Rabu, 25 Juni 2014

Bentuk-Bentuk Mukjizat Dari Ruku

Bentuk-Bentuk Mukjizat Dari Ruku

Literatur hadits banyak yang menggabungkan antara pentingnya ruku dan shalat itu sendiri. Seseorang bila masih bisa melakukan ruku (bila tertinggal waktu ataupun jamaah) maka ia dianggap telah melakukan satu rakaat. Juga, shalat biasa diberi nama tergantung banyaknya bilangan rakaat (ruku) dalam shalat tersebut. Dari sini muncul pertannyaan, kenapa ruku dianggap sangat penting

dalam ritual shalat? Karena itu, sudah tentu ruku lebih banyak  mengandung manfaat dan mukjizat dibandingkan gerakan-gerakan lainnya dalam shalat. Seorang pelaksana shalat agar bisa melaku-kan ruku, ia harus bisa menekuk otot bagian depan tubuh dan diikuti dengan perenggangan  secara bertahap otot bagian bela-kang tubuh.
Dengan kata lain, otot dada, perut, dan otot depan kedua kaki harus ditekuk, lalu diikuti dengan perenggangan otot punggung, otot belakang kedua kaki , dan otot bokong (pantat). Kemudian, adanya bobot tubuh yang relatif besar maka system otot-otot bagian belakang tubuh akan berupaya dengan maksimal untuk menjaga kestabilan posisi tubuh ketika ruku. Beberapa hadits sebelumnya menyebutkan bahwa seorang laki-laki harus menjauhkan kedua sikunya dari badan. Artinya, agar kedua siku itu bisa menjauh dari bagian tubuh tentulah keduanya tidak dalam posisi menjulur ataupun tegak lurus, yaitu ia agak melipat (fleksi) kedua sikunya. Pada posisi terlipatnya dua siku, otot keduanya harus lebih bekerja keras dibandingkan ketika keduanya berada dalam posisi tegak lurus, karena kedua siku harus mampu menahan bobot berat badan pada saat melakukan ruku dan juga pada saat menjaga kelurusan punggung.
Hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib sebelumnya menegaskan bahwa punggung seorang pelaksana shalat itu harus lurus sebagaimana yang terdapat dalam teks hadits yang berbunyi , “Jika diletakkan tempat air di atas punggung maka tempat air itu tidak akan jatuh, “ artinya tidak tumpah sama sekali. Demi terciptanya ruku yang benar, pelaksana shalat harus mencondongkan sedikit kedua kakinya ke arah belakang agar dapat memindahkan pusat berat badan ke dalam tiang penyangga. Posisi kecondongan (sedikit) kedua kaki ini menyebabkan terjadinya tarikan besar di system otot bagian belakang kedua kaki sehingga otot akan lebih memanjang. Pemanjangan yang terjadi pada otot sangat bermanfaat bila sampai terjadi lekukan beruntun yang dialami oleh otot belakang kedua kaki pada saat berjalan ataupun berlari. Sedangkan otot belakang kaki tidak akan dapat ekstensi secara memadai kecuali jika dilakukan gerakan ruku ataupun gerakan semisalnya. Di samping itu, adanya pemanjangan otot belakang kaki akan menambah kemampuannya dalam menekuk sehingga seseorang akan dapat berjalan ataupun berlari dengan lincah.
Pemanjangan otot belakang kaki juga akan menambah kelenturan tubuh, karena salah satu unsur olahraga adalah mengetahui sejauh mana kemampuan gerak persendian tertentu ataupun kerja sama kumpulan persendian. Dengan begitu, adanya ekstensi otot belakang kaki akan menambah kemampuan gerak seseorang ketika ia melipat badan ke depan, sedangkan dilakukannya posisi (ruku) sama saja seseorang sedang melatih peningkatan kelenturan tubuhnya. Sedangkan bila terjadi penyusutan (fleksi) pada otot belakang kaki akan menyebabkan condongnya (bungkuk) tulang pinggul kea rah depan sehingga dapat menyebabkan bertambahnya lengkungan daerah rawan. Berikutnya, dengan semakin bertambahnya lengkungan daerah rawan akan diikuti pula meningkatnya tekanan terhadap saraf nutrisi di daerah belakang kaki yang lebih dikenal dengan otot pangkal paha (encok). Di samping itu, akan bertambah pula tekanan terhadap sisi luar persendian tulang rawan dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan tulang rawan  (rematik). Sedangkan bila kaki condong sedikit ke belakang dan badan terlipat ke depan dengan posisi lurus tegak akan dapat mengurangi sudut lengkungan tulang pinggul dari posisi tulang belakang. Adapun usaha agar punggung tetap berada pada posisi lurus tegak membuat otot punggung harus bekerja keras ketika menyeimbangkan bobot badam. Kemudian, pada saat otot ini tidak difungsikan lagi, ia akan tetap dapat bekerja dengan baik untuk mencegah bertambahnya cekungan di daerah rawan.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa posisi ruku itu dapat membuat otot belakang kaki lebih berfungsi sehingga mampu menambah kelenturan persendian-persendian kaki, di samping juga dapat menguatkan otot punggung dan perut sebagai reaksi alami dari usaha yang diberikan oleh otot-otot tersebut ketika menjaga kestabilan posisi tubuh pada saat melakukan ruku. Posisi ruku juga menguatkan otot kedua siku karena telah membuatnya ikut membantu menahan bobot badan pada saat ruku. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Mus’ab bin Sa’ad, ia berkata, “Aku pernah melakukan shalat di samping ayahku, lalu aku merapatkan telapak tanganku dan meletakkannya di paha. Tetapi kemudian, ayahku melarang tindakanku itu seraya berkata, “Dulu , kami juga pernah melakukan hal yang sama (seperti yang kamu lakukan, tetapi Rasulullah saw melarangnya) dan memerintahkan kami agar meletakkan tangan di lutut.”
Mengapa Rasulullah saw, memerintahkan umatnya agar meletakkan kedua tangan di lutut pada waktu ruku?, lalu beliau melarang umatnya untuk meltakkan kedua tangan di paha? Lantas, apa yang akan terjadi bila seseorang meletakkan kedua tangannya di paha?
Jawabannya, pertama; bila seseorang meletakkan kedua tangannya di antara kedua paha maka akan menyebabkan bergesernya dua pundak dan efeknya, punggungnya akan menjadi bungkuk. Hal itu disebabkan karena posisi kedua tangan yang berada di antara kedua paha tidak akan membuat punggung menjadi rata, malah hal itu akan membuat rongga dada menjadi sempit sehingga menyulitkan proses pernapasan dan mengurangi kemampuan difragma (sirkulasi kerja paru-paru) yang normal. Kemudian, bila sampai terjadi pengurangan kemampuan diafragma maka akan mengurangi kadar oksigen yang terkandung dalam tubuh, lalu produksi hemoglobin darah akan ikut berkurang, yang  pada akhirnya, darah penyuplai nutrisi ke sel-sel dan system otot akan berkurang juga. Setelah itu, bila tubuh kekurangan suplai nutrisi dan protein maka akan mengurangi kamampuan dan kecepatan tubuh dalam menyingkirkan bahan-bahan sisa metabolism. Namun, bila kekurangan suplai nutrisi dan protein itu dialami oleh otak maka kondisi tersebut akan mengurangi kecepatan pengangkutan zat-zat sisa metabolism  di sel otak sehingga penderitanya akan merasa cepat stress dan ototnya cepat lemas hanya dalam waktu yang relative cepat.
Kedua;  seorang pelaksana sholat bila meletakkan kedua tangannya di antara kedua paha maka ia harus menarik salah satu kakinya mendekat dengan kedua paha agar bisa dicapai oleh telapak tangannya. Sedangkan penarikan salah satu kaki ini tidak membuat jarak antara kedua kaki selebar dua tumit sehingga menyebabkan tidak adanya keseimbangan pada tubuh dan membuat orang yang melakukannya akan sempoyongan/ tidak seimbang, sama sekali tidak dapat membuat seseorang merasa khusyu dan nyaman di hadapan Allah SWT.
Adapun cara lainnya untuk merapatkan kedua paha sehingga dapat dicapai oleh telapak tangan adalah dengan cara mendekatkan kedua lutut tanpa memindahkan posisi kedua kaki. Posisi seperti ini membuat sebagian besar bobot tubuh hanya berada di sisi dalam kedua kaki sehingga dapat menyebabkan turunnya cekungan telapak kaki, kelainan ini lebih dikenal dengan ratanya telapak kaki (flat foot).
Adapun meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan cara yang disebutkan  oleh hadits-hadits, yaitu merenggangkan jemari tangan di atas lutut dan membiarkannya menjulur di atas betis, akan menjamin posisi kedua lutut tetap terjulur tegak dan tidak menyebabkan terjadinya penyempitan pada system otot belakang kaki ketika seorang pelaksana shalat melakukan ruku. Juga, perenggangan jemari tangan di atas lutut membantu tempurung lutut agar tetap berada di tempatnya yang benar. Berbeda halnya dengan apa yang dilakukan oleh beberapa orang yang mencengkeram lututnya, posisi ibu jarinya mengarah kea rah luar dan sisa jarinya yang lain mengarah kea rah yang lain lagi. Posisi seperti ini menyebabkan terjadinya penekanan terhadap ujung  atas tempurung lutut sehingga membuat tempurung lutut tidak berada di tempatnya yang benar. Mengapa bisa terjadi perbedaan pada cara meletakkan kedua siku antara kaum lelaki dan perempuan?
Menurut ilmu anatomi tubuh manusia, di daerah pundak itu terdapat tulang berbentuk segitiga yang dasarnya menghujam ke atas sedangkan ujungnya menancap ke bawah. Tulang ini berada di belakang pundak (bawah) dan lebih dikenal dengan tulang belikat. Tulang ini membatasi gerak punggung ketika ia berputar ataupun tegak lurus. Kemudian, ketika seseorang mengangkat kedua sikunya sejajar dengan kedua bahun dan agak ditekan sedikit kearah  belakang maka akan terjadi dorongan dari sisi luar tulang (tulang luar belikat). Kepada tulang belikat untuk mengarah ke depan dan akhirnya membuat punggung itu menjadi lurus dan kedua pundak tidak berputar. Namun, ketika kedua siku diangkat tinggi-tinggi sehingga posisinya berada di atas daun telinga, lalu agak ditekan sedikit ke belakang maka posisi seperti ini dapat mendorong dasar tulang belikat lebih ke belakang sehingga menyebabkan ujung tulang belikat terdorong ke depan, dan keadaan seperti ini dapat menyembuhkan kelainan kebungkukan pada pundak yang mengarah ke depan.
Adapun perenggangan dua siku (menjauh dari badan) yang dilakukan oleh kaum lelaki pada saat mereka melakukan ruku dapat mendorong dasar dan sisi luar tulang belikat lebih ke belakang. Posisi ini dapat menyembuhkan dua pundak yang mengalami pergeseran dan punggung yang bungkuk secara bersama dalam satu waktu. Dengan begitu, punggung dapat kembali lurus dan dua pundak kembali ke posisinya semula. Disamping itu, gerakan perenggangan dua siku dapat membuat dada bertambah luas sehingga kemampuan diafragma (sirkulasi paru-paru) juga akan ikut bertambah besar. Selanjutnya, bertambahnya proses diafragma dapat membantu tubuh lebih cepat sehingga dapat menunda timbulnya perasaan lelah pada system otot. Bagi kaum perempuan, yaitu adanya dua payudara di daerah dada membuat mereka jarang mengalami pergeseran bahu. Karena itu, adanya dua payudara di dada wanita dapat menjaga kelursan punggung, tetapi adanya payudara itu tetap tidak dapat melindungi mereka (wanita) dari terjadinya kebungkukan. Sebab itulah, ketika kaum perempuan merapatkan kedua siku mereka ke badan pada saat melakukan ruku maka posisi ini dapat mendorong kedua bahu unutk lebih ke atas mengarah ke kepala ataupun kea rah belakang, sehingga dapat mencegah terjadinya kebungkukan pada tubuh mereka ataupun bergesernya dua bahu kea rah depan dan akhirnya punggung akan kembali lurus. Dari sini jelas alas an mengapa terjadinya perbedaan cara meletakkan dua siku antara lelaki dan perempuan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Namun, meskipun terjadi perbedaan cara peletakkan kedua siku antara kaum lelaki dan perempuan, tetap saja kedua cara tersebut dapat mencegah tubuh dari mengalami kelainan pergeseran dua bahu dan kebungkukan. Ataupun, kedua kelainan ini akan segera dapat disembuhkan bila memang diderita oleh pelaksana shalat (laki-laki atau perempuan).
Tinjauan Fisiologis
Menurut ahli fisiologi, posisi ruku, lurusnya punggung dan sejajarnya kepala dengan bokong pada waktu ruku, menyebabkan gerakan darah dalam tubuh itu berada di bawah dua kekuatan besar; kekuatan atas, yaitu daya pompa jantung pada darah dan kekuatan bawah, yaitu daya gravitasi bumi (daya tarik bumi terhadap darah). Di samping itu, penarikan (fleksi)system otot pada dua bagian bawah (paha dan betis) memaksa aliran darah untuk mengambil jalan atas menuju jantung. Itulah daerah-daerah yang dapat mempengaruhi peredaran darah. Dalam posisi ruku, punggung akan berada sama rata dengan tanah dan posisi ini dapat menghilangkan pengaruh kekuatan gravitasi bumi terhadap darah di daerah dada dan kepala. Sehingga kemampuan daya pompa jantung pada darah hanya mengarah ke kepala tanpa dipengaruhi oleh daya gravitasi yang dapat mengurangi kekuatan daya pompa jantung. Karena itulah, kadar darah di kepala akan bertambah besar dan dapat berefek pada hal berikut;
1.         Bertambahnya jumlah darah yang menyuplai nutrisi untuk sel-sel di otak sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuan otak dalam bekerja sebagai hasil dari melimpahnya jumlah hemoglobin darah yang bersih dan penuh protein.
2.         Melimpahnya jumlah darah di otak berarti akan menambah jumlah darah yang akan kembali ke jantung dan paru-paru. Dengan begitu, semakin bertambah pula kemampuan dalam mengangkut zat-zat sisa metabolism dari sel yang ada di otak dan pada akhirnya dapat memperbaharui kerja otak dan dapat menunda stress.
3.         Bertambahnya jumlah darah yang mengalir ke otak dapat membantu menyembuhkan sakit kepala akibat terlalu banyaknya berpikir dan menumpuknya sisa-sisa metabolism dalam tubuh.
4.         Bertambahnya jumlah darah yang mengalir ke otak dapat menyebabkan otak menjadi lebih segar sebagai hasil dari bertambahnya jumlah oksigen dan nutrisi, serta bertambahnya kemampuan mengangkut zat-zat sisa metabolism dari sel yang ada di otak. Disamping itu, melimpahnya jumlah darah di otak dapat membantu menyembuhkan sakit kepala yang disebabkan tekanan darah rendah dan sakit kepala akibat kekurangan kadar oksigen di otak yang dapat membuat otak tidak mampu untuk membakar protein yang ada dan juga memproduksi energy yang cukup untuk berpikir.
Kemudian, posisi ruku dapat menyembuhkan—akibat melimpahnya suplai darah di otak – sakit kepala yang disebabkan dari penyakit hati dan lemah hati.
Disamping itu, melimpahnya suplai darah di kepala pada saat melakukan ruku dapat memperbaiki kemampuan memandang dan daya penglihatan, khususnya bagi mereka yang mengidap penyakit hati dan tekanan darah rendah. Biasanya kemampuan pandangan mata sangat dipengaruhi oleh penyakit tekanan darah rendah. Bahkan tidak jarang, pandangan mata yang tidak jelas muncul akibat kurangnya suplai darah kea rah mata. Selanjutnya, daya grafitasi bumi dapat mempengaruhi peredaran darah di daerah paha dan betis pada saat seseorang melakukan ruku. Di samping, posisi tersebut dapat melonggarkan otot kaki. Dengan begitu urat saraf dan pembuluh darah yang ada pada system otot kaki akan dipenuhi dengan suplai darah. Setelah seorang pelaksana shalat selesai melakukan ruku, ia di minta untuk berdiri dulu sebentar, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul saw, kepada orang yang tergesa-gesa dalam melakukan shalatnya, “Rukulah sampai kamu merasa nyaman (ithmi’naan) dengan rukumu,  setelah itu, berdirilah (bangun dari ruku) sampai kamu merasa nyaman (ithmi’naan) dengan berdirimu (I’tidal).” Setelah bangun dari ruku, seorang pelaksana shalat diperintahkan untuk segera sujud, maka pada saat ingin sujud, system otot kedua kaki akan kembali terlipat (fleksi) dan darah yang ada di kedua kaki akan naik lagi ke jantung dengan berada di bawah pengaruh dua kekuatan. Pertama, kekuatan dorongan otot terhadap darah akibat dilipatnya kaki dengan cepat pada saat ingin sujud. Kedua, kekuatan inersia (ketidaksanggupan untuk bergerak cepat secara spontan) yang masih menyimpan darah akibat berdiri diam (I’tidal) dalam beberapa waktu kemudian dipaksa untuk segera bergerak ke bawah (sujud). Karena itulah, posisi ruku dan diikuti gerakan sujud  dapat menyembuhkan penyakit pembengkakan pada betis (varises). Penyakit ini dapat terlihat berupa garis-garis biru yang menonjol di betis akibat menetapnya sejumlah darah di dalam urat dan tidak mengalir, karena jantung tidak mampu menyedotnya ataupun lemahnya katup urat saraf yang ada di daerah betis. Dengan begitu, jumlah darah yang ada di dalam urat betis akan bertumpuk sehingga menyebabkan munculnya cabang-cabang baru urat yang berwarna biru di daerah betis. Biasanya, pembengkakan betis banyak terjadi pada orang-orang yang harus berdiri lama ketika bekerja, seperti tentara kaveleri, tukang cukur, dan lain-lain. Kelainan-kelainan di atas tidak akan dialami oleh seorang pelaksana shalat bila ia melakukan rukunya dengan nyaman seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. Dalam sabdanya, yang artinya; ketika mengarahkan orang yang selalu terburu-buru dalam shalatnya, “Rukulah hingga kamu merasa nyaman dengan rukumu (ithmi’naan)”.
Dalam hadits lain, Rasulullah saw, sering kali melakukan ruku dalam waktu yang relative lama. Seperti hadits yang diriwayatkan dari Ali r.a, “Nabi saw, ketika ruku beliau biasanya mengucapkan; “Ya Allah, hanya untuk Mu aku ruku, hanya kepada Mu aku beriman dan menyerahkan diriku. Engkaulah satu-satunya Tuhanku! Pendengaranku, penglihatanku, pikiranku, dan tulangku tunduk semuanya kepada Mu. Aku menyerahkan pengaturan mereka semuanya hanya kepada Allah, Tuhan semesta alam”.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a, “Rasulullah saw, pada saat ruku dan sujud biasa mengucapkan, Subuuhu qudduusu rabbul malaa ikati warruuh”.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Auf bin Malik al-Asyjaa’iy, ia berkata, “Suatu hari, aku pernah ikut shalat malam bersama Rasulullah saw, lalu beliau membaca surah al-Baqarah sampai ayat sekian. Kemudian, pada saat ruku beliau membaca, “Subhaanallahi dziil habaruut; wal malakuuti wal kibriyaa iy wal ‘adhomah).”
Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw, sering kali pada waktu ruku dan sujudnya membaca, “Subhaanakallahumma rabbana wa bihamdikallahummagh firliy yatawwal.”
Diriwayatkan dari ibnu Juraij, ia berkata, “Athaa pernah ditanya, ‘Biasanya, kamu mengucapkan apa pada waktu ruku? Ia menjawab, ‘Biasanya pada waktu ruku aku mengucapkan, “Subhaanaka wa bihamdika laa ilaaha illa anta.”
Dari beberapa hadits di atas, kita dapat memahami bahwa waktu ruku itu agak relative panjang, karena diisi dengan membaca tasbih seperti yang diceritakan oleh para sahabat. Pada saat ruku seperti itu, tubuh akan berusaha keras untuk menjaga posisinya agar tetap stabil. Adapun otot tubuh pada waktu ruku akan bekerja lebih keras dibandingkan pada saat berdiri. Dari sinilah, kita akan melihat adanya peningkatan kuantitas kerja yang dilakukan oleh tubuh selama melakukan gerakan-gerakan shalat. Ini artinya, penyeimbangan yang dilakukan oleh system otot tubuh pada waktu shalat  akan terus bertambah dari satu gerakan ke gerakan berikutnya, dan berarti pula terjadinya peningkatan pada unsur kekuatan system otot. Dalam upaya menjaga keseimbangan tubuh pada waktu ruku yang dilakukan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw, meski dilakukan hanya dalam waktu sebentar saja, tetap dapat meningkatkan daya ketahanan system otot dan hal ini merupakan salah satu tujuan berolahraga, yaitu kemampuan otot untuk melakukan aktivitas dalam waktu yang relative lama. Dalam gerakan shalat, terjadi pula peningkatan berat secara bertahap yang harus ditahan oleh system otot antara waktu berdiri ketika shalat dan ruku, lalu gerakan untuk sujud (jongkok) dan sujud. Ringkasnya, posisi ruku ketika shalat dapat meningkatkan kelenturan system otot sebagai reaksi alami dari gerakan condong ke depan, lalu diikuti upaya menjaga kelurusan punggung dan keseimbangannya dalam waktu tertentu. Gerakan tersebut membantu meningkatkan unsur kekuatan system otot, karena otot harus bekerja keras dalam menjaga keseimbangan bobot tubuh agar tidak terjatuh karena daya tarik gravitasi bumi. Kerja keras tersebut bisa menghasilkan keseimbangan kemampuan yang sangat sulit di dapat oleh system otot, yaitu peningkatan unsur kelenturan otot dan unsur ketahanannya sekaligus, tanpa ada yang saling tumpang tindih di antara kuduanya.
Adanya gerakan-gerakan shalat yang sangat bermanfaat seperti itu, seakan-akan Allah SWT ingin memberi pelajaran berharga kepada para pelatih olahraga tentang cara menghasilkan keseimbangan kemampuan yang sangat sulit didapat ketika meningkatkan dua unsur sekaligus, yaitu ketahanan dan kelenturan otot secara langsung dalam satu waktu. Sebagai  Zat Pelatih yang paling agung di muka bumi ini –Allah SWT lebih mulia dari analogi ini –Allah ingin memberikan pelatihan kepada hamba-hamba-Nya lewat gerakan-gerakan shalat. Kemudian, latihan ini dipraktekkan dengan sangat benar oleh Rasulullah saw, lalu beliau mengajarkan lagi latihan tersebut kepada umatnya setelahnya. Allah SWT mengajarkan latihan olahraga yang terkandung dalam gerakan-gerakan shalat tidak bertujuan agar kita dapat memperoleh piala olahraga, sehingga jangan sampai ada orang yang berkata, “Mengapa umat Islam tidak bisa meraih juara satu pada event-event olahraga, padahal mereka rajin melakukan shalat yang bisa dianggap sebagai salah satu latihan rutin olahraga mereka?” Ketahuilah, pelatihan yang Allah siapkan untuk kita tidak bertujuan agar kita bisa meraih juara dalam bidang olahraga. Karena, kemengan sendiri bukanlah tujuan utama dari berolahraga. Akan tetapi, Allah menyiapkan diri kita agar mampu menjalankan misi kita di dunia ini, yaitu ibadah kepada Allah SWT dengan cara menjalankan apa yang diwajibkan oleh Allah kepada kita semua dan juga ibadah-ibadah sunnah lainnya. Allah SWT tidak pernah membebani kita hal-hal lainnya, selain ibadah kepada-Nya. Hal ini tercermin dalam firman-Nya yang artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi –Ku makan.” (adz-Dzaariyaat: 56-57).
Adapun shalat, seperti yang digambarkan oleh Rasulullah saw, yang artinya; “Puncak segala urusan adalah Islam, sedangkan tiangnya adalah shalat, adapun puncak punuknya (keteguhan) adalah jihad di jalan Allah.”

Jadi, shalat adalah tiang agama, siapa yang mendirikan shalat maka ia telah mendirikan agamanya dan siapa yang telah menghancurkannya (melalaikannya) maka ia telah menghancurkan agamanya. Disamping itu, shalat adalah cara penyegaran tubuh yang diberikan dari Allah SWT bagi seorang muslim. Siapa yang rajin melakukannya maka ia akan mampu melakukan ibadah-ibadah lainnya dan siapa yang melalaikannya maka tubuhnya belum tentu segar, sehingga mana mungkin ia dapat melakukan ibadah-ibadah lainnya dengan penuh. Karena itulah, dalam agama, shalat bagaikan tiangnya seperti yang digambarkan oleh Rasulullah saw, diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar