Selasa, 03 Juni 2014

Bentuk Mukjizat Dalam Pelurusan Barisan Shalat

Bentuk Mukjizat Dalam Pelurusan Barisan Shalat
“MENEMPELKAN antara kaki dengan kaki dan pundak dengan pundak” maksudnya, jarak antara kedua kaki pelaksana shalat itu sama dengan lebar dua tumit, atau selebar dada atau lebih sedikit. Mungkin muncul pertanyaan, mengapa jarak antara kedua kaki orang yang melakukan shalat (pelaksana sholat) harus selebar itu? Mengapa tidak lebih dari itu atau bahkan kurang?
Jarak ukuran antara kedua kaki ketika melakukan shalat seperti di atas melambangkan jarak maksimal membentuk kesimbangan tubuh manusia. Karena, bila seseorang berdiri hanya bertumpu pada satu kaki saja maka keseimbangannya akan lemah. Begitu pula jika ia berdiri dengan bertumpu pada kedua kakinya yang dirapatkan maka keseimbangannya menjadi lebih besar sedikit dibandingkan jika ia bertumpu hanya pada satu kaki saja. Jadi, ukuran keseimbangan tubuh akan semakin bertambah dengan bertambahnya jarak antara kedua kaki hingga mencapai batas maksimal. Adapun jarak ideal antara kedua kaki adalah sama dengan lebar dua tumit. Selanjutnya, jarak keseimbangan tubuh akam semakin berkurang dengan bertambahnya jarak antara kedua kaki yang lebih besar dari lebar dua tumit. Karena itulah, Rasulullah saw, sangat memperhatikan batas maksima (ideal) untuk membentuk keseimbangan tubuh ketika seseorang melakukan shalat pada saat ia berdiri. Dengan adanya keseimbangan seperti itu, diharapkan seorang hamba dapat menghadap Tuhannya dengan khusyu dan penuh harap akan rahmat dan maghfirah-Nya. Kemudian, sangat tidak mungkin seorang manusia akan bisa berdiri dengan perasaan penuh harap akan limpahan rahmat Tuhannya sedang ia sendiri tengah berdiri sempoyongan (tidak seimbang) karena tidak mampu menahan keseimbangan tubuhnya. Lain halnya, jika berdiri terhuyung-huyung tersebut berada di luar kehendak manusia (tidak bisa dikendalikan) dan Allah juga tidak akan menyiksa kita karena hal-hal yang diluar kemampuan diri kita. Karena itulah, Rasulullah saw, melarang seseorang berdiri ketika shalat dengan merapatkan kedua kaki atau bertumpu hanya pada satu kaki saja.
Adapun “menempelkan pundak dengan pundak”, posisi ini membuat seseorang mampu mengatur gerakannya selama ia tidak bertumpu hanya pada satu kaki saja. Karena, untuk dapat menciptakan keseimbangan tubuh yang sebesar apapun diperlukan adanya kekuatan penyeibangan sehingga seseorang dapat berdiri dengan tegak. Kekuatan penyeimbang itu berupa penahanan terhadap bobot badan dan daya gravitasi bumi yang sangat bergantung pada penyangga utama, kekuatan system otot penggerak anggota tubuh, dan kekuatan-kekuatan lainnya.
Agar terciptanya keseimbangan pada sejumlah kekuatan penyangga tubuh, diperlukan adanya tiang yang mampu menopang pusat bobot tubuh kea rah bumi dan memasukkan bobot tubuh itu ke dalam pusat kekuatannya. Selanjutnya, seseorang ketika bertumpu pada kedua kakinya dengan memberi jarak antara keduanya selebar dua tumit maka pusat kekuatannya terletak pada kedua kaki dan jarak di antara keduanya. Sedangkan pusat bobot tubuh manusia itu terletak sedikit di bawah pusar. Adapun untuk wanita, pusat bobot tubuh mereka berada lebih ke bawah sedikit dibandingkan laki-laki, karena berat bagian bawah tubuh wanita lebih banyak (berat) dibandingkan laki-laki. Karena itulah, agar terjadinya keseimbangan, seseorang harus meletakkan tiang penyambung dari pusat bobot tubuhnya yang tertancap ke bumi, lalu meletakkan bobot tubuhnya d dalam pusat tumpuan kekuatan, yaitu dua kaki dan jarak di antara keduanya. Namun, jika ada seseorang yang ingin bertumpu hanya pada satu kaki saja maka ia harus mencongkan tubuhnya kea rah kaki yang menjadi tumpuan agar tiang penyambung pusat bobot tobuh (bawah pusar) masuk ke dalam tumpu kekuatan yang sekaligus menjadi jarak kaki penopang. Akan tetapi, jika seseorang yang bertumpu hanya pada satu kaki saja, lalu ia menempelkan tumitnya dengan  tumit teman disampingnya (ketika shalat) dengan harapan akan adanya kekuatan lebih walau hanya bertumpu pada satu kaki saja, maka hal tersebut tidak mungkin terjadi. Walaupun ditopang oleh tumit saudaranya yang berada di samping, sehingga dimaksudkan agar ia dan temannya itu dapat berdiri kokoh di atas satu kaki dan begitu seterusnya, bersambung dengan orang-orang yang berada dalam barisan tersebut.
Kesimpulannya, penyatuan antara tumit dengan tumint dapat menjamin kekuatan tumpuan pada kedua kaki secara seimbang. Di samping juga, penyatuan tumit tersebut sama dengan menjalankan perintah Nabi saw, ketika beliau melarang untuk bertumpu hanya pada satu kaki saja dan merapatkan kedua kaki. Hikmah (mukjizat) dari bentuk pelarangan Nabi saw, dari bertumpu hanya pada satu kaki dan merapatkan kedua kaki adalah seperti berikut;
Bertumpu pada satu kaki dapat menyebabkan tulang pinggul bergeser ke sisi lain dari sisi kaki dapat menyebabkan tulang pinggul bergeser ke sisi lain dari sisi kaki yang menjadi tumpuan. Pergeseran ini akan terlihat setelah seseorang sering kali berdiri hanya bertumpu pada satu kaki saja. Dari sinilah, ada orang yang merasa salah satu kakinya lebih panjang dari kaki yang lain. Juga, hal yang sering kali menyebabkan terjadinya kemiringan ke dua sisi tulang punggung. Selanjutnya, menyatukan kaki dengan kaki dan pundak dengan pundak dapat menjamin distribus bobot tubuh di atas kedua kaki secara seimbang. Kesamaan kekuatan penopang tulang pinggul d atas kedua kaki dapat mencegah munculnya kemiringan tulang pinggul ke salah satu sisinya.  Jika sampai terjadi kemiringan pada tulang pinggul akibat kebiasaan-kebiasaan buruk pada saat berdiri ataupun berjalan dan bukan cacat fisik sejak kecil ataupun salah satu betis lebih besar dari yang lainnya maka penyatuan tumit dengan tumit dan kaki dengan kaki pada waktu shalat dapat memaksa seseorang untuk bertumpu kepada kedua kakinya secara seimbang. Apalagi bila ia tersu berusaha menjaga shalatnya (yang berarti juga terus menyeimbangkan cara berdirinya) maka dengan begitu, sangat terbuka kemungkinan kesembuhan dari kelainan yang dialaminya, begitu juga kelainan-kelainan lainnya yang menyertai dari inti kelainannya itu, seperti kemiringan pada tulang punggung.
Terdapat beberapa macam kelainan yang dapat diderita oleh kedua kaki, seperti berputarnya kaki kea rah luar ataupun dalam. Namun, dengan upaya penyatuan kaki dengan mata kaki yang berarti juga memaksa penyatuan mata kaki dengan mata kaki yang ada di sisi luar kaki. Kemudian, kedua kaki juga akan sama lurus pada posisi tersebut, tidak ada yang lebih ke dalam (inversi) ataupun keluar (eversi). Ditambah lagi, ketika shalat seseorang akan dipaksa berdiri dalam tempo yang relative lama, karena harus berdiri untuk membaca surah al-Fatihah dan beberapa ayat Al-Quran, serta dilakukan secara terus-menerus sebanyak tujuh belas kali dalam sehari semalam, lalu ditambah dengan empat rakaat shalat sunnah sebagai upaya pencegahan dari bertambahnya kelainan pada kaki yang mengarah ke dalam ataupun ke luar, serta usaha untuk selalu mengerjakan shalat secara rutin. Semua kondisi tersebut akan dapat menyembuhkan kelainan jenis ini yang banyak diderita oleh seseorang.
Contoh kelainan lainnya yang sangat mungkin dialami tubuh manusia adalah bergesernya tulang pinggul. Kelainan jenis ini muncul akibat kebiasaan manusia yang menumpangkan satu kakinya di atas kaki yang lain, atau ia terbiasa tidur miring pada salah satu sisi sedangkan kakinya ada yang lebih maju ke depan dan lainnya di belakang, seperti yang telah kita jelaskan sebelumnya. Kelainan jenis ini menjadi sasaran pengobatan dari gerakan-gerakan shalat. Seperti yang telah kita ketahui, untuk terciptanya shaf yang lurus maka jari-jemari kaki harus berada pada satu garis lurus, tidak boleh ada yang saling mendahului. Dalam kondisi kaki lurus tersebut dapat membuat tulang pinggul berada pada posisi seimbang dan tidak ada yang lebih maju dari yang lainnya. Dengan begitu, tulang pinggul tidak akan mengalami pergeseran pada salah sau sisinya. Kondisi pelurusan jari-jemari kaki pada satu garis lurus juga akan dapat mengembalikan tulang pinggul ke posisi normalnya lagi. Apalagi, bila pelurusan itu dilakukan dalam waktu yang relative lama dan rutin melaksanakan shalat, tentu saja dapat menyembuhkan sekaligus mencegah kelainan pergeseran tulang pinggul tersebut.

Dalam hadits Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Aku melihat salah seorang di antara kami menempelkan pundaknya dengan pundak teman di sampingnya dan mata kaki dengan mata kaki.” Posisi kaki seperti ini memaksa orang yang melakukan shalat untuk bertumpu pada sisi luar kakinya dan juga pada tumit ketika ia berdiri. Lantas, posisi kaki yang seperti itu juga akan dapat mengurani bobot badan yang sebelumnya hanya bertumpu pada bagian dalam kaki sehingga dapat mencegah dari jatuhnya cekungan telapak kaki (flat foot), apalagi bila terlalu lama berdiri. Dengan begitu, cekungan telapak kaki dapat tetap terjaga, karena ia sendiri melindungi pembuluh darah, sel dan saraf yang menyuplai nutrisi pada jari-jemari kaki dan menjaga agar sinyal-sinyal sel saraf yang dikirimkan dari otak tetap aman. Disamping itu, cekungan pada telapak kaki juga dapat merekam hentakan yang terjadi akibat benturan ketika kaki menumbruk tanah setelah melompat dari tempat tinggi sehingga dapat mengurangi geraran yang mempengaruhi otak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar