Kamis, 26 Juni 2014

Cara Bergerak Untuk Sujud Dan Bangun Dari Sujud

Cara Bergerak Untuk Sujud Dan Bangun Dari Sujud

Mayoritas ulama berpendapat bahwa meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan pada saat bergerak untuk sujud (jongkok) itu sunnah. Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Mundzir dari Nakha’I, Muslim bin Yasar, Sufyan ats-Tsauriy, Imam Ahmad, Ishaq, dan ulama-ulama terkenal lainnya, juga seperti pendapatnya Abu Thayyib.
Ibnul Qayyim pernah meriwayatkan, “Rasulullah saw, meletakkan kedua lututnya dulu, baru setelah itu kedua tangan, lalu kening, dan terakhir hidung beliau.” Hadits ini shahih dan diriwayatkan dari Syariik, dari Aashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari Wail bin Hajar, ia berkata, “”Aku melihat Rasulullah saw, jika beliau sujud maka beliau meletakkan kedua lututnya dulu sebelum kedua tangan. Kemudian ketika bangun dari sujud, beliau akan mengangkat kedua tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lutut.” Para sahabat tidak pernah melihat Rasulullah saw, melakukan gerakan yang berbeda dari itu.
Atsram pernah meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah yang berbunyi, “Jika kalian sujud maka mulailah dengan kedua lutut sebelum kedua tangan. Karena, tidak akan diberkahi (duduknya seseorang) dengan cara duduk unta.” Tetapi, hadits ini memiliki jalur sanad yang lemah (dhaif). Menurut Mazhab Hanafi dan Syafi’I, posisi mendahulukan kedua lutut dari pada kedua tangan adalah lebih baik. Namun, Ibnu Khuzaimah berpendapat bahwa hadits Abu Hurairah di atas telah di mansukh (diganti hukumnya) dengan hadits yang diriwayatkan dari Sa’ad ia berkata, “Sebelumnya, kami biasa meletakkan kedua tangan dulu sebelum kedua lutut pada saat ingin sujud, lalu Rasulullah memerintahkan kami untuk mendahulukan kedua lutut dulu baru kedua tangan pada waktu ingin sujud.”
Bila hadits ini shahih, maka ia bisa menjadi solusi dari perbedaan pendapat di antara ulama, akan tetapi, menurut Ibrahim bin Ismail bin Yahya bin Salamah bin Kahiil, dari ayahnya, kedua hadits di atas sama-sama lemah (dhaif).
Menurut Imam Thahawi, mengakhirkan peletakkan kepala di bandingkan kedua lutut dan kedua tangan adalah ketika pelaksana shalat ingin sujud, namun ketika ia bangun dari sujud, ia harus mengangkat kepala dulu sebelum mengangkat anggota sujud yang lain. Namun, petunjuk yang jelas adalah Rasulullah saw, biasa meletakkan kedua lutut beliau sebelum kedua tangannya pada saat ingin sujud, baru setelah itu, beliau akan meletakkan kedua tangan, kening dan terakhir, hidung. Inilah pendapat yang benar. Adapun hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Jika salah seorang di antara kalian bersujud maka jangan sampai ia tertelungkup (sujud) seperti tertelungkupnya unta. “Isi hadits ini –Allah Yang Maha Mengetahui –sangat membingungkan beberapa orang perawinya sendiri, karena awal teks hadits berlawanan dengan ujungnya. Maksud hadits itu (secara harafiah), jika seorang pelaksana shalat meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lutut maka ia telah mengikuti tertelungkupnya unta. Padahal, unta meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu baru kemudian kedua tangannya. Lantas, ketika orang-orang yang berpendapat seperti isi hadits ini mengetahui yang sebenarnya, mereka berkata, “Kedua lutut unta itu terletak di dua kaki depannya bukan kaki belakang. Karena, jika unta terlelungkup, ia akan meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu. Padahal, posisi seperti inilah yang dilarang oleh Rasulullah saw. Di samping juga, posisi tersebut memiliki kekurangan, karena unta meletakkan dua tangannya terlebih dahulu daripada kedua lututnya.
Kekurangan pertama, biasanya unta membiarkan kedua kakinya tetap berdiri pada saat ia sedang duduk. Namun, ketika unta bangun dari duduknya, ia akan bangkit dengan bertumpu pada kedua kakinya (belakang) terlebih dahulu, sedangkan kedua tangannya (kaki depan) dibiarkan tetap menempel di tanah. Posisi seperti inilah yang dilarang oleh Rasulullah saw, karena beliau sendiri melakukan hal sebaliknya, yaitu beliau akan mendahulukan anggota sujud yang paling dekat dengan tanah (lutut) baru kemudian berikutnya (kedua tangan, dan lain-lain) ketika ingin sujud dan begitu pula sebaliknya, ketika  Rasulullah saw bangun dari sujud, beliau akan mengangkat anggota sujud yang paling atas terlebih dahulu (kening) baru kemudian yang berikutnya (hidung, kedua tangan, dan lain-lain).
Dengan kata lain, Rasulullah saw, ketika ingin sujud, beliau akan meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, lalu kedua tangan, baru kemudian kening. Selanjutnya, ketika Rasulullah saw, bangun dari sujud beliau mengangkat kepalanya terlebih dahulu, kemudian kedua tangan, lalu kedua lutut. Gerakan ini berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh unta. Rasulullah saw, sendiri melarang umatnya untuk meniru tingkah laku binatang pada waktu melakukan shalat. Contohnya, Rasulullah saw melarang umatnya untuk tertelungkup seperti gaya tertelungkupnya unta, menoleh seperti menolehnya serigala, duduk seperti duduknya binatang buas, menggonggong seperti menggonggong anjing, berkicau seperti berkicaunya burung gagak, serta mengangkat tangan ketika memberikan salam seperti gerakan buntut kuda. Jadi ajaran Rasulullah saw, (dalam hal gerakan) itu berlawanan dengan cara-cara gerakan binatang.
Kekurangan kedua, perkataan mereka bahwa lutut unta itu berada di tangannya (kaki depan) adalah perkataan yang tidak rasional dan tidak sesuai dengan ahli bahasa. Karena, lutut unta itu terletak di kaki belakangnya.
Kekurangan ketiga, kalau memang benar apa yang mereka katakana itu, maka mereka akan berkata, “Maka tertelungkuplah seperti tertelungkupnya unta.” Karena, anggota tubuh yang ditempelkan unta ke tanah hanya tangan (kaki depan) saja. Kemudian, bila kita mau teliti cara tertelungkupnya unta dan membanding -kannya dengan hadits Nabi saw, yang melarang tertelungkup dengan cara tertelungkupnya unta maka kita dapati bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Wail bin Hajar itu lebih benar. Wallahu A’lam.
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah di atas (tentang cara sujud) telah diberi catatan oleh Bukhari, seraya berkata, “Aku lupa apakah aku pernah mendengar hadits itu daru Abu Zinad atau bukan. Akan tetapi, Tirmidzi, telah menyatakan bahwa hadits itu (yang diriwayatkan dari Abu Hurairah) adalah hadits ghariib (jarang), tidak kita ketahui (asal-usul dan kebenarannya).”
Gerakan sujud yang dilakukan para sahabat sendiri sangat sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Wail bin Hajar. Ibrahim an-Nakha’I pernah berkata, “Ia (Wail) ingat gerakan yang dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud, yaitu kedua lututnya lebih dulu menempel ke tanah sebelum kedua tangannya.”
Diriwayatkan dari Syu’bah bin Mughirah, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibrahim tentang seorang laki-laki yang memulai sujudnya dengan meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lutut-nya, lalu ia menjawab pertanyaanku itu, seraya berkata, ‘Orang yang melakukan itu hanyalah orang bodoh ataupun orang gila.”
Pada hadits Abu Hurairah di atas, terjadi ambigu (dua pemahaman) dalam muatan isinya. Karena, ada orang yang meriwayatkan, “Hendaknya ia (pelaksana shalat) meletakkan tangannya terlebih dahulu sebelum lututnya (pada waktu ingin sujud).” Namun, ada pula yang mengatakan kebalikannya, “Hendaknya pelaksana shalat meletakkan lututnya sebelum tangannya.” Bahkan, ada pula yang menghapus kalimat tersebut.
Dari semua pemaparan di atas, terlihat jelas bahwa pendapat mayoritas ulama dan gerakan sujud para sahabat sesuai dengan hadits Wail bin Hajar yang berbunyi, “Aku melihat Rasulullah saw ketika ingin sujud, beliau meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebelum kedua tangan. Ketika beliau ingin bangun dari sujud, beliau akan mengangkat kedua tangannya sebelum lutut.” Selanjutnya, para sahabat tidak pernah melihat Rasulullah saw, melakukan kebalikan dari aturan itu. Dari sini dapat disimpulkan, Rasulullah saw, ketika sujud akan menempelkan ke tanah anggota tubuh yang pertama kali adalah yang paling dekat dengan tanah, sedangkan ketika beliau bangkit dari sujud maka anggota tubuh yang pertama kali beliau angkat adalah anggota tubuh yang paling atas. Diriwayatkan dari Anas r.a, “Rasulullah saw, turun (untuk melakukan posisi sujud) dengan mengucapkan takbir dan mendahulukan lutut daripada tangan.”

Hadits ini menghapus hukum dari hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, sekaligus menguatkan hadits Wail bin Hajar, serta sesuai dengan perbuatan para sahabat r.a, dan ajaran Rasulullah saw, yang memerin-tahkan untuk tidak meniru gaya binatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar