Cara Bergerak Untuk Sujud Dan Bangun Dari Sujud
Mayoritas ulama berpendapat bahwa meletakkan kedua lutut sebelum kedua
tangan pada saat bergerak untuk sujud (jongkok) itu sunnah. Sebagaimana yang
dikatakan Ibnu Mundzir dari Nakha’I, Muslim bin Yasar, Sufyan ats-Tsauriy, Imam
Ahmad, Ishaq, dan ulama-ulama terkenal lainnya, juga seperti pendapatnya Abu
Thayyib.
Ibnul Qayyim pernah meriwayatkan,
“Rasulullah saw, meletakkan kedua lututnya dulu, baru setelah itu kedua tangan,
lalu kening, dan terakhir hidung beliau.” Hadits ini shahih dan diriwayatkan
dari Syariik, dari Aashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari Wail bin Hajar, ia
berkata, “”Aku melihat Rasulullah saw, jika beliau sujud maka beliau meletakkan
kedua lututnya dulu sebelum kedua tangan. Kemudian ketika bangun dari sujud,
beliau akan mengangkat kedua tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lutut.”
Para sahabat tidak pernah melihat Rasulullah saw, melakukan gerakan yang berbeda
dari itu.
Atsram pernah meriwayatkan sebuah hadits
dari Abu Hurairah yang berbunyi, “Jika kalian sujud maka mulailah dengan kedua
lutut sebelum kedua tangan. Karena, tidak akan diberkahi (duduknya seseorang)
dengan cara duduk unta.” Tetapi, hadits ini memiliki jalur sanad yang lemah
(dhaif). Menurut Mazhab Hanafi dan Syafi’I, posisi mendahulukan kedua lutut
dari pada kedua tangan adalah lebih baik. Namun, Ibnu Khuzaimah berpendapat
bahwa hadits Abu Hurairah di atas telah di mansukh (diganti hukumnya) dengan
hadits yang diriwayatkan dari Sa’ad ia berkata, “Sebelumnya, kami biasa
meletakkan kedua tangan dulu sebelum kedua lutut pada saat ingin sujud, lalu
Rasulullah memerintahkan kami untuk mendahulukan kedua lutut dulu baru kedua
tangan pada waktu ingin sujud.”
Bila hadits ini shahih, maka ia bisa
menjadi solusi dari perbedaan pendapat di antara ulama, akan tetapi, menurut
Ibrahim bin Ismail bin Yahya bin Salamah bin Kahiil, dari ayahnya, kedua hadits
di atas sama-sama lemah (dhaif).
Menurut Imam Thahawi, mengakhirkan
peletakkan kepala di bandingkan kedua lutut dan kedua tangan adalah ketika
pelaksana shalat ingin sujud, namun ketika ia bangun dari sujud, ia harus mengangkat
kepala dulu sebelum mengangkat anggota sujud yang lain. Namun, petunjuk yang
jelas adalah Rasulullah saw, biasa meletakkan kedua lutut beliau sebelum kedua
tangannya pada saat ingin sujud, baru setelah itu, beliau akan meletakkan kedua
tangan, kening dan terakhir, hidung. Inilah pendapat yang benar. Adapun hadits
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Jika salah seorang di antara kalian
bersujud maka jangan sampai ia tertelungkup (sujud) seperti tertelungkupnya
unta. “Isi hadits ini –Allah Yang Maha Mengetahui –sangat membingungkan
beberapa orang perawinya sendiri, karena awal teks hadits berlawanan dengan
ujungnya. Maksud hadits itu (secara harafiah), jika seorang pelaksana shalat
meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lutut maka ia telah mengikuti
tertelungkupnya unta. Padahal, unta meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu
baru kemudian kedua tangannya. Lantas, ketika orang-orang yang berpendapat
seperti isi hadits ini mengetahui yang sebenarnya, mereka berkata, “Kedua lutut
unta itu terletak di dua kaki depannya bukan kaki belakang. Karena, jika unta
terlelungkup, ia akan meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu. Padahal,
posisi seperti inilah yang dilarang oleh Rasulullah saw. Di samping juga,
posisi tersebut memiliki kekurangan, karena unta meletakkan dua tangannya
terlebih dahulu daripada kedua lututnya.
Kekurangan
pertama, biasanya unta
membiarkan kedua kakinya tetap berdiri pada saat ia sedang duduk. Namun, ketika
unta bangun dari duduknya, ia akan bangkit dengan bertumpu pada kedua kakinya
(belakang) terlebih dahulu, sedangkan kedua tangannya (kaki depan) dibiarkan
tetap menempel di tanah. Posisi seperti inilah yang dilarang oleh Rasulullah
saw, karena beliau sendiri melakukan hal sebaliknya, yaitu beliau akan
mendahulukan anggota sujud yang paling dekat dengan tanah (lutut) baru kemudian
berikutnya (kedua tangan, dan lain-lain) ketika ingin sujud dan begitu pula
sebaliknya, ketika Rasulullah saw bangun
dari sujud, beliau akan mengangkat anggota sujud yang paling atas terlebih
dahulu (kening) baru kemudian yang berikutnya (hidung, kedua tangan, dan
lain-lain).
Dengan kata lain, Rasulullah saw, ketika
ingin sujud, beliau akan meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, lalu kedua
tangan, baru kemudian kening. Selanjutnya, ketika Rasulullah saw, bangun dari
sujud beliau mengangkat kepalanya terlebih dahulu, kemudian kedua tangan, lalu kedua
lutut. Gerakan ini berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh unta. Rasulullah
saw, sendiri melarang umatnya untuk meniru tingkah laku binatang pada waktu
melakukan shalat. Contohnya, Rasulullah saw melarang umatnya untuk tertelungkup
seperti gaya tertelungkupnya unta, menoleh seperti menolehnya serigala, duduk
seperti duduknya binatang buas, menggonggong seperti menggonggong anjing,
berkicau seperti berkicaunya burung gagak, serta mengangkat tangan ketika
memberikan salam seperti gerakan buntut kuda. Jadi ajaran Rasulullah saw,
(dalam hal gerakan) itu berlawanan dengan cara-cara gerakan binatang.
Kekurangan
kedua, perkataan mereka
bahwa lutut unta itu berada di tangannya (kaki depan) adalah perkataan yang
tidak rasional dan tidak sesuai dengan ahli bahasa. Karena, lutut unta itu
terletak di kaki belakangnya.
Kekurangan
ketiga, kalau memang benar
apa yang mereka katakana itu, maka mereka akan berkata, “Maka tertelungkuplah
seperti tertelungkupnya unta.” Karena, anggota tubuh yang ditempelkan unta ke
tanah hanya tangan (kaki depan) saja. Kemudian, bila kita mau teliti cara
tertelungkupnya unta dan membanding -kannya dengan hadits Nabi saw, yang melarang
tertelungkup dengan cara tertelungkupnya unta maka kita dapati bahwa hadits
yang diriwayatkan oleh Wail bin Hajar itu lebih benar. Wallahu A’lam.
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
di atas (tentang cara sujud) telah diberi catatan oleh Bukhari, seraya berkata,
“Aku lupa apakah aku pernah mendengar hadits itu daru Abu Zinad atau bukan.
Akan tetapi, Tirmidzi, telah menyatakan bahwa hadits itu (yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah) adalah hadits ghariib (jarang), tidak kita ketahui
(asal-usul dan kebenarannya).”
Gerakan sujud yang dilakukan para sahabat
sendiri sangat sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Wail bin Hajar.
Ibrahim an-Nakha’I pernah berkata, “Ia (Wail) ingat gerakan yang dilakukan oleh
Abdullah bin Mas’ud, yaitu kedua lututnya lebih dulu menempel ke tanah sebelum
kedua tangannya.”
Diriwayatkan dari Syu’bah bin Mughirah, ia
berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibrahim tentang seorang laki-laki yang
memulai sujudnya dengan meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu sebelum
kedua lutut-nya, lalu ia menjawab pertanyaanku itu, seraya berkata, ‘Orang yang
melakukan itu hanyalah orang bodoh ataupun orang gila.”
Pada hadits Abu Hurairah di atas, terjadi
ambigu (dua pemahaman) dalam muatan isinya. Karena, ada orang yang
meriwayatkan, “Hendaknya ia (pelaksana shalat) meletakkan tangannya terlebih
dahulu sebelum lututnya (pada waktu ingin sujud).” Namun, ada pula yang
mengatakan kebalikannya, “Hendaknya pelaksana shalat meletakkan lututnya
sebelum tangannya.” Bahkan, ada pula yang menghapus kalimat tersebut.
Dari semua pemaparan di atas, terlihat
jelas bahwa pendapat mayoritas ulama dan gerakan sujud para sahabat sesuai
dengan hadits Wail bin Hajar yang berbunyi, “Aku melihat Rasulullah saw ketika
ingin sujud, beliau meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebelum kedua
tangan. Ketika beliau ingin bangun dari sujud, beliau akan mengangkat kedua
tangannya sebelum lutut.” Selanjutnya, para sahabat tidak pernah melihat
Rasulullah saw, melakukan kebalikan dari aturan itu. Dari sini dapat
disimpulkan, Rasulullah saw, ketika sujud akan menempelkan ke tanah anggota
tubuh yang pertama kali adalah yang paling dekat dengan tanah, sedangkan ketika
beliau bangkit dari sujud maka anggota tubuh yang pertama kali beliau angkat
adalah anggota tubuh yang paling atas. Diriwayatkan dari Anas r.a, “Rasulullah
saw, turun (untuk melakukan posisi sujud) dengan mengucapkan takbir dan
mendahulukan lutut daripada tangan.”
Hadits ini menghapus hukum dari hadits
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, sekaligus menguatkan hadits Wail bin
Hajar, serta sesuai dengan perbuatan para sahabat r.a, dan ajaran Rasulullah
saw, yang memerin-tahkan untuk tidak meniru gaya binatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar