterima pada hari Kiamat oleh para pelakunya akan pas-pasan saja. Atau bahkan,  jika samapi seseorang itu menganggap remeh shalatnya maka pelakunya sendiri yang pertama kali akan merugi. Kemudian shalat itu akan berkata kepada orang tersebut, “Semoga Allah menyia-nyiakan kamu sebagaimana kamu telah menyia-nyiakan aku.” Karena itulah, kita tidak boleh meremehkan hal-hal sunnah (dalam shalat), karena meskipun bentuknya kecil dan ringan saja, pekerja-pekerjaan sunnah yang ringan dan gerakan yang sedikit itu mengandung banyak hikmah yang tidak dapat dapat kita pahami dengan mudah. Namun, ketika seseorang rajin melakuka pekerjaan-pekerjaan sunnah maka hendaknya ia melakukan semua hal sunnah tersebut bersember dari keimanan kepada Allah dan sikap pembenaran terhadap ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. disamping, ia selalu berusaha untuk menjaga hal-hal sunnah tersebut dengan disertai kejujuran niat dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tidak ada pendapat yang lebih menarik yang berkaitan dengan hal-hal sunnah ini seperti pendapat Abu Hamid al-Ghazali. Ia menjelaskan tingkatandan kedudukan sunnah dalam shalat, dengan mengumpamakannya hal sunnah dan wajib dalam shalat seperti anggota tubuh manusia, seraya berkata, “Seseorang manusia tidak dianggap memiliki sosok manusia secara utuh kecuali ia memiliki sisi batin dan anggota luar tubuh (sisi fisik). Adapun sisi batinnya adalah kehidupan dan ruh, sedangkan anggota luar tubuh adalah organ tubuhnya sendiri. Bila seseorang kehilangan beberapa anggota tubuhnya seperti jantung, hati, dan otak maka keadaan tersebut dapat menyebabkannya meninggal. Namun, ada beberapa anggota tubuh lainnya yang bila seseorang tidak sampai mengurangi aktivitasnya, tetapi hanya mengurangi keindahan wajahnya saja, seperti dua alis, jenggot, dan alis mata. Kemudian, ada pula bila seseorang kehilangan beberapa anggota tubuh dan percampuran warna kulitnya. Dengan demikian, tingkatan dan kedudukan anggota tubuh itu berbeda-beda. Begitu pula halnya dalam ibadah, pelaksanaannya merupakan salah satu bentuk kepatuhan terhadap syariat. Ruh dan sisi kehidupan batin ibadah itu adalah khusyu, niat, ketenangan hati, dan keikhlasan ibadah. Adapun sisi-sisi luar ibadah adalah ruku, sujud, berdiri, dan hal-hal rukun lainnya. Kedudukan rukun-rukun dalam ibadah shalat seperti halnya jantung, kepala dan hati bagi tubuh manusia. Shalat akan dianggap mati (tidak sah) bila tidak adanya (dikerjakan) rukun-rukun tersebut.
Adapun hal-hal sunnah, seperti mengangkat dua tangan, membaca doa iftitah (pembuka), tasyahhud pertama, seperti halnya tangan, mata, dan kaki. Ibadah shalat tetap dianggap sah meskipun hal-hal sunnah tersebut tidak dikerjakan. Akan tetapi, orang yang tidak melakukan hal-hal sunnah tersebut, ibadah shalatnya akan mengalami kekurangan, seperti halnya tubuh akan terlihat cacat bila tidak memiliki tangan, mata, dan kaki. Siapapun yang berusaha mengurangi gerakan sunnah dalam shalatnya, seperti halnya orang yang ingin memberikan hadiah seorang budak kepada raja, tetapi budak itu memiliki cacat fisik. Sedangkan penampilan shalat itu sendiri kedudukannya di bawah hal-hal yang sunnah. Penampilan shalat itu seperti halnya dua alis, jenggot, alis mata, dan warna kulit tubuh yang indah, semuanya menjadi pelengkap keindahan wajah seseorang. Kemudian, bacaan-bacaan zikir, ia menjadi penyempurna keindahan ibadah shalat, seperti halnya lengkungan dua alis, jenggot yang bersambung, dan lain-lain.
Jadikanlah ibadah shalat itu sebagai hadiah dan pemberian besar yang kamu berikan kepada Raja dan dapat mendekatkan dirimu kepada-Nya. Ibadah shalat juga seperti halnya hadiah yang diberikan oleh seseorang yang sedang mencari kedudukan di hadapan raja. Adapun pemberian (shalat) tersebut kamu berikan hanya kepada Allah SWT, sedangkan tanggapan atas pemberianmu itu baru kamu akan terima pada ‘hari pengumuman’  terbesar nanti. Kamu dapat memilih untuk memberikannya dalam bentuk yang terbaik atau buruk. Lantas, jika kamu memilih untuk meberikannya (shalat) dalam bentuk yang terbaik maka respons yang kamu terima juga akan baik, namun jika hanya biasa-biasa saja atau bahkan buruk, maka tanggapan atas semua pemberianmu itu akan kamu terima juga nanti di sana dengan respons yang setimpal.” Sementara ini, anggapan yang ada dalam benak kita tentang hal-hal sunnah adalah ia boleh ditinggalkan maka tidak jarang, kita sering meninggalkannya. Namun, anggapan ini sama saja dengan ucapan dokter, “Memang, tindakan mencungkil mata itu tidak mengurangi kesempurnaan sosok manusia, hanya saja tindakan tersebut dapat mengurangi kejujuran harapan untuk mendekatkan diri kepada Allah.” Dengan demikian, kita harus memahami dengan baik tingkatan dan kedudukan hal-hal sunnah, bentuk penampilan, dan adab-adab dalam melakukan shalat. Karena, jika seseorang tidak sempurna dalam melakukan ruku dan sujudnya, maka pelaksananya sendiri yang pertama kali akan menerima kerugiannya, lantas shalat akan berkata kepada orang tersebut, “semoga Allah menyia-nyiakan kamu seperti kamu telah menyia-nyiakan aku.”
Sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah saw, bersabda, “Betapa banyak orang yang melakukan shalat hanya mendapatkan rasa lelah dan letih saja.”
Dalam riwayat lainnya, “Berapa banyak orang yang melakukan shalat (malam) kecuali hanya (niat) begadang saja.”  

Sumber Buku:  
“Dahsyatnya Gerakan Shalat: Tinjauan Syariah dan Kesehatan” Oleh Jalal Syafi’i

Penerbit: Gema Insani, Jakarta, 2009.

Jumat, 11 Juli 2014

Olahraga Dan Kaitannya Dengan Shalat

Olahraga Dan Kaitannya Dengan Shalat

Banyak Negara dan persatuan olahraga yang merasa bangga dengan acara yang mereka adakan pada saat membuka rangkaian kejuaraan di bidang olahraga dengan berbagai jenis dan namanya. Kita juga dapat melihat di layar televise, atraksi-atraksi yang dilakukan oleh sekelompok orang ketika menyambut suatu rakaian event olahraga. Secara khusus para pemerhati olahraga telah memberikan kriteria-kriteria khusus yang berkaitan dengan seni kejuaraan  di bidang olahraga ini, yaitu seperti sebagai berikut;
1.    Unsur Nasionalisme
Seni dari salah satu cabang olahraga dalam kejuaraan bisa dijadikan sebagai ajang pemersatu norma-norma social dan politik suatu masyarakat dan Negara yang bersangkutan.
2.    Unsur Tubuh dan Gerakan
3.    Unsur Pendidikan
Dapat mengembangkan sifat-sifat terpuji seperti sifat teratur, kepatuhan, kepemimpinan, kerja sama, dan loyal terhadap kelompok, serta sifat lainnya.
4.    Unsur Estetika
Merasakan nilai-nilai estetika yang dihasilkan dari keindahan dan perpaduan gerak, formasi serta model penampilan.
Unsur-Unsur Seni Gerakan Dalam Shalat
Bila kita memperhatikan gerakan shalat dan kepedulian Rasulullah saw, terhadap perpaduan dan kesatuan gerakan jamaah shalat secara keseluruhan maka hal ini akan mengandung juga unsur-unsur pendidikan dan estetika dalam satu waktu. Apalagi, dikuatkan dengan peringatan Rasulullah saw, untuk tidak mendahului imam dalam gerakan shalat, seperti yang terdapat dalam sabda beliau, “Janganlah kalian mendahuluiku (imam shalat) dalam ruku, sujud, berdiri, ataupun salam!”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia pernah melihat seseorang yang berani mendahului imam shalatnya, lalu Ibnu Mas’ud berkata kepada orang tersebut, “Kamu tidak shalat sendirian, tetapi kamu juga tidak mau mengikuti imam”
Adapun bukti yang menguatkan kepedulian Rasulullah saw terhadap perpaduan gerakan jamaah shalat adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw, bersabda, “Apakah di antara kalian tidak ada yang takut, bila ia berani mengangkat kepalanya sebelum imam maka Allah akan menjadikan bentuknya kepalanya (maknawi) dengan bentuk keledai?”
Hal-Hal Yang Dilarang Dalam Melakukan Shalat
Diantara hadits-hadits yang berisi hal-hal yang dapat menyiapkan mental seseorang adalah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, “Termasuk sunnah jika seseorang memasuki masjid dengan mendahului kaki kanan terlebih dahulu dan ketika keluar dari masjid dengan mendahului kaki kiri.”
Rasulullah saw melarang umatnya untuk melakukan shalat dalam keadaan shafan, shafad, lalu iq’aa, sadal, kuft, dari ikhtishaar, shalb, juga dari muwaashalah. Beliau juga melarang shalat orang yang sedang hiqn, hiqb, dan hizq, serta orang dalam keadaan lapar, marah, dan tertutup wajahnya.
Shafan, yaitu seseorang mengangkat salah satu kaki mereka dan bertumpu pada kaki yang lain.
Shafad, yaitu merapatkan dua tumit sekaligus.
Iq’aa yaitu duduk di atas bokongnya dengan menegakkan dua lutut, lalu menempelkan dua tangan di atas tanah, seperti yang dilakukan anjing.
Sadal yaitu melipat bajunya lalu memasukan dua tangannya ke dalam baju itu. Lantas dalam keadaan tangan seperti itu, ia melakukan ruku dan sujud. Sikap ini sama seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi. Adapula yang mengatakan maksud dari kata sadal tersebut adalah seseorang meletakkan kain di atas kepalanya lalu menyingsingkan ujung kain itu ke sebelah kanan dan kiri pundaknya, tidak menaruh kain itu di atas pundaknya.
Kaff yaitu, seseorang mengangkat bajunya yang ada di depan tubuhnya atau di belakang ketika ingin melakukan sujud. Kondisi kaff bisa juga dilakukan pada rambut kepala, maka seseorang tidak boleh melakukan shalat sedangkan rambutnya dalam keadaan terkuncir dan larangan ini khusus kaum laki-laki saja.
Ikhtishaar, yaitu seseorang menempelkan dua tangannya di sisi badan.
Shalb, yaitu seseorang meletakkan dua tanganya di samping badannya ketika berdiri sambil meratakan dua lengan atas.
Muwaashalah, ada lima hal, dua untuk imam, yaitu imam tidak boleh menyambung bacaan secara langsung dengan takbiratul ihram (harus ada jeda) ataupun terus membaca surah ketika ia telah ruku. Dua lainnya untuk makmum , yaitu makmum tidak boleh menyamakan bacaan takbiratul ihramnya dengan takbiratul imam, begitu juga halnya ketika mengucapkan salam. Sedangkan hal yang terakhir untuk umum, yaitu pelaksana shalat tidak boleh menyambung ucapan salam yang wajib, pertama secara langsung dengan ucapan salam yang kedua, sunnah, yaitu hendaknya memisahkan di antara keduanya (ada jeda waktu). Haaqin, seseorang ingin buang air kecil.
Haaqib, seseorang ingin buang air besar. Haaziq yaitu seseorang yang memakai sepatu yang sangat sempit. Semua keadaan dan kondisi di atas dilarang oleh Rasulullah saw, karena dapat menghilangkan kekhusyuan seseorang ketika mengerjakan shalat.
Sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Tujuh hal yang disebabkan oleh setan dalam melakukan shalat; hidung berdarah (mimisan), mengantuk, was-was, menguap, berbicara, menoleh, dan bermain dengan sesuatu.” Beberapa ulama ada yang menambahkan dengan keadaan lupa dan ragu. Beberapa ulama ada yang mengatakan bahwa ada empat hal yang dapat mengurangi nilai shalat, yaitu menoleh (melirik sesuatu), mengusap wajah, meratakan barisan, dan shalat di tempat lalu-lalang orang. Dilarang pula ketika shalat untuk menggenggam tangan, membunyikan tangan, menutup wajah, meletakkan salah satu sisi telapak tangan di atas sisi yang lainnya, atau memasukkan dua telapak tangan di antara dua paha ketika ruku.

Dimakruhkan pula untuk meniup tanah ketika ingin sujud dengan tujuan membersihkan atau meratakan batu (barisan) dengan tangannya. Semua itu merupakan pekerjaan-pekerjaan yang dapat menghilangkan kekhusyuan shalat. Tidak boleh juga mengangkat salah satu tumit lalu merapatkannya dengan paha, atau bersandar dengan tembok ketika sedang berdiri karena bila saja tembok itu runtuh maka orang yang bersandar itu akan ikut terjatuh pula, tentu saja hal tersebut dapat membatalkan shalat. Adapun keadaan khusyu, terkadang datangnya dari hati seperti rasa takut, dan terkadang pula datangnya dari perbutatan badan seperti diam. Beberapa orang mengatakan, khusyu itu datang dari jiwa dan dapat tercermin dari ketenangan tubuh yang sesuai dengan gerakan ibadah. Sebagaimana terdapat dalam suatu hadits, ketika Rasulullah saw, melihat seorang laki-laki yang menggerakkan tubuhnya, lalu beliau bersabda, “Seandainya orang ini khusyu maka anggota tubuhnya akan ikut khusyu juga.”

Kamis, 10 Juli 2014

Analisis Umum Terhadap Gerakan Shalat

Analisis Umum Terhadap Gerakan Shalat

Gerakan shalat bisa dikatakan hamper mirip dengan latihan olahraga yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan stamina tubuh dan pada saat yang bersamaan, berusaha menjaga postur tubuh agar tetap dalam keadaan normal. Di samping itu, gearkan shalat dapat menyembuhkan berbagai macam kelainan yang dapat diderita oleh tubuh manusia. Lalu pada fase berikutnya, gerakan shalat dapat mencegah kelainan-kelainan tersebut agar tidak diderita oleh pelaksananya. Memang, Allah SWT itu Sang Pencipta manusia, Dialah yang lebih mengetahui apa saja yang akan dialami manusia, baik perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh mereka, kelainan-kelainan yang dapat diderita, dan tuntutan gerak dalam menjalankan aktivitas hidup. Di mana aktivitas sehari-hari itu dapat menyebabkan kelainan terhadap tubuh mereka. Namun, Allah SWT dengan sifat Maha Mengetahui Nya akan segala sesuatu telah membuat terlebih dahulu program-program perawatan terpadu untuk menyembuhkan kerusakan ataupun kelaian yang akan dialami oleh manusia. Sedangkan gerakan shalat itu sendiri membentuk kata Ahmad (dalam bahasa Arab) secara bertahap, sebagai bukti akan kebenaran akan kenabian beliau saw. Sebegaimana Nabi Isa a.s, telah memberitahukan akan kedatangan Rasulullah saw, jauh sebelum kelahirannya, seperti yang terdapat dalam ayat, “…dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan dating sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad) ..” (ash-Shaff: 6)
Detail pembentukan huruf Ahmad dari gerakan shalat seperti berikut, yaitu posisi berdiri akan membentuk huruf أ  , posisi ruku akan membentuk huruf ح  dalam keadaan tersambung, lalu posisi sujud membentuk huruf حݦ (mim) dalam keadaan tersambung juga, sedangkan posisi tasyahhud membentuk huruf dal. Lantas, bila kita teliti posisi kepala dalam banyak gerakan, posisinya akan membentuk tanda V yang lazim menunjukkan kata “benar”
Pada bahasan ini, akan menjelaskan beberapa bentuk-bentuk mukjizat secara umum yang ada dalam gerakan shalat dan memang ternyata hasilnya sangat sesuai dengan teori modern, prinsip-prinsip, dan dasar-dasar ilmu olah fisik. Dimana teori-teori itu sangan seuai dengan apa yang telah Allah perintahkan dan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Juga, sesuai dengan apa yang Rasulullah saw lakukan ketika melakukan gerakan shalat. Dengan demikian, fenomena tersebut dapat menjadi pijakan baru bagi kita agar lebih mempercayai Allah dan membenarkan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Disamping semakin membuktikan bahwa Allah dan RasulNya memang lebih mengetahui tentang dasar dan prinsip olah fisik.
Dasar-Dasar Latihan Fisik dan Hasil yang Dicapai dari Gerakan Shalat
Ada beberapa dasar latihan fisik yang diperhatikan dengan baik oleh seseorang. Sebab, secara umum jenis-jenis latihan fisik itu memiliki tujuan yang berbeda. Dasar latihan fisik itu sendiri diketahui oleh para pakar olahraga. Namun Allah SWT telah lebih lama mengajarkan kepada kita (kaum muslimin) pelajaran berharga tentang dasar latihan fisik lewat gerakan shalat yang biasa kita lakukan. Kemudian, bentuk-bentuk mukjizat yang terkandung dalam gerakan shalat dapat terlihat ketika kita rutin menjalankannya agar mendapatkan hasil yang optimal. Semua itu hanya bertujuan agar mencapai target yang lebih mulia seperti halnya tujuan semua ilmu, yaitu menambah keimanan kita kepada Allah SWT.
1.    Pemanasan (Warming Up)
Gerakan pemanasan adalah sebuah proses penyiapan kondisi tubuh agar dapat melakukan pekerjaan (kegiatan) yang lebih besar lagi.
Pemanasan dilakukan untuk:
Menyiapkan organ-organ penting tubuh agar dapat beradaptasi dengan kondisi dan situasi yang menuntut adanya gerakan yang banyak.
Menyiapkan system saraf agar mampu mengontrol fungsi kerja bagian tubuh yang menciptakan gerakan yang diperlukan.
Menyiapkan kondisi psikologi seseorang untuk melakukan  (olahraga) satu kegiatan sehingga dapat terhindar dari pengaruh-luar sebelum memulai olahraga tersebut.
Menyiapkan kondisi mental seseorang dengan cara melakukan latihan-latihan seperti yang dilakukan dalam shalat.
Gerakan Pemanasan Sebelum Memulai Shalat
Proses pemanasan dilakukan oleh seorang muslim sebelum ia melakukan shalat adalah ketika ia berjalan dan banyak melangkah menuju masjid. Karena, banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang menganjurkan seorang muslim untuk banyak berjalan ketika ia menuju masjid. Firman Allah yang artinya; “Hai orang-orang beriman, apabila diseur untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (al-Jumu’ah: 9)
Dalam ayat diatas, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk bersegera (berjalan dengan cepat) menuju masjid ketika akan melakukan shalat Jum’at. Gerakan berjalan dengan cepat merupakan salah satu bentuk menyiapkan organ-organ penting tubuh. Sebagaimana juga terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi saw, bersabda, “Jika kalian mendengar iqamat dikumandangkan maka pergilah (berjalan) untuk melakukan shalat! Kalian harus santai dan tenang, jangan terburu-buru. Bila kalian bisa mengejarnya (mendapatakan rakaat berjamaah) maka ikutilah shalat, jika kalian telah ketinggalan (rakaat jamaah) maka genapkanlah (rakaan yang tertinggal setelah selesai berjamaah).”
Dalam hadits di atas Rasulullah saw memerintahkan umatnya untuk berjalan ketika mereka akan melakukan shalat dan jangan sampai terburu-buru ketika berjalan. Gerakan berjalan seperti yang  diperintahkan hadits di atas merupakan salah satu bentuk persiapan tubuh, yaitu dengan berjalan. Sedangkan perintah untuk tidak terburu-buru, menunjukan kepedulian Rasulullah saw, untuk melakukan gerakan secara bertahap sehingga kondisi tubuh tidak berubah secara langsung akibat terjadinya gerakan yang cepat. Karena, sikap terburu-buru dapat menyebabkan rusaknya beberapa system otot akibat adanya gerakan cepat secara tiba-tiba. Asumsi ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi saw, pernah bersabda, yang artinya;
“Siapa yang pergi ke masjid lalu pulang (ke rumahnya), niscaya Allah menyiapkan untuknya tempat di surge setiap kali ia pulang-pergi (ke masjid).”
Jadi, perintah untuk berjalan dan banyak langkah sebelum melakukan shalat merupakan salah satu bentuk persiapan bagi tubuh dan system otot, serta system saraf dengan  dilakukannya gerakan jalan. Adapun wudhu, ia dapat mempengaruhi dan menetralisir kondisi ragu dan cemas yang dialami seseorang. Bahkan, beberapa ilmuwan ada yang menyebutkan tentang pengaruh wudhu terhadap system saraf seseorang, seperti yang dikatakan Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim, staf pengajar ilmu kedokteran, di London, sekaligus menjadi pemerhati masalah-masalah pemikiran islam. Salah satu komentarnya tentang berwudhu “Bila kita mengetahui beberapa rahasia air, di samping peran pentingnya dalam hal kebersihan dan minum, kita akan menemukan bahwa air itu memiliki manfaat yang sangat banyak, salah satunya untuk kesehatan. Seorang ilmuwan Inggris, Arnold Lincon telah menemukan bahwa terpaan sinar matahari atau sinar cahaya apapun terhadap aliran air akan membantu terciptanya ion-ion negative yang terkandung di dalam partikel-partikel air yang dapat menetralisir tubuh sehingga membuat system otot dan saraf menjadi rileks. Dengan begitu, perasaan marah, gelisah, dan bimbang akan hilang dari tubuh seseorang seperti halnya juga keadaan lelah dan stress.”
Penelitian lainnya membuktikan, mengalirnya air di atas kepala dan wajah seseorang dapat menghilangkan rasa sakit kepala dan kesal, karena itu, para dokter menganjurkan seseorang yang menderita insomnia agar berendam sejenak di air yang sejuk. Bahkan, beberapa ilmuwan meyakini bahwa air itu memiliki kekuatan magis karena dapat mempengaruhi system otot dan saraf tubuh, serta kondisi psikologis seseorang. Beberapa orang juga sangat senang mendengarkan music pada saat mereka sedang mandi, karena merasa sedang dalam keadaan rileks dan bahagia. Ilmuwan lainnya juga ada yang ikut berkomentar bahwa hanya dengan dialirinya air ke wajah dan bagian-bagian tubuh lainnya sudah cukup untuk menyegarkan aliran darah dan memijat system otot tanpa perlu seseorang menggunakan alat bantu lainnya lagi. Ia menambahkan, pendapatnya ini dikuatkan dengan efek kesehatan yang sangat banyak yang di hasilkan dari air tersebut. Dengan begitu, mandi dengan air bersih ataupun berwudhu akan dapat menghilangkan perasaan marah, gelisah dan bimbang dari seseorang. Semua penemuan ini baru ditemukan dalam beberapa tahun belakangan saja.
Akan tetapi, semua hasil penemuan para ilmuwan tersebut sudah lebih dulu ada dalam hadits-hadits Rasulullah saw, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Suatu ketika, ada seorang laki-laki yang mendatangi Urwah bin Muhammad, lalu lelaki itu mamaki-maki Urwah sampai Urwah ikut marah, tetapi ia segera berdiri dan pergi, lalu kembali lagi ke tengah-tengah kita setelah berwudhu. Tatkala Urwah ditanya tentang apa yang dilakukannya tadi, ia berkata, ‘Ayahku meriwayatkan sebuah hadits kepadaku, ia mendapatkannya dari kakekku, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Jika di antara kalian ada yang marah maka berwudhulah!’ Dalam riwayat lain, ‘Jika di antara kalian ada yang marah maka mandilah!’
Dari hadits ini, kita dapat ambil kesimpulan bahwa wudhu selain menjadi syarat utama untuk melakukan shalat, ia juga bisa menjadi obat psikologis. Karena itu, kita tidak akan pernah mendapatkan seseorang yang telah berwudhu dan akan mulai melakukan shalat tetapi di wajahnya masih ada bekas-bekas rasa bimbang, gelisah, ataupun marah. Bahkan sebaliknya, seseorang yang telah berwudhu akan terpancar dari wajahnya sebuah cahaya yang memantulkan ketenangan jiwa.
Jadi, wudhu dapat menjadi obat psikologis bagi manusia. Lebih khususnya pada saat mereka sedang mengalami kebimbangan dan kegelisaha. Disamping itu juga, shalat tidak akan sah bila pelaksananya belum berwudhu, firman Allah SWT, yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (al-Maa’idah:6)
Kemudian dengan dikerjakannya shalat lima kali dalam sehari, lalu setiap orang diwajibkan untuk berwudhu (dalam keadaan suci) dengan air bersih sebelum melakukan shalat. Baru setelah itu, ia dapat mulai melakukan shalat. Karena itu, sudah tentu tidak akan ditemukan lagi bekas-bekas rasa marah ataupun kebimangan pada wajah sorang pelaksana shalat. Kita juga dapat melihat bahwa dalam wudhu dan shalat itu ada stau proses penyembuhan diri dengan cara menenangkan otot dan jiwa sebanyak lima kali dalam sehari. Adapun menyiapkan kondisi psikologis pada jiwa seseorang ketika shalat terdapat dalam aktivitas niat, dimana niat sendiri merupakan salah satu kewajiban shalat dan shalat tidak akan sah bila dilakukan tanpa niat, seperti firman Allah SWT, yang artinya; “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan ) agama…” (al-Bayyinah; 5)
Dalam hadits Rasulullah saw, yang artinya; “Segala perbuatan itu tergantung (dilandasi) pada niatnya dan setiap orang akan dihukumi tergantung dari apa yang diniatkannya. Siapa yang niat hijarahnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya maka (pahala) hijarahnya diserahkan hanya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Namun, siapa yang niat hijrahnya hanya untuk mendapatkan harta dunia ataupun seorang wanita yang ingin dinikahinya maka (pahala) hijrahnya diserahkan atas apa yang diniatkannya itu.”  
Karena itu, aktivitas niat yang dilakukan sebelum memulai shalat sama saja seperti seorang pelaksana shalat itu sedang mempersiapkan kondisi psikologinya sendiri. Jadi, menyiapkan kondisi psikologis itu menjadi salah satu unsur pemanasan atau mempersiapkan diri untuk melakukan shalat.  Sedangkan untuk menyiapkan kondisi mental, lazimnya di kenal dengan melakukan gerakan-gerakan yang akan dilakukan oleh seseorang pada momen olahraga yang akan dijalaninya. Adapun Rasulullah saw telah menganjurkan umatnya untuk melakukan shalat sunnah empat rakaat sebelum melakukan shalat fardhu yang sesungguhnya. Detail shalat sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan sebelum melakukan shalat fardhu adalah sebagai berikut;
·       Dua rakaat sebelum shalat Subuh (qabliyah), seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Nabi saw, pernah bersabda, “Dua rakaat sebelum (melakukan) shalat subuh lebih baik dibandingkan dunia dengan segala isinya.”
·       Empat rakaat sebelum shalat zhuhur, disebutkan dalam hadits Abdullah bin Syaqiiq, ia berkata, “Aku bertanya kepada Aisyay tentang shalat Rasulullah saw, lalu ia berkata, “Rasulullah saw biasa mengerjakan shalat sunnah  empat rakaat sebelum beliau melakukan shalat Zhuhur dan dua rakaat lagi setelah selesai.”
·       Empat rakaat sebelum Ashar dan shalat sunnah ini tidak terlalu kuat (ghairu muakkadah), disebutkan dalam hadits Ibnu Umar, Rasulullah saw, bersabda, “Allah merahmati orang yang melakukan shalat empat rakaat sebelum melakukan shalat ashar.”
·       Dua rakaat sebelum Maghrib tetapi tidak kuat juga. Disebutkan dalam hadits Abdullah bin Mughaffal, Nabi saw, bersabda “Shalatlah dulu sebelum (melakukan) shalat Maghrib! Shalatlah dulu sebelum (melakukan) shalat Maghrib! Baru pada kali ketiga beliau mengatakan, ‘Bagi siapa yang ingin melakukannya.” Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa Nabi saw, melakukan shalat dua rakaat sunnah sebelum melakukan shalat Maghrib.
·       Dua rakaat sebelum Isya, tidak kuat juga, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban, dari Ibnu Zubair, Nabi saw, pernah bersabda, “Shalat fardhu itu selalu didahului dengan shalat dua rakaat sunnah sebelumnya.” Adapun perawi  hadits yang lain meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mughaffal, Nabi saw, bersabda, “Diantara dua azan itu ada shalat (sunnahnya), di antara dua azan itu ada shalat sunnah. Pada kali ketiga, beliau mengucapkan, ‘Bagi siapa yang mau’.
Dari keterangan di atas, macam-macam shalat sunnah di atas, muncul sebuah pertanyaan, mengapa shalat sunnah sebelum Subuh dan Zhuhur itu kuat (muakkadah) sedangkan pada waktu Ashar, Maghrib, dan Isya tidak kuat (ghairu muakkadah)? Perbedaan itu kembali kepada kebu-tuhan tubuh seseorang. Pada pagi hari, tubuh perlu pemanasan dan persiapan mental yang lebih, sedangkan pada waktu sisanya, pertengahan dak akhir, kebutuhan akan persiapan mental sudah jauh berkurang karena sudah banyak aktivitas hidup yang telah dijalani oleh seseorang dan dapat dianggap sebagai salah satu jenis gerakan pemanasan juga. Adapun dua jenis shalat di pagi hari, dapat dijadikan sebagai persiapan mental untuk melakukan shalat lainnya pada hari tersebut.
2.    Latihan Rutin
Maksudnya, olahraga dilakukan secara rutin sepanjang tahun sehingga dapat meningkatkan kemampuan tubuh seseorang secara teratur dan membuat tubuhnya selalu fit dan segar. Bila seseorang memiliki tubuh yang selalu fit dan segar maka ia dapat melakukan banyak hal, di antaranya;
·      Meningkatnya kemampuan seseorang secara memadai sehingga ia bisa mencapai target yang diinginkannya,
·      Dapat melakukan proses adaptasi secara fisiologis,
·      Dapat melakukan banyak aktivitas gerak dengan semaksimal mungkin.
Menurut hasil penelitian Hetenger, setiap kali olahraga itu dilakukan secara rutin dan berkesinam Bungan maka akan dapat meningkatkan kemampuan seseorang lebih cepat dibandingkan  latihan yang hanya dilakukan dalam jangka waktu yang lama (tidak rutin).
Hal-hal yang harus diperhatikan agar efek olahraga itu dapat terus dirasakan
·      Hendaknya melakukan satu kegiatan latihan sebelum hilang pengaruh latihan sebelumnya.
·      Mengembangkan dan mengondisikan suasana latihan yang sesuai dengan tujuan yang dicapai.
·      Adanya masa istirahat dan menjaga agar tidak terjadi waktu kosong di antara jadwal latihan.
Shalat dan Olahraga Rutin
Firman Allah SWT, yang artinya;
“Peliharalah semua shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.” (al-Baqarah: 238)
Bukti atas kepedulian Allah dan Rasul-Nya atas rutinitas shalat (selalu menjaga shalat) adalah Allah tetap memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melakukan shalat meski pada waktu sulit sekalipun, seperti ketika dalam perjalanan, peperangan, dan sakit. Allah juga tidak memberikan izin sama sekali kepada seorang muslim untuk meninggalkan shalatnya meski ia sedang berada dalam kondisi yang sangat sulit. Berikut ini adalah firman Allah yang memerintahkan kaum muslim untuk tetap melakukan shalat meski ia sedang dalam perjalanan ataupun peperangan,
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar shalat (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama  mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) beserta kamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat beserta kamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah dating golongan yang kedua yang belum bershalat, lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (an-Nisaa’: 101-103)
Rasulullah saw juga selalu memerintahkan kaum muslim untuk melakukan shalat meski mereka dalam keadaan sakit. Beliau tidak memberikan kompensasi sama sekali (keringanan untuk tidak melakukan shalat) kepada orang sakit. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Umran bin Hushain, ia berkata, “suatu ketika, aku menderita sakit wasir, lalu aku bertanya kepada Rasulullah tentang melakukan shalat, lalu beliau bersabda, “Shalatlah dengan cara berdiri. Bila tidak mampu maka dengan cara duduk, dan bila masih tidak mampu juga maka lakukanlah dengan keadaan terlentang.”
Anjuran untuk tetap melakukan shalat dalam keadaan berdiri juga pernah disinggung dalam salah satu hadits beliau, diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda, “Pahala seseorang yang melaksanakan shalat dalam keadaan duduk hanya setengah saja (dari shalat yang dikerjakan dalam keadaan berdiri).”
Dari pemaparan ayat-ayat dan hadits di atas sangat jelas sekali bahwa agama Islam memerintah-kan penganutnya untuk tetap menjaga shalat meskipun mereka sedang berada dalam situasi yang sangat sulit sekalipun, seperti dalam perjalanan, sakit, ataupun ditengah peperangan. Allah telah menentukan pelaksanaan shalat itu sedimikian rupa sehingga shalat yang dikerjakan secara rutin akan dapat menjaga kesehatan pelakunya sendiri. Artinya, shalat telah dibagi-bagi waktu pelaksa-naannya dalam sehari semalam sehingga efek kesehatan yang didapat dari setiap shalat akan terus bersambung. Inilah salah satu hikmah mengapa shalat itu dibagi-bagi waktu pelaksanaannya dan tidak dikumpulkan dalam satu waktu. Lagi pula, bila waktu pelaksanaan shalat itu dikumpulkan menjadi satu maka efek shalat itu akan cepat hilang sebelum tiba hari berikutnya. Dengan begitu, efek shalat itu tidak akan terus bersambung satu sama lainnya. Karena itulah, disunnahkan untuk mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya untuk mengurangi kesenjangan waktu yang ada antara pelaksanaan shalat Isya dan shalat Subuh. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Seandainya saja tidak memberatkan umatku, maka aku akan memerintahkan mereka untuk mengakhirkan (pelaksanaan) shalat Isya sampai pada waktu sepertiga malam atau setengah malam.”
Lantas, mengapa mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya itu disunnahkan sedang mengakhirkan pelaksanaan shalat Subuh tidak dibolehkan, meskipun rentang waktu antara Subuh dan Zhuhur itu hampir sama dengan rentang waktu antara Isya dan Subuh?
Jawabannya, karena rentang waktu antara Isya dan Subuh itu adalah waktu untuk beristirahat, sedangkan rentang waktu antara Subuh dan Zhuhur itu adalah waktu untuk bekerja. Adapun aktivitas bekerja itu lebih dapat menjaga efek latihan dibandingkan dengan aktivitas tidur. Diantara bukti kebijaksanaan Allah adalah adanya waktu senggang di antara pelaksanaan shalat satu dengan lainnya. Artinya, Allah ataupu Rasulullah saw, tidak pernah memerintahkan kita untuk terus melakukan shalat sepanjang waktu secara terus-menerus. Juga, hikmah Allah dapat terlihat dari gerakan-gerakan shalat dan kerja keras yang dilakukan oleh system otot pada waktu shalat dengan tetap menjaga tujuan yang ingin dicapai, yaitu menciptakan kondisi tubuh yang bersih dari kelainan-kelainan sehingga seorang Muslim mampu melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari tanpa cepat mengenal rasa lelah ataupun stress. Di samping, memaksimalkan kemampuan tubuh sehingga dapat melakukan aktivitas ibadah lainnya.
3.    Menambah Semangat
Semangat merupakan dasar-dasar terpenting dalam berolahraga. Semangat menjadi salah satu fondasi yang berhubungan dengan kecepatan reaksi dan kontinuitas reaksi tersebut. Para ahli psikologi pernah menyinggung tentang kondisi semangat ini sebagai motor penggerak aktivitas. Karena, kondisi semangat merupakan sebuah kekuatan penggerak yang dapat membawa seseorang untuk lebih giat bekerja. Bisa jadi, kekuatan semangat ini muncul karena adanya rasa takut terhadap sakit atau upaya mencapai target, keinginan, atau cita-cita tertentu. Bahkan, sangat mungkin juga semua factor tersebut; rasa takut, cita-cita, harapan, dan keinginan berkumpul menjadi satu memunculkan kekuatan semangat. Sikap bereaksi terhadap sesuatu itu akan sesuai dengan kekuatan semangat itu sendiri, maka kekuatan semangat akan bertambah besar dengan bertambahnya factor pendorong dan sebaliknya, dapat berkurang dengan berkurangnya factor pendorong tersebut. Adapun salah satu factor penting dan sangat berpengaruh untuk menambah semangat itu adalah ketika seseorang mengetahui tujuan yang ingin dicapainya.
Shalat dan Pemupukan Semangat
Sebenarnya, pemupukan semangat itu bermuara pada tarhiib (mengingatkan) dan targhiib (menganjurkan). Adapun targhiib (menganjurkan) lebih kepada sesuatu yang disenangi, sedangkan tarhiib (mengingatkan) lebih kepada sesuatu yang tidak disenangi baik oleh tubuh maupun jiwa. Kedua hal tersebut lazim dikenal dengan prinsip pahala dan dosa. Allah telah seringkali mengumpulkan antara unsur targhiib dan tarhiib dalam perintah shalat dalam upaya memupuk semangat seorang muslim untuk melakukannya (shalat). Allah telah berfirman dengan nada mengingatkan dan mengancam, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59)
Dalam firman lainnya, “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”  (al-Maa’un: 4-5)
Adapun hadits dari Rasulullah saw pernah bersabda, “(hal pembeda) antara seorang laki-laki dan kekufuran itu hanyalah meninggalkan shalat.”  
Ditambah lagi dengan hadits-hadits lainnya yang memerintahkan untuk membunuh orang yang sengaja meninggalkan shalat. Semua jenis ancaman dan peringatan di atas dapat menjadi factor semangat untuk rajin melakukan shalat. Adapun unsur-unsur targhiib, terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah saw, bersabda, “Shalat seseorang yang dikerjakan secara berjamaah memiliki keutamaan (pahala) berlipat ganda sebanyak dua puluh tujuh kali lipat daripada shalat yang dikerjakan (sendirian/munfarid) di dalam rumahnya atau ditempat kerjanya. Hal itu jika ia berwudhu dengan benar di rumahnya lalu keluar menuju masjid (dengan niat) untuk melakukan shalat, setiap langkah yang dilaluinya akan dicatat sebagai amal kebaikan untuk menambahkan satu derajat untuknya di sisi Allah sekaligus dihapuskan satu dosa darinya. Kemudian, jika ia sedang mengerjakan shalat maka malaikat akan mendoakan untuknya dan selama ia masih tetap berada di tempat shalatnya, (malaikat akan mengucapkan doa untuknya), ‘Ya Allah, berikanlah kesejahteraan untuknya!, ya Allah, limpahkanlah rahmat untuknya!’ Dan malaikat terus mendoakan seperti itu (meski ia tetap berada di dalam masjid) sampai tiba waktu shalat lainnya.”
Masih banyak lagi hadits lainnya yang menyebutkan keutamaan shalat berjamaah dan keutamaan melakukannya di shaf pertama. Disebutkan pula dalam surah al-Mu’minuun, firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui  batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulkannya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surge Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (al-Mu’minuun: 1-11)
Dari ayat diatas, Allah telah menegaskan bahwa surga firdaus yang menjadi surga tertinggi akan menjadi warisan bagi kaum mukminin, yaitu orang-orang yang selalu menjaga shalatnya. Dari semua pemaparan di atas, sangat jelas bahwa ayat-ayat dan hadits-hadits telah mengumpulkan antara unsur tarhiib dan targhiib ketika membicarakan suatu amal ibadah dalam upaya memupuk semangat pihak yang dituju. Juga, menggabungkan pembicaraan pahala dan dosa untuk semua kalangan dengan beragam reaksi dan konsekuensi untuk mereka. Lantas, nanti di sana aka nada orang yang lebih bereaksi (semangat) karena unsur tarhiib nya da nada pula yang bereaksi dengan unsur targhiib nya.
4.    Perbedaan Kemampuan Seseorang
Allah adalah Zat yang telah menciptakan manusia, keturunan Adam. Tetapi, Allah menciptakan mereka dengan beragam sifat dan keistimewaan yang dimiliki tergantung umur, kondisi kesehatan, bentuk tubuh, jenis kelamin, dan unsur pembeda lainnya antar setiap manusia. Karena itu, perhatian terhadap unsur-unsur pembeda menjadi salah satu dasar terpenting dalam berolahraga yang tidak boleh dilalaikan oleh semua orang, yaitu dalam hal umur, jenis kelamin, dan struktur tubuh. Perhatian tersebut juga menjadi dasar terpenting yang dapat membantu secara maksimal dalam upaya menaikkan tingkat kemampuan dan bentuk latihan itu sendiri sehingga jenis latihan yang diberikan kepada seseorang tidak akan melebihi atau lebih besar dari kemampuannya, karena hanya akan berdampak buruk atau kontra dengan kondisi tubuhnya. Ataupun, jenis latihan yang diberikan tidak terlalu lemah atau sedikit sehingga hanya berdampak kecil saja dan tidak mampu meningkatkan kemampuan seseorang. Karena itu, jenis latihan olahraga harus diseimbangkan dengan kemampuan-kemampuan seseorang dari beberapa aspek, di antaranya sebagai berikut,
a.    Tingkatan umur
b.    Masa pelatihan
c.     Kondisi kesehatan
d.    Struktur tubuh dan fisik
e.    Perbedaan jenis kelamin
f.     Factor-faktor di luar kondisi latihan
Shalat dan Kepedulian terhadap Perbedaan Kemampuan Manusia
Tidak ada jenis latihan olahraga yang baik daripada shalat dalam hal menjaga perbedaan kemampuan seseorang. Hal tersebut bisa dibuktikan dalam berbagai aspeknya, yaitu sebagai berikut;
a.    Tingkatan Umur
Sabda Rasulullah saw, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat jika umur mereka telah mencapai tujuh tahun. Pukullah mereka jika berani meninggalkan shalat bila telah mencapai umur sepuluh tahun! Juga, pisahkanlah mereka ketika tidur (bila sudah mencapai umur sepuluh tahun).”  
b.    Masa Pelatihan
Sabda Rasulullah saw, “(Ajaran) agama ini sangat kuat maka berinteraksilah kepadanya dengan penuh kelembutan. Karena, seseorang yang menunggangi kuda liar tidak akan bisa berjalan ataupun tetap selamat untuk tetap berada di atas punggung kuda tersebut.”
c.     Kondisi Kesehatan
Sabda Rasulullah saw, “Kerjakanlah shalat dalam keadaan berdiri. Bila tidak mampu, kerjakan dalam keadaan duduk. Bila tidak mampu juga, maka kerjakanlah dengan telentang!”
d.    Struktur Tubuh dan Fisik
e.    Perbedaan Jenis Kelamin
Gerakan-gerakan shalat sangat memperhatikan perbedaan yang ada antara kaum laki-laki dan wanita. Dimana cara pelaksanaan shalat antara laki-laki agak berbeda dengan kaum wanita. Pada posisi ruku seorang laki-laki diperintahkan untuk merenggangkan kedua sikunya dari badan, sedangkan seorang wanita tidak diperintahkan untuk merenggangkan tangannya. Gerakan ini sesuai dengan postur tubuh yang dimiliki oleh seorang wanita, karena adanya dua payudara di daerah dada. Begitu juga posisi sujud, seorang laki-laki diperintahkan untuk melebarkan posisi tangannya sedangkan seorang wanita tidak diperintahkan. Lalu, seorang laki-laki diperintahkan untuk merenggangkan posisi kedua pahanya pada waktu sujud,  sedang wanita tidak. Kaum laki-laki tidak boleh menempelkan perutnya diatas paha sama sekali, sedangkan wanita diperintahkan untuk menempelkan perutnya di atas paha.
f.     Factor-faktor di Luar Kondisi Latihan
Maksudnya, bentuk pekerjaan luar dan kelainan-kelainan yang terjadi akibat melakukan pekerjaan tersebut.
5.    Meningkatkan Jenis Latihan Secara Bertahap
Termasuk hal yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan olahraga adalah tahapan berolahraga. Maksudnya, seseorang harus meningkatkan latihannya secara bertahap menurut peningkatan kualitas kemampuannya dalam periode tertentu. Dimana kualitas kemampuan latihannya itu sangat menentukan apakah ia boloeh menambah jenis latihannya ataukah tidak. Adapun tahapan latihannya dinaikkan secara bertahap. Akan menjadi lebih baik jika dinaikkan setahap demi setahap yang dilakukan secara terus menerus.
Shalat dan Tahapan Peningkatan Kualitas dalam Berolahraga
a.    Kumpulan Sistem Otot Siku (Tangan)
Terjadi peningkatan secara bertahap pada system otot siku ketika seseorang melakukan shalat. Tahapan ini mulai terjadi pada sat memulai shalat, yaitu ketika seorang pelaksana shalat melakukan takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan dalam keadaan rata, lalu diikuti dengan peletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada pada saat membaca surah al-Fatihah,dst.
b.    Kumpulan Sistem Otot Kaki
Bila kita memperhatikan gerakan shalat, terdapat serangkaian posisi dalam shalat, dimulai dari posisi berdiri untuk membaca surah al-Fatihah, dimana system otot kaki hanya bekerja sedikit saja pada saat dilakukannya posisi berdiri tersebut, terlebih lagi karena persendian lutut menjulur secara sempurna. Adapun posisi ruku, terjadi penarikan pada otot kaki bagian depan, sedangkan otot kaki bagian belakang dijulurkan,  dst.
c.     Kumpulan Sistem Otot Punggung dan Sistem Otot Perut
Dua kumpulan system otot ini selalu sama-sama dalam bekerja. Maksudnya, ketika salah satu dari kumpulan system otot tersebut ditarik maka kumpulan system otot lainnya akan menjulur. Begitu seterusnya, dua kumpulan system otot ini bekerja secara berpasangan. Bila ada gerakan yang dapat menguatkan salah satu kumpulan system otot di atas, maka penguatan itu akan berpengaruh juga terhadap kumpulan system otot yang lain. Adapun  gerakan-gerakan yang secara bertahap dapat meningkatkan kekuatan system otot punggung dan perut adalah gerakan shalat.
d.    Kumpulan Sistem Otot Leher
Sistem otot leher berfungsi  sebagai penggerak leher dan menjaganya agar tetap berada pada posisi normal setelah melakukan gerakan. Adapun pada posisi berdiri ketika melakukan shalat, kerja system otot leher hanya sedikit saja karena ia hanya bertugas menjaga ketegakan kepala pada garis keseimbangan dua bahu agar tidak condong pada salah satu arah.
e.    Kumpulan Sistem Otot dan Ligamentum Telapak Kaki

Berat badan yang harus ditahan oleh system otot dan ligamentum telapak kaki juga mengalaki tahapan pada saat melakukan gerakan shalat. Seorang yang meneliti gerakan shalat akan mendapati bahwa posisi berdiri ketika mamulai shalat hanya sedikit saja memberi beban terhadap system otot dan ligamentum telapak kaki. Namun, beban akan semakin bertambah ketika sudah dilakukan ruku, karena tekanan terhadap jemari kaki akan bertambah ketika kaki harus menyeimbangkan kecondongan badan ke arah depan. 

Rabu, 09 Juli 2014

Bentuk-Bentuk Mukjizat dari Pengucapan Salam

Bentuk-Bentuk Mukjizat dari Pengucapan Salam

Gerakan mengucapkan salam adalah sebuah gerakan yang dilakukan oleh seorang pelaksana shalat dengan memutar kepalanya kea rah kanan sekali dan kiri sekali. Adapun adanya pengulangan kata “sampai terlihat pipi beliau”  dalam hadits Ibnu Mas’ud dan Aamir bin Sa’ad menunjukkan adanya sikap lebih yang dilakukan oleh Rasulullah saw, ketika memutar kepala ke dua arah; kanan dan kiri. Tasliim  (mengucapkan salam) merupakan gerakan penutup dari serangkaian gerakan shalat. Dari sini, mungkin  akan timbul pertanyaan seperti biasanya, mengapa sampai terjadi sikap “lebih” pada saat memutar kepala kea rah kanan dan kiri (pada waktu tasliim) itu? Kita telah sebutkan sebelumnya tentang posisi sujud dan bentuk-bentuk mukjizat yang terkandung di dalamnya, yaitu seorang pelaksana shalat pada waktu sujud, ia akan bertumpu di atas kening sehingga posisinya ini dapat menguatkan otot leher pada dua sisinya, kanan dan kiri.  Kemudian, dengan adanya gerakan tasliim  (menoleh ke kanan dan kiri) setelah melakukan sujud dapat membuat otot leher itu ekstensi sehingga persendian leher itu menjadi lebih lentur. Sedangakan menggerakkan kekpala hingga terlihat pipi, seperti yang dilakukan Rasulullah saw, pada waktu mengucapkan salam, merupakan usaha semaksimal mungkin dalam menggerakkan kepala. Itu artinya, gerakan menoleh tersebut dapat menambah kelenturan otot leher dengan membuatnya lebih ekstensi. Detailnya, pada saat kepala digerakkan ke kanan maka akan terjadi pemanjangan pada otot leher bagian kiri, sedangkan otot leher bagian kanan akan menguat karena ia ditarik kuat. Kemudian, pada saat kepala digerakkan ke kiri maka giliran otot leher bagian kanan yang akan ekstensi sedangkan otot leher bagian kiri akan menguat.
Sebenarnya, ada sekumpulan system otot yang menghubungkan antara tulang dada dan tulang pinggul. System otot tersebut pada waktu fleksi dapat mendekatkan posisi kepala dengan kaki (aduksi). Dengan kata lain, otot itu mampu mendekatkan tulang dada dengan tulang pinggul. Sedangkan posisi sujud dapat melatih kekuatan system otot tersebut. Kumpulan system otot ini merupakan otot utama yang ada di daerah sekitar perut. Kemudian, adapula system otot lainnya yang bersambung dengan tulang pinggul, yaitu otot pangkal paha kanan bagian depan yang bersambung dengan tulang rusuk sebelah kiri yang ada di dada. Dikuatkan lagi dengan adanya system otot lainnya yang berasal dari tulang rusuk sebelah kiri mengarah pada sisi lainnya menuju  pangkal paha bagian kanan, sehingga dua system otot itu saling bersatu satu sama lainnya. Kemudian, dua system otot yang sudah menyatu itu akan bergabung dengan system otot utama yang ada di antara tulang dada dan tulang pinggul. Berikutnya, pada waktu kumpulan system-sistem otot inin bisa kita beri nama dengan kumpulan 1. Karena, ada juga kumpulan system-sistem otot lainnya yang saling menyambung juga dan berada pada sisi lain. Kumpulan system otot tersebut berfungsi untuk mendekatkan bahu sebelah kanan dengan paha sebelah kiri. Kita beri nama kumpulan system otot dengan kumpulan 2. Kemudian, dua kumpulan system otot tersebut dapat bertambah kekuatannya pada waktu seseorang melakukan sujud. Selanjutnya, ketika seorang pelaksana shalat mengucapkan salam dan menoleh ke sebelah kanan, pada saat itu terjadi penyusutan (flesksi) pada kumpulan system otot 1 dan diikuti dengan pemanjangan (ekstensi) kumpulan 2. Kemudian, pada waktu seorang pelaksana shalat menoleh ke sebelah kiri maka giliran kelompok 2 yang mengalami fleksi sedangkan kumpulan 1 akan terekstensi. Dengan begitu, gerakan salam dapat meningkatkan kekuatan dan melenturkan dua kelompok system otot tersebut secara bergantian dan sesuai dengan kerja keras yang telah dilakukan oleh kedua kelompok system otot tersebut. Namun pelatihan kekuatan dan kelenturan terhadap dua kumpulan system otot tersebut masih terbilang kurang bila dibandingkan dengan tuntutan aktivitas hidup yang sangat besar kepada keduanya. Berikutnya, dari hadits Jabir bin Samrah bahwa Rasulullah saw, bersabda, “Untuk apa kalian memberi tanda dengan tangan kalian karena hanya seperti ekor kuda saja.” Dari teks hadits ini, timbul pertanyaan baru, mengapa Rasulullah saw, melarang untuk mengangkat tangan pada waktu mengucapkan salam? Mengapa beliau mencela tindakan mengangkat tangan dengan kata-kata “seperti ekor kuda saja”? 
Perlu diketahui, mengangkat tangan pada waktu mengucapkan salam dapat membuat gerakan menoleh itu berpusat di dada dan badan dengan diikuti pula gerakan menoleh dengan kepala. Dengan begitu, gerakan menoleh dengan kepala akan terkurangi darena kedua tangan berada di atas dada sehingga akan mengurangi pula kelenturan otot leher. Pada akhirnya, kelenturan yang dibutuhkan oleh otot leher tidak akan dihasilkan dan tidak dapat mengimbangi unsur kekuatannya pada waktu sujud. Karena itulah, meletakkan tangan di atas paha pada waktu mengucapkan salam dapat memberi kesempatan agar kepala dapat berputar dengan maksimal dan otot leher dapat mencapai batas seperti apa yang digambarkan dalam hadits “sampai terlihat pipi beliau”. Keadaan tersebut akan menambah kelenturan sisitem otot dan persendian leher itu sendiri. Sedangkan bila terjadi pemanjangan system otot setelah ia bertambah kuat pada waktu sujud maka akan menghasilkan sesuatu yang sangat sulit dicapai oleh latihan olahraga sekalipun, yaitu kekuatan dan kelenturan.