Kamis, 26 Juni 2014

Berdiri Dari Ruku Tanpa Di Dasari Niat

Berdiri Dari Ruku Tanpa Di Dasari Niat

Posisi I’tidal (berdiri tegak) menjadi gerakan berikutnya bagi seorang pelaksana shalat ketika mengangkat badannya setelah ruku, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah saw, kepada orang yang terburu-buru dalam melakukan shalatnya, “Berdirilah, sampai kamu betul-betul merasa nyaman (ithmi’naan) dengan diri kamu itu.” Posisi I’tidal yang ideal adalah ketika tubuh kembali pada posisinya semula saat sebelum ruku. Ulama berpendapat, “Seorang pelaksana shalat jangan sampai berniat ketika bangun dari ruku untuk tidak niat I’tidal (tidak sengaja), seperti ketika ia melihat ular pada saat ruku sehingga ia segera bangun dari rukunya karena takut kepada ular tersebut. Lantas, gerakan bangunnya dari ruku yang seperti ini tidak akan dianggap sebagai gerakan sah dalam shalat.” Artinya, seorang pelakasana shalat harus bangun dari ruku dengan senyaman mungkin (thuma’ninah). Seperti yang telah kita ketahui, seorang pelaksana shalat pada waktu ruku, badannya membentuk posisi horizontal (tertekuk) dengan begitu, aliran darah si pelaksana shalat yang ada di daerah badan tidak akan terpengaruh dengan daya tarik gravitasi bumi. Dalam posisi tersebut, aliran darah dari jantung akan terpompa kea rah otak sehingga jumlah darah yang mengalir ke otak menjadi lebih besar. Disamping itu, otot bagian belakang kedua betis sepenuhnya akan terjulur (ekstensi), lalu otot itu akan segera diisi oleh aliran darah dalam kadar yang cukup banyak. Kemudian, ketika pelaksana  shalat berdiri setelah selesai melakukan ruku dan hendak sujud, otot kedua betis akan tertari (fleksi) kembali sehingga darah yang ada di dalamnya akan mengalir kembali ke jantung dengan cepat. Adanya penarikan (fleksi) dan pemanjangan (ekstensi) system otot ini membuat aliran darah berputar, yaitu ketika otot mengalami ekstensi maka ia akan dipenuhi dengan aliran darah, namun  ketika otot itu ditarik (fleksi) maka aliran darah akan ikut menyusut.
Selanjutnya, ketika pelaksana shalat melakukan gerakan untuk sujud, otot kedua kaki akan memaksa aliran darah mengalir menuju jantung. Lalu, pada saat sujud, darah akan menetap sebentar di kepala sedang sejumlah besar aliran darah akan terus mengalir deras kea rah kepala dan otak akibat adanya pompa jantung terhadap aliran darah menuju atas dan daerah inersia pada saat seorang pelaksana shalaht dalam posisi sujud. Namun, jika seorang pelaksana shalat tidak berniat dengan sengaja untuk bangun dari ruku maka tentu saja ia tidak akan berniat untuk berdiri tegak  (I’tidal). Gerakan ini (tanpa diniati) tidak mungkin akan terjadi kecuali jika ada hal-hal yang menakutkan bagi seorang pelaksana shalat. Sedangkan rasa takut dan kaget baru muncul setelah sampainya sinyal-sinyal yang dikirim  oleh urat saraf lewat saraf  nervus ulnaris otak, saraf simpatik, yaitu urat-urat saraf yang merespon hal-hal yang tidak diinginkan dari tubuh. Kemudian, saraf nervus ulnaris otak akan mengirimkan sinyal kaget dan takut itu kepada cairan kelenjar yang ada di atas ginjal pada saat munculnya rasa takut dengan mengeluarkan hormone adrenalin atau cairan adrenalin. Hormone ini muncul akibat adanya kontraksi pada pembuluh darah dengan bagian dalam perut hingga meluaskan pembuluh darah yang ada di hati, ginjal, dan system-sistem otot yang memproduksi gerakan. Di samping itu, hormone adrenalin juga dapat menambah tekanan aliran darah yang menuju otak, menambah detakan jantung, dan tekanan untuk buang air kecil. Karena itulah, bila seorang pelaksana shalat tidak berniat untuk bangun dari ruku, tetapi ia bangun karena kaget, maka akan muncul kekuatan lain yang dapat mempengaruhi  aliran darah, yaitu hormone adrenalin. Pengaruhnya tidak akan berhenti dengan cepat meskipun sebab rasa takut dan kaget itu telah hilang. Selanjutnya, ketika pelaksana shalat itu bersujud (setelah kaget atau takut), di dalam tubuhnya akan terdapat tiga kekuatan yang mendorong aliran darah menuju otak.
Bagi seorang yang dalam keadaan normal (sehat), munculnya tiga kekuatan ini secara bersamaan tidak akan melukai dirinya sama sekali, khususnya para olahragawan. Lain halnya bagi orang-orang yang memiliki tekanan darah tinggi, adanya tiga kekuatan pendorong aliran darah ini dapat menimbulkan sakit kepala akibat meningkatnya tekanan darah. Tidak jarang pula dapat menimbulkan rasa nyeri yang amat sangat akibat mengalirnya darah dalam jumlah besar menuju otak dengan tekanan yang cukup tinggi. Bahkan, keadaan tersebut dapat menyebabkan pecahnya beberapa pembuluh darah kapiler pada jaringan mata ataupun pembuluh darah kapiler yang ada di otak. Adapun salah satu efek dari hormone adrenalin terhadap pembuluh nadi, ia dapat menyempitkan jalur pembuluh tersebut  sehingga tekanan darah akan bertambah. Sedangkan kondisi ini, akan semakin menambah jumlah tekanan darah pada orang-orang yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi sehingga dapat menyebabkan pecahnya beberapa pembuluh kapiler yang ada di jaringan mata dan otak. Dengan begitu, si penderitanya akan mengalami sakit kepala yang akut dan tidak jarang, peningkatan tekanan darah dapat membawa penderitanya mengalami pingsan sebagai reaksi spontan dari terjadinya peningkatan tekanan darah yang teramat tinggi. Karena inilah, ulama melarang pelaksana shalat untuk berdiri dari ruku dengan tiba-tiba (kaget) dan tidak menganggapnya sebagai bagian dari gerakan shalat. Mungkin saja, seorang muslim ketika melakukan shalat dapat mengeluarkan cairan kelenjar di atas ginjal berupa hormone adrenalin karena meningkatnya rasa tunduk dan takutnya kepada Allah SWT, sebagaimana yang digambarkan oleh Allah SWT tentang sifat orang-orang mukmin, Firman Allah SWT, yang artinya, “…..ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka…” (al-Anfaal: 2).
Andai saja keluarnya hormone adrenalin pada tubuh seorang pelaksana shalat itu karena adanya rasa takut dan tunduk kepada Allah SWT dan membayangkan surge dan neraka. Namun sayangnya, kebanyakan munculnya hormone adrenalin dari pelaksana shalat karena ia bangun secara tiba-tiba dari rukunya dengan tidak didasari niat apa-apa (tidak sengaja). Akan tetapi, akibat adanya rasa takut dan kaget yang muncul setelah melihat ular atau hal-hal yang menakutkan lainnya sehingga menyebabkan keluarnya hormone adrenalin. Setelah itu, detakan jantungnya akan bertambah kencang sehingga memicu bertambahnya jumlah darah di otak dapat memudahkan seseorang mengalami rasa sakit, khususnya para penderita tekanan darah tinggi. Karena itulah, Rasulullah saw memerintahkan orang yang selalu terburu-buru dalam shalatnya untuk bangun dari ruku dengan santai sampai ia betul-betul berdiri (I’tidal) dengan tegak. Dari pemaparan ini, kita baru mengetahui hikmah di balik perintah Rasulullah saw, yang memerintahkan umatnya untuk tenang ketika bangun dan duduk di antara gerakan shalat. Secara otomatis pula, terlihat kekuasaan Allah, Sang Maha Pencipta dan Kuasa yang telah mengetahui dengan baik bentuk tubuh manusia dan hal-hal yang dapat memberi manfaat dan mudharat untuk tubuh mereka.

Oleh karena itu, hendaknya pelaksana shalat yang bangun dari ruku tanpa sengaja agar ia kembali ke posisi rukunya lagi sampai ia betul-betul merasa nyaman (ithmi’naan). Baru setelah itu, ia bangun lagi dari ruku dengan disertai niat untuk berdiri, meskipun pengulangan ruku yang ia lakukan hanya sebentar saja agar ia memberikan kesempatan kepada jantung untuk meredakan detakannya hingga mendekati batas normal dan tekanan darahnya dapat berkurang akibat adanya rasa takut yang memunculkan hormone adrenalin. Akhirnya, sangat wajar sekali bila kembali ke posisi ruku setelah bangun secara tiba-tiba (karena kaget atau takut) itu lebih baik dari pada meneruskan gerakan shalat dengan bersujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar