Bentuk Mukjizat Dalam Pelurusan Barisan Shalat
“MENEMPELKAN antara kaki
dengan kaki dan pundak dengan pundak” maksudnya, jarak antara kedua kaki
pelaksana shalat itu sama dengan lebar dua tumit, atau selebar dada atau lebih
sedikit. Mungkin muncul pertanyaan, mengapa jarak antara kedua kaki orang yang
melakukan shalat (pelaksana sholat) harus selebar itu? Mengapa tidak lebih dari
itu atau bahkan kurang?
Jarak ukuran antara kedua
kaki ketika melakukan shalat seperti di atas melambangkan jarak maksimal
membentuk kesimbangan tubuh manusia. Karena, bila seseorang berdiri hanya
bertumpu pada satu kaki saja maka keseimbangannya akan lemah. Begitu pula jika
ia berdiri dengan bertumpu pada kedua kakinya yang dirapatkan maka
keseimbangannya menjadi lebih besar sedikit dibandingkan jika ia bertumpu hanya
pada satu kaki saja. Jadi, ukuran keseimbangan tubuh akan semakin bertambah
dengan bertambahnya jarak antara kedua kaki hingga mencapai batas maksimal. Adapun
jarak ideal antara kedua kaki adalah sama dengan lebar dua tumit. Selanjutnya,
jarak keseimbangan tubuh akam semakin berkurang dengan bertambahnya jarak
antara kedua kaki yang lebih besar dari lebar dua tumit. Karena itulah,
Rasulullah saw, sangat memperhatikan batas maksima (ideal) untuk membentuk
keseimbangan tubuh ketika seseorang melakukan shalat pada saat ia berdiri. Dengan
adanya keseimbangan seperti itu, diharapkan seorang hamba dapat menghadap
Tuhannya dengan khusyu dan penuh harap akan rahmat dan maghfirah-Nya. Kemudian,
sangat tidak mungkin seorang manusia akan bisa berdiri dengan perasaan penuh
harap akan limpahan rahmat Tuhannya sedang ia sendiri tengah berdiri
sempoyongan (tidak seimbang) karena tidak mampu menahan keseimbangan tubuhnya. Lain
halnya, jika berdiri terhuyung-huyung tersebut berada di luar kehendak manusia
(tidak bisa dikendalikan) dan Allah juga tidak akan menyiksa kita karena
hal-hal yang diluar kemampuan diri kita. Karena itulah, Rasulullah saw,
melarang seseorang berdiri ketika shalat dengan merapatkan kedua kaki atau
bertumpu hanya pada satu kaki saja.
Adapun “menempelkan pundak
dengan pundak”, posisi ini membuat seseorang mampu mengatur gerakannya selama
ia tidak bertumpu hanya pada satu kaki saja. Karena, untuk dapat menciptakan
keseimbangan tubuh yang sebesar apapun diperlukan adanya kekuatan penyeibangan
sehingga seseorang dapat berdiri dengan tegak. Kekuatan penyeimbang itu berupa
penahanan terhadap bobot badan dan daya gravitasi bumi yang sangat bergantung
pada penyangga utama, kekuatan system otot penggerak anggota tubuh, dan
kekuatan-kekuatan lainnya.
Agar terciptanya
keseimbangan pada sejumlah kekuatan penyangga tubuh, diperlukan adanya tiang
yang mampu menopang pusat bobot tubuh kea rah bumi dan memasukkan bobot tubuh
itu ke dalam pusat kekuatannya. Selanjutnya, seseorang ketika bertumpu pada
kedua kakinya dengan memberi jarak antara keduanya selebar dua tumit maka pusat
kekuatannya terletak pada kedua kaki dan jarak di antara keduanya. Sedangkan pusat
bobot tubuh manusia itu terletak sedikit di bawah pusar. Adapun untuk wanita,
pusat bobot tubuh mereka berada lebih ke bawah sedikit dibandingkan laki-laki,
karena berat bagian bawah tubuh wanita lebih banyak (berat) dibandingkan
laki-laki. Karena itulah, agar terjadinya keseimbangan, seseorang harus
meletakkan tiang penyambung dari pusat bobot tubuhnya yang tertancap ke bumi,
lalu meletakkan bobot tubuhnya d dalam pusat tumpuan kekuatan, yaitu dua kaki
dan jarak di antara keduanya. Namun, jika ada seseorang yang ingin bertumpu
hanya pada satu kaki saja maka ia harus mencongkan tubuhnya kea rah kaki yang
menjadi tumpuan agar tiang penyambung pusat bobot tobuh (bawah pusar) masuk ke
dalam tumpu kekuatan yang sekaligus menjadi jarak kaki penopang. Akan tetapi,
jika seseorang yang bertumpu hanya pada satu kaki saja, lalu ia menempelkan
tumitnya dengan tumit teman disampingnya
(ketika shalat) dengan harapan akan adanya kekuatan lebih walau hanya bertumpu
pada satu kaki saja, maka hal tersebut tidak mungkin terjadi. Walaupun ditopang
oleh tumit saudaranya yang berada di samping, sehingga dimaksudkan agar ia dan
temannya itu dapat berdiri kokoh di atas satu kaki dan begitu seterusnya,
bersambung dengan orang-orang yang berada dalam barisan tersebut.
Kesimpulannya, penyatuan
antara tumit dengan tumint dapat menjamin kekuatan tumpuan pada kedua kaki
secara seimbang. Di samping juga, penyatuan tumit tersebut sama dengan
menjalankan perintah Nabi saw, ketika beliau melarang untuk bertumpu hanya pada
satu kaki saja dan merapatkan kedua kaki. Hikmah (mukjizat) dari bentuk
pelarangan Nabi saw, dari bertumpu hanya pada satu kaki dan merapatkan kedua
kaki adalah seperti berikut;
Bertumpu pada satu kaki
dapat menyebabkan tulang pinggul bergeser ke sisi lain dari sisi kaki dapat
menyebabkan tulang pinggul bergeser ke sisi lain dari sisi kaki yang menjadi
tumpuan. Pergeseran ini akan terlihat setelah seseorang sering kali berdiri
hanya bertumpu pada satu kaki saja. Dari sinilah, ada orang yang merasa salah
satu kakinya lebih panjang dari kaki yang lain. Juga, hal yang sering kali
menyebabkan terjadinya kemiringan ke dua sisi tulang punggung. Selanjutnya,
menyatukan kaki dengan kaki dan pundak dengan pundak dapat menjamin distribus
bobot tubuh di atas kedua kaki secara seimbang. Kesamaan kekuatan penopang
tulang pinggul d atas kedua kaki dapat mencegah munculnya kemiringan tulang
pinggul ke salah satu sisinya. Jika sampai
terjadi kemiringan pada tulang pinggul akibat kebiasaan-kebiasaan buruk pada
saat berdiri ataupun berjalan dan bukan cacat fisik sejak kecil ataupun salah
satu betis lebih besar dari yang lainnya maka penyatuan tumit dengan tumit dan
kaki dengan kaki pada waktu shalat dapat memaksa seseorang untuk bertumpu
kepada kedua kakinya secara seimbang. Apalagi bila ia tersu berusaha menjaga
shalatnya (yang berarti juga terus menyeimbangkan cara berdirinya) maka dengan
begitu, sangat terbuka kemungkinan kesembuhan dari kelainan yang dialaminya,
begitu juga kelainan-kelainan lainnya yang menyertai dari inti kelainannya itu,
seperti kemiringan pada tulang punggung.
Terdapat beberapa macam
kelainan yang dapat diderita oleh kedua kaki, seperti berputarnya kaki kea rah luar
ataupun dalam. Namun, dengan upaya penyatuan kaki dengan mata kaki yang berarti
juga memaksa penyatuan mata kaki dengan mata kaki yang ada di sisi luar kaki. Kemudian,
kedua kaki juga akan sama lurus pada posisi tersebut, tidak ada yang lebih ke
dalam (inversi) ataupun keluar (eversi). Ditambah lagi, ketika shalat
seseorang akan dipaksa berdiri dalam tempo yang relative lama, karena harus
berdiri untuk membaca surah al-Fatihah dan beberapa ayat Al-Quran, serta
dilakukan secara terus-menerus sebanyak tujuh belas kali dalam sehari semalam,
lalu ditambah dengan empat rakaat shalat sunnah sebagai upaya pencegahan dari
bertambahnya kelainan pada kaki yang mengarah ke dalam ataupun ke luar, serta
usaha untuk selalu mengerjakan shalat secara rutin. Semua kondisi tersebut akan
dapat menyembuhkan kelainan jenis ini yang banyak diderita oleh seseorang.
Contoh kelainan lainnya
yang sangat mungkin dialami tubuh manusia adalah bergesernya tulang pinggul. Kelainan
jenis ini muncul akibat kebiasaan manusia yang menumpangkan satu kakinya di
atas kaki yang lain, atau ia terbiasa tidur miring pada salah satu sisi
sedangkan kakinya ada yang lebih maju ke depan dan lainnya di belakang, seperti
yang telah kita jelaskan sebelumnya. Kelainan jenis ini menjadi sasaran
pengobatan dari gerakan-gerakan shalat. Seperti yang telah kita ketahui, untuk
terciptanya shaf yang lurus maka jari-jemari kaki harus berada pada satu garis
lurus, tidak boleh ada yang saling mendahului. Dalam kondisi kaki lurus
tersebut dapat membuat tulang pinggul berada pada posisi seimbang dan tidak ada
yang lebih maju dari yang lainnya. Dengan begitu, tulang pinggul tidak akan
mengalami pergeseran pada salah sau sisinya. Kondisi pelurusan jari-jemari kaki
pada satu garis lurus juga akan dapat mengembalikan tulang pinggul ke posisi normalnya
lagi. Apalagi, bila pelurusan itu dilakukan dalam waktu yang relative lama dan
rutin melaksanakan shalat, tentu saja dapat menyembuhkan sekaligus mencegah
kelainan pergeseran tulang pinggul tersebut.
Dalam hadits Nu’man bin
Basyir, ia berkata, “Aku melihat salah seorang di antara kami menempelkan
pundaknya dengan pundak teman di sampingnya dan mata kaki dengan mata kaki.” Posisi
kaki seperti ini memaksa orang yang melakukan shalat untuk bertumpu pada sisi
luar kakinya dan juga pada tumit ketika ia berdiri. Lantas, posisi kaki yang
seperti itu juga akan dapat mengurani bobot badan yang sebelumnya hanya
bertumpu pada bagian dalam kaki sehingga dapat mencegah dari jatuhnya cekungan telapak
kaki (flat foot), apalagi bila
terlalu lama berdiri. Dengan begitu, cekungan telapak kaki dapat tetap terjaga,
karena ia sendiri melindungi pembuluh darah, sel dan saraf yang menyuplai
nutrisi pada jari-jemari kaki dan menjaga agar sinyal-sinyal sel saraf yang
dikirimkan dari otak tetap aman. Disamping itu, cekungan pada telapak kaki juga
dapat merekam hentakan yang terjadi akibat benturan ketika kaki menumbruk tanah
setelah melompat dari tempat tinggi sehingga dapat mengurangi geraran yang
mempengaruhi otak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar