Bentuk-Bentuk Mukjizat Dari Ruku
Literatur hadits banyak yang menggabungkan
antara pentingnya ruku dan shalat itu sendiri. Seseorang bila masih bisa
melakukan ruku (bila tertinggal waktu ataupun jamaah) maka ia dianggap telah
melakukan satu rakaat. Juga, shalat biasa diberi nama tergantung banyaknya
bilangan rakaat (ruku) dalam shalat tersebut. Dari sini muncul pertannyaan,
kenapa ruku dianggap sangat penting
dalam ritual shalat? Karena itu, sudah tentu ruku lebih
banyak mengandung manfaat dan mukjizat
dibandingkan gerakan-gerakan lainnya dalam shalat. Seorang pelaksana shalat
agar bisa melaku-kan ruku, ia harus bisa menekuk otot bagian depan tubuh dan
diikuti dengan perenggangan secara
bertahap otot bagian bela-kang tubuh.
|
Dengan kata lain, otot dada, perut, dan
otot depan kedua kaki harus ditekuk, lalu diikuti dengan perenggangan otot
punggung, otot belakang kedua kaki , dan otot bokong (pantat). Kemudian, adanya
bobot tubuh yang relatif besar maka system otot-otot bagian belakang tubuh akan
berupaya dengan maksimal untuk menjaga kestabilan posisi tubuh ketika ruku.
Beberapa hadits sebelumnya menyebutkan bahwa seorang laki-laki harus menjauhkan
kedua sikunya dari badan. Artinya, agar kedua siku itu bisa menjauh dari bagian
tubuh tentulah keduanya tidak dalam posisi menjulur ataupun tegak lurus, yaitu
ia agak melipat (fleksi) kedua sikunya. Pada posisi terlipatnya dua siku, otot
keduanya harus lebih bekerja keras dibandingkan ketika keduanya berada dalam
posisi tegak lurus, karena kedua siku harus mampu menahan bobot berat badan
pada saat melakukan ruku dan juga pada saat menjaga kelurusan punggung.
Hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib sebelumnya menegaskan bahwa punggung seorang pelaksana shalat itu harus
lurus sebagaimana yang terdapat dalam teks hadits yang berbunyi , “Jika
diletakkan tempat air di atas punggung maka tempat air itu tidak akan jatuh, “
artinya tidak tumpah sama sekali. Demi terciptanya ruku yang benar, pelaksana
shalat harus mencondongkan sedikit kedua kakinya ke arah belakang agar dapat
memindahkan pusat berat badan ke dalam tiang penyangga. Posisi kecondongan
(sedikit) kedua kaki ini menyebabkan terjadinya tarikan besar di system otot
bagian belakang kedua kaki sehingga otot akan lebih memanjang. Pemanjangan yang
terjadi pada otot sangat bermanfaat bila sampai terjadi lekukan beruntun yang
dialami oleh otot belakang kedua kaki pada saat berjalan ataupun berlari.
Sedangkan otot belakang kaki tidak akan dapat ekstensi secara memadai kecuali
jika dilakukan gerakan ruku ataupun gerakan semisalnya. Di samping itu, adanya
pemanjangan otot belakang kaki akan menambah kemampuannya dalam menekuk
sehingga seseorang akan dapat berjalan ataupun berlari dengan lincah.
Pemanjangan otot belakang kaki juga akan
menambah kelenturan tubuh, karena salah satu unsur olahraga adalah mengetahui
sejauh mana kemampuan gerak persendian tertentu ataupun kerja sama kumpulan
persendian. Dengan begitu, adanya ekstensi otot belakang kaki akan menambah
kemampuan gerak seseorang ketika ia melipat badan ke depan, sedangkan
dilakukannya posisi (ruku) sama saja seseorang sedang melatih peningkatan
kelenturan tubuhnya. Sedangkan bila terjadi penyusutan (fleksi) pada otot
belakang kaki akan menyebabkan condongnya (bungkuk) tulang pinggul kea rah
depan sehingga dapat menyebabkan bertambahnya lengkungan daerah rawan.
Berikutnya, dengan semakin bertambahnya lengkungan daerah rawan akan diikuti
pula meningkatnya tekanan terhadap saraf nutrisi di daerah belakang kaki yang
lebih dikenal dengan otot pangkal paha (encok). Di samping itu, akan bertambah
pula tekanan terhadap sisi luar persendian tulang rawan dan akhirnya dapat
menyebabkan kegagalan tulang rawan
(rematik). Sedangkan bila kaki condong sedikit ke
belakang dan badan terlipat ke depan dengan posisi lurus tegak akan dapat
mengurangi sudut lengkungan tulang pinggul dari posisi tulang belakang. Adapun
usaha agar punggung tetap berada pada posisi lurus tegak membuat otot punggung
harus bekerja keras ketika menyeimbangkan bobot badam. Kemudian, pada saat otot
ini tidak difungsikan lagi, ia akan tetap dapat bekerja dengan baik untuk
mencegah bertambahnya cekungan di daerah rawan.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa
posisi ruku itu dapat membuat otot belakang kaki lebih berfungsi sehingga mampu
menambah kelenturan persendian-persendian kaki, di samping juga dapat
menguatkan otot punggung dan perut sebagai reaksi alami dari usaha yang
diberikan oleh otot-otot tersebut ketika menjaga kestabilan posisi tubuh pada
saat melakukan ruku. Posisi ruku juga menguatkan otot kedua siku karena telah
membuatnya ikut membantu menahan bobot badan pada saat ruku. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Mus’ab bin Sa’ad, ia berkata, “Aku pernah melakukan shalat di
samping ayahku, lalu aku merapatkan telapak tanganku dan meletakkannya di paha.
Tetapi kemudian, ayahku melarang tindakanku itu seraya berkata, “Dulu , kami
juga pernah melakukan hal yang sama (seperti yang kamu lakukan, tetapi
Rasulullah saw melarangnya) dan memerintahkan kami agar meletakkan tangan di
lutut.”
Mengapa Rasulullah saw, memerintahkan
umatnya agar meletakkan kedua tangan di lutut pada waktu ruku?, lalu beliau
melarang umatnya untuk meltakkan kedua tangan di paha? Lantas, apa yang akan
terjadi bila seseorang meletakkan kedua tangannya di paha?
Jawabannya, pertama; bila seseorang meletakkan kedua tangannya di antara kedua
paha maka akan menyebabkan bergesernya dua pundak dan efeknya, punggungnya akan
menjadi bungkuk. Hal itu disebabkan karena posisi kedua tangan yang berada di
antara kedua paha tidak akan membuat punggung menjadi rata, malah hal itu akan
membuat rongga dada menjadi sempit sehingga menyulitkan proses pernapasan dan
mengurangi kemampuan difragma (sirkulasi kerja paru-paru) yang normal.
Kemudian, bila sampai terjadi pengurangan kemampuan diafragma maka akan
mengurangi kadar oksigen yang terkandung dalam tubuh, lalu produksi hemoglobin
darah akan ikut berkurang, yang pada
akhirnya, darah penyuplai nutrisi ke sel-sel dan system otot akan berkurang
juga. Setelah itu, bila tubuh kekurangan suplai nutrisi dan protein maka akan
mengurangi kamampuan dan kecepatan tubuh dalam menyingkirkan bahan-bahan sisa
metabolism. Namun, bila kekurangan suplai nutrisi dan protein itu dialami oleh
otak maka kondisi tersebut akan mengurangi kecepatan pengangkutan zat-zat sisa
metabolism di sel otak sehingga
penderitanya akan merasa cepat stress dan ototnya cepat lemas hanya dalam waktu
yang relative cepat.
Kedua; seorang
pelaksana sholat bila meletakkan kedua tangannya di antara kedua paha maka ia
harus menarik salah satu kakinya mendekat dengan kedua paha agar bisa dicapai
oleh telapak tangannya. Sedangkan penarikan salah satu kaki ini tidak membuat
jarak antara kedua kaki selebar dua tumit sehingga menyebabkan tidak adanya
keseimbangan pada tubuh dan membuat orang yang melakukannya akan sempoyongan/
tidak seimbang, sama sekali tidak dapat membuat seseorang merasa khusyu dan
nyaman di hadapan Allah SWT.
Adapun cara lainnya untuk merapatkan kedua
paha sehingga dapat dicapai oleh telapak tangan adalah dengan cara mendekatkan
kedua lutut tanpa memindahkan posisi kedua kaki. Posisi seperti ini membuat
sebagian besar bobot tubuh hanya berada di sisi dalam kedua kaki sehingga dapat
menyebabkan turunnya cekungan telapak kaki, kelainan ini lebih dikenal dengan
ratanya telapak kaki (flat foot).
Adapun meletakkan kedua tangan di atas
lutut dengan cara yang disebutkan oleh
hadits-hadits, yaitu merenggangkan jemari tangan di atas lutut dan
membiarkannya menjulur di atas betis, akan menjamin posisi kedua lutut tetap
terjulur tegak dan tidak menyebabkan terjadinya penyempitan pada system otot
belakang kaki ketika seorang pelaksana shalat melakukan ruku. Juga,
perenggangan jemari tangan di atas lutut membantu tempurung lutut agar tetap
berada di tempatnya yang benar. Berbeda halnya dengan apa yang dilakukan oleh
beberapa orang yang mencengkeram lututnya, posisi ibu jarinya mengarah kea rah
luar dan sisa jarinya yang lain mengarah kea rah yang lain lagi. Posisi seperti
ini menyebabkan terjadinya penekanan terhadap ujung atas tempurung lutut sehingga membuat
tempurung lutut tidak berada di tempatnya yang benar. Mengapa bisa terjadi perbedaan pada cara
meletakkan kedua siku antara kaum lelaki dan perempuan?
Menurut ilmu anatomi tubuh manusia, di
daerah pundak itu terdapat tulang berbentuk segitiga yang dasarnya menghujam ke
atas sedangkan ujungnya menancap ke bawah. Tulang ini berada di belakang pundak
(bawah) dan lebih dikenal dengan tulang belikat. Tulang ini membatasi gerak
punggung ketika ia berputar ataupun tegak lurus. Kemudian, ketika seseorang
mengangkat kedua sikunya sejajar dengan kedua bahun dan agak ditekan sedikit
kearah belakang maka akan terjadi
dorongan dari sisi luar tulang (tulang luar belikat). Kepada tulang belikat
untuk mengarah ke depan dan akhirnya membuat punggung itu menjadi lurus dan
kedua pundak tidak berputar. Namun, ketika kedua siku diangkat tinggi-tinggi
sehingga posisinya berada di atas daun telinga, lalu agak ditekan sedikit ke
belakang maka posisi seperti ini dapat mendorong dasar tulang belikat lebih ke
belakang sehingga menyebabkan ujung tulang belikat terdorong ke depan, dan
keadaan seperti ini dapat menyembuhkan kelainan kebungkukan pada pundak yang
mengarah ke depan.
Adapun perenggangan dua siku (menjauh dari
badan) yang dilakukan oleh kaum lelaki pada saat mereka melakukan ruku dapat
mendorong dasar dan sisi luar tulang belikat lebih ke belakang. Posisi ini
dapat menyembuhkan dua pundak yang mengalami pergeseran dan punggung yang
bungkuk secara bersama dalam satu waktu. Dengan begitu, punggung dapat kembali
lurus dan dua pundak kembali ke posisinya semula. Disamping itu, gerakan
perenggangan dua siku dapat membuat dada bertambah luas sehingga kemampuan
diafragma (sirkulasi paru-paru) juga akan ikut bertambah besar. Selanjutnya,
bertambahnya proses diafragma dapat membantu tubuh lebih cepat sehingga dapat
menunda timbulnya perasaan lelah pada system otot. Bagi kaum perempuan, yaitu adanya dua
payudara di daerah dada membuat mereka jarang mengalami pergeseran bahu. Karena
itu, adanya dua payudara di dada wanita dapat menjaga kelursan punggung, tetapi
adanya payudara itu tetap tidak dapat melindungi mereka (wanita) dari
terjadinya kebungkukan. Sebab itulah, ketika kaum perempuan merapatkan kedua
siku mereka ke badan pada saat melakukan ruku maka posisi ini dapat mendorong
kedua bahu unutk lebih ke atas mengarah ke kepala ataupun kea rah belakang,
sehingga dapat mencegah terjadinya kebungkukan pada tubuh mereka ataupun
bergesernya dua bahu kea rah depan dan akhirnya punggung akan kembali lurus.
Dari sini jelas alas an mengapa terjadinya perbedaan cara meletakkan dua siku
antara lelaki dan perempuan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Namun,
meskipun terjadi perbedaan cara peletakkan kedua siku antara kaum lelaki dan
perempuan, tetap saja kedua cara tersebut dapat mencegah tubuh dari mengalami
kelainan pergeseran dua bahu dan kebungkukan. Ataupun, kedua kelainan ini akan
segera dapat disembuhkan bila memang diderita oleh pelaksana shalat (laki-laki
atau perempuan).
Tinjauan
Fisiologis
Menurut ahli fisiologi, posisi ruku,
lurusnya punggung dan sejajarnya kepala dengan bokong pada waktu ruku, menyebabkan
gerakan darah dalam tubuh itu berada di bawah dua kekuatan besar; kekuatan
atas, yaitu daya pompa jantung pada darah dan kekuatan bawah, yaitu daya
gravitasi bumi (daya tarik bumi terhadap darah). Di samping itu, penarikan (fleksi)system otot pada dua bagian
bawah (paha dan betis) memaksa aliran darah untuk mengambil jalan atas menuju
jantung. Itulah daerah-daerah yang dapat mempengaruhi peredaran darah. Dalam
posisi ruku, punggung akan berada sama rata dengan tanah dan posisi ini dapat
menghilangkan pengaruh kekuatan gravitasi bumi terhadap darah di daerah dada
dan kepala. Sehingga kemampuan daya pompa jantung pada darah hanya mengarah ke
kepala tanpa dipengaruhi oleh daya gravitasi yang dapat mengurangi kekuatan
daya pompa jantung. Karena itulah, kadar darah di kepala akan bertambah besar
dan dapat berefek pada hal berikut;
1.
Bertambahnya
jumlah darah yang menyuplai nutrisi untuk sel-sel di otak sehingga dapat
membantu meningkatkan kemampuan otak dalam bekerja sebagai hasil dari
melimpahnya jumlah hemoglobin darah yang bersih dan penuh protein.
2.
Melimpahnya
jumlah darah di otak berarti akan menambah jumlah darah yang akan kembali ke
jantung dan paru-paru. Dengan begitu, semakin bertambah pula kemampuan dalam
mengangkut zat-zat sisa metabolism dari sel yang ada di otak dan pada akhirnya
dapat memperbaharui kerja otak dan dapat menunda stress.
3.
Bertambahnya
jumlah darah yang mengalir ke otak dapat membantu menyembuhkan sakit kepala
akibat terlalu banyaknya berpikir dan menumpuknya sisa-sisa metabolism dalam
tubuh.
4.
Bertambahnya
jumlah darah yang mengalir ke otak dapat menyebabkan otak menjadi lebih segar
sebagai hasil dari bertambahnya jumlah oksigen dan nutrisi, serta bertambahnya
kemampuan mengangkut zat-zat sisa metabolism dari sel yang ada di otak.
Disamping itu, melimpahnya jumlah darah di otak dapat membantu menyembuhkan
sakit kepala yang disebabkan tekanan darah rendah dan sakit kepala akibat
kekurangan kadar oksigen di otak yang dapat membuat otak tidak mampu untuk
membakar protein yang ada dan juga memproduksi energy yang cukup untuk
berpikir.
Kemudian, posisi ruku dapat menyembuhkan—akibat
melimpahnya suplai darah di otak – sakit kepala yang disebabkan dari penyakit
hati dan lemah hati.
Disamping itu, melimpahnya suplai darah di kepala pada
saat melakukan ruku dapat memperbaiki kemampuan memandang dan daya penglihatan,
khususnya bagi mereka yang mengidap penyakit hati dan tekanan darah rendah.
Biasanya kemampuan pandangan mata sangat dipengaruhi oleh penyakit tekanan
darah rendah. Bahkan tidak jarang, pandangan mata yang tidak jelas muncul
akibat kurangnya suplai darah kea rah mata. Selanjutnya, daya grafitasi bumi
dapat mempengaruhi peredaran darah di daerah paha dan betis pada saat seseorang
melakukan ruku. Di samping, posisi tersebut dapat melonggarkan otot kaki.
Dengan begitu urat saraf dan pembuluh darah yang ada pada system otot kaki akan
dipenuhi dengan suplai darah. Setelah seorang pelaksana shalat selesai
melakukan ruku, ia di minta untuk berdiri dulu sebentar, sebagaimana yang
dikatakan oleh Rasul saw, kepada orang yang tergesa-gesa dalam melakukan
shalatnya, “Rukulah sampai kamu merasa nyaman (ithmi’naan) dengan rukumu,
setelah itu, berdirilah (bangun dari ruku) sampai kamu merasa nyaman (ithmi’naan) dengan berdirimu (I’tidal).” Setelah bangun dari ruku,
seorang pelaksana shalat diperintahkan untuk segera sujud, maka pada saat ingin
sujud, system otot kedua kaki akan kembali terlipat (fleksi) dan darah yang ada
di kedua kaki akan naik lagi ke jantung dengan berada di bawah pengaruh dua
kekuatan. Pertama, kekuatan dorongan otot terhadap darah akibat dilipatnya kaki
dengan cepat pada saat ingin sujud. Kedua, kekuatan inersia (ketidaksanggupan
untuk bergerak cepat secara spontan) yang masih menyimpan darah akibat berdiri
diam (I’tidal) dalam beberapa waktu kemudian dipaksa untuk segera bergerak ke
bawah (sujud). Karena itulah, posisi ruku dan diikuti gerakan sujud dapat menyembuhkan penyakit pembengkakan pada
betis (varises). Penyakit ini dapat terlihat berupa garis-garis biru yang menonjol
di betis akibat menetapnya sejumlah darah di dalam urat dan tidak mengalir,
karena jantung tidak mampu menyedotnya ataupun lemahnya katup urat saraf yang
ada di daerah betis. Dengan begitu, jumlah darah yang ada di dalam urat betis
akan bertumpuk sehingga menyebabkan munculnya cabang-cabang baru urat yang
berwarna biru di daerah betis. Biasanya, pembengkakan betis banyak terjadi pada
orang-orang yang harus berdiri lama ketika bekerja, seperti tentara kaveleri,
tukang cukur, dan lain-lain. Kelainan-kelainan di atas tidak akan dialami oleh
seorang pelaksana shalat bila ia melakukan rukunya dengan nyaman seperti yang
diperintahkan oleh Rasulullah saw. Dalam sabdanya, yang artinya; ketika
mengarahkan orang yang selalu terburu-buru dalam shalatnya, “Rukulah hingga
kamu merasa nyaman dengan rukumu (ithmi’naan)”.
Dalam hadits lain, Rasulullah saw, sering kali
melakukan ruku dalam waktu yang relative lama. Seperti hadits yang diriwayatkan
dari Ali r.a, “Nabi saw, ketika ruku beliau biasanya mengucapkan; “Ya Allah, hanya untuk Mu aku ruku, hanya
kepada Mu aku beriman dan menyerahkan diriku. Engkaulah satu-satunya Tuhanku!
Pendengaranku, penglihatanku, pikiranku, dan tulangku tunduk semuanya kepada
Mu. Aku menyerahkan pengaturan mereka semuanya hanya kepada Allah, Tuhan
semesta alam”.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a, “Rasulullah saw, pada
saat ruku dan sujud biasa mengucapkan, Subuuhu
qudduusu rabbul malaa ikati warruuh”.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Auf bin Malik
al-Asyjaa’iy, ia berkata, “Suatu hari, aku pernah ikut shalat malam bersama
Rasulullah saw, lalu beliau membaca surah al-Baqarah sampai ayat sekian.
Kemudian, pada saat ruku beliau membaca, “Subhaanallahi
dziil habaruut; wal malakuuti wal kibriyaa iy wal ‘adhomah).”
Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, “Rasulullah
saw, sering kali pada waktu ruku dan sujudnya membaca, “Subhaanakallahumma rabbana wa bihamdikallahummagh firliy yatawwal.”
Diriwayatkan dari ibnu Juraij, ia berkata, “Athaa
pernah ditanya, ‘Biasanya, kamu mengucapkan apa pada waktu ruku? Ia menjawab,
‘Biasanya pada waktu ruku aku mengucapkan, “Subhaanaka
wa bihamdika laa ilaaha illa anta.”
Dari beberapa hadits di atas, kita dapat memahami
bahwa waktu ruku itu agak relative panjang, karena diisi dengan membaca tasbih
seperti yang diceritakan oleh para sahabat. Pada saat ruku seperti itu, tubuh
akan berusaha keras untuk menjaga posisinya agar tetap stabil. Adapun otot
tubuh pada waktu ruku akan bekerja lebih keras dibandingkan pada saat berdiri.
Dari sinilah, kita akan melihat adanya peningkatan kuantitas kerja yang
dilakukan oleh tubuh selama melakukan gerakan-gerakan shalat. Ini artinya,
penyeimbangan yang dilakukan oleh system otot tubuh pada waktu shalat akan terus bertambah dari satu gerakan ke
gerakan berikutnya, dan berarti pula terjadinya peningkatan pada unsur kekuatan
system otot. Dalam upaya menjaga keseimbangan tubuh pada waktu ruku yang
dilakukan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw, meski dilakukan
hanya dalam waktu sebentar saja, tetap dapat meningkatkan daya ketahanan system
otot dan hal ini merupakan salah satu tujuan berolahraga, yaitu kemampuan otot
untuk melakukan aktivitas dalam waktu yang relative lama. Dalam gerakan shalat,
terjadi pula peningkatan berat secara bertahap yang harus ditahan oleh system
otot antara waktu berdiri ketika shalat dan ruku, lalu gerakan untuk sujud
(jongkok) dan sujud. Ringkasnya, posisi ruku ketika shalat dapat meningkatkan
kelenturan system otot sebagai reaksi alami dari gerakan condong ke depan, lalu
diikuti upaya menjaga kelurusan punggung dan keseimbangannya dalam waktu
tertentu. Gerakan tersebut membantu meningkatkan unsur kekuatan system otot,
karena otot harus bekerja keras dalam menjaga keseimbangan bobot tubuh agar
tidak terjatuh karena daya tarik gravitasi bumi. Kerja keras tersebut bisa
menghasilkan keseimbangan kemampuan yang sangat sulit di dapat oleh system
otot, yaitu peningkatan unsur kelenturan otot dan unsur ketahanannya sekaligus,
tanpa ada yang saling tumpang tindih di antara kuduanya.
Adanya gerakan-gerakan shalat yang sangat bermanfaat
seperti itu, seakan-akan Allah SWT ingin memberi pelajaran berharga kepada para
pelatih olahraga tentang cara menghasilkan keseimbangan kemampuan yang sangat
sulit didapat ketika meningkatkan dua unsur sekaligus, yaitu ketahanan dan
kelenturan otot secara langsung dalam satu waktu. Sebagai Zat Pelatih yang paling agung di muka bumi
ini –Allah SWT lebih mulia dari analogi ini –Allah ingin memberikan pelatihan
kepada hamba-hamba-Nya lewat gerakan-gerakan shalat. Kemudian, latihan ini
dipraktekkan dengan sangat benar oleh Rasulullah saw, lalu beliau mengajarkan
lagi latihan tersebut kepada umatnya setelahnya. Allah SWT mengajarkan latihan olahraga yang terkandung
dalam gerakan-gerakan shalat tidak bertujuan agar kita dapat memperoleh piala
olahraga, sehingga jangan sampai ada orang yang berkata, “Mengapa umat Islam
tidak bisa meraih juara satu pada event-event
olahraga, padahal mereka rajin melakukan shalat yang bisa dianggap sebagai
salah satu latihan rutin olahraga mereka?” Ketahuilah, pelatihan yang Allah
siapkan untuk kita tidak bertujuan agar kita bisa meraih juara dalam bidang
olahraga. Karena, kemengan sendiri bukanlah tujuan utama dari berolahraga. Akan
tetapi, Allah menyiapkan diri kita agar mampu menjalankan misi kita di dunia
ini, yaitu ibadah kepada Allah SWT dengan cara menjalankan apa yang diwajibkan
oleh Allah kepada kita semua dan juga ibadah-ibadah sunnah lainnya. Allah SWT
tidak pernah membebani kita hal-hal lainnya, selain ibadah kepada-Nya. Hal ini
tercermin dalam firman-Nya yang artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki
rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi
–Ku makan.” (adz-Dzaariyaat: 56-57).
Adapun shalat, seperti yang digambarkan oleh
Rasulullah saw, yang artinya; “Puncak
segala urusan adalah Islam, sedangkan tiangnya adalah shalat, adapun puncak
punuknya (keteguhan) adalah jihad di jalan Allah.”
Jadi, shalat
adalah tiang agama, siapa yang mendirikan shalat maka ia telah mendirikan
agamanya dan siapa yang telah menghancurkannya (melalaikannya) maka ia telah
menghancurkan agamanya. Disamping itu, shalat adalah cara penyegaran tubuh yang
diberikan dari Allah SWT bagi seorang muslim. Siapa yang rajin melakukannya
maka ia akan mampu melakukan ibadah-ibadah lainnya dan siapa yang melalaikannya
maka tubuhnya belum tentu segar, sehingga mana mungkin ia dapat melakukan
ibadah-ibadah lainnya dengan penuh. Karena itulah, dalam agama, shalat bagaikan
tiangnya seperti yang digambarkan oleh Rasulullah saw, diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar