Bentuk-Bentuk Mukjizat Pada Posisi Duduk Untuk Sujud
Terdapat hadits-hadits yang menjelaskan cara duduk
pelaksana shalat ketika ia ingin sujud, seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya meski terjadi perbedaan sedikit antara kekuatan dan kelemahan isi
hadits. Akan tetapi, semua isinya menunjukkan bahwa ajaran Rasulullah saw,
memerintahkan umatnya untuk berbeda dengan gerakan yang dilakukan binatang. Karena
itu, seorang laki-laki ketika ia sujud jangan sampai sujudnya itu menyerupai
telungkupnya unta. Artinya, ketika pelaksana shalat bergerak untuk sujud, hendaknya
ia menempelkan dulu lututnya ke tanah baru kemudian disusul dengan tangannya. Gerakan
ini sesuai dengan isi hadits Wail bin Hajar dan hadits Anas bin Malik.
Ayat-ayat Al-Quran juga banyak yang
menjelaskan bahwa orang-orang mukmin itu akan cepat bersujud, seperti firman
Allah SWT yang artinya; “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila
diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih
serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri..” (as-Sajdah: 15)
Dalam ayat lainnya,
“Mereka itu
adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari
keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari
keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri
petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha
Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Maryam: 58)
Firman lainnya lagi,
“Katakanlah, ‘Berimantlah
kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang
yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka,
mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.” (al-Israa’:
107)
Adapun menurut analisis ilmu antomi tubuh,
jika seorang manusia bergerak untuk bersujud dengan bertumpu pada kedua
lututnya dan bukan tangannya maka berarti ia telah menjaga kelurusan punggung
pada saat jongkok untuk sujud. Dengan begitu, tulang belakang akan tetap berada
di tempatnya yang normal dan hanya mengalami kecekungan alami (sedikit) saja. Sedangkan
jika seseorang itu bergerak untuk bersujud dengan bertumpu pada dua tangannya
dulu sebelum menempelkan kedua lututnya di tanah maka posisi ini dapat
membahayakan tubuhnya, karena badannya akan terlipat ke depan menghadap tanah
karena lebih dulu menempelkan dua tangannya ke tanah. Lipatan badan yang
seperti ini akan membuat tulang belakang
menjadi cekung ke belakang pada saat ia bergerak untuk sujud meskipun waktu
jongkok itu relative sebentar, hanya saja lengkungan tulang punggung kea rah belakang
dapat menyebabkan terjadinya tekanan pada sisi dalam persendian yang ada di
antara tulang. Tekanan ini muncul akibat menahan berat badan yang ada,
sedangkan punggung dalam keadaan cekung ke belakang. Bila tekanan ini terjadi
secara terus-menerus pada tubuh seseorang maka dapat menyebabkan retaknya
persendian tulang, sehingga cairan darah putih yang mengelilingi tulang sumsum
akan keluar dari rongga tulang belakang. Keadaan ini disebut sebagai kegagalan
tulang rawan. Sangat tidak rasional bila Allah memerintahkan hamba-Nya untuk
melakukan hal-hal yang membayakan diri mereka sendiri. Akan tetapi, sudah tentu
perintah-perintah Allah SWT itu selalu mengandung manfaat yang sangat banyak. Karena
itulah, bergerak untuk sujud (jongkok) dengan bertumpu pada dua lutut terlebih
dahulu dapat menjaga kelurusan punggung, lalu diikuti pula dengan kelurusan
tulang belakang, disamping dapat menjaga tulang belakang agar tetap condong
dengan kecondongan alami saja. Kondisi ini dapat menyeimbangkan tekanan yang
muncul, lalu disebarkan ke seluruh persendian tulang sehingga dapat mencegah
kemungkinan terjadinya kegagalan tulang rawan.
Adapun sebelum dilakukan gerakan untuk
sujud usai melakukan ruku, terjadi beberapa proses alami tubuh terlebih dahulu,
yaitu dimana sebelumnya (pada waktu ruku) system otot bagian belakang kaki
dalam keadaan ekstensi penuh sehingga semua urat dan sel yang ada di daerah itu
dipenuhi dengan aliran darah. Lantas tubuh digerakkan untuk berdiri usai ruku
dan sebelum digerakkan untuk sujud dapat menyebabkan tertariknya otot-otot
kedua kaki sehingga terjadi perubahan aliran darah yang memaksa sujud, akan semakin
membantu kelancaran peredaran darah pada urat-urat system otot yang ada di
kedua kaki. Akhirnya, keadaan ini dapat mencegah terjadinya pembengkakan pada
kedua betis, dimana penyakit ini terjadi akibat buruknya peredaran darah yang
ada di sekitar betis serta lemahnya beberapa katup urat yang ada di daerah
betis. Kemudian, posisi jongkok ketika ingin sujud dengan bertumpu pada dua
lutut terlebih dahulu baru disusul dengan dua tangan dapat memaksa seorang
pelaksana shalat untuk bertumpu pada tulang depan jemari kaki, yaitu sesaat
sebelum menempelnya lutut dengan tanah. Gerakan ini dapat berfungsi mendorong
ruas jemari (gundukan depan telapak kaki) untuk lebih ke belakang sehingga
menambah cekungan telapak kaki yang bertugas menjaga ketersambungan urat,
sel-sel, dan syaraf dengan jemari kaki di bawah perlindungan cekungan telapak
kaki ini. Tidak itu saja, posisi jongkok sebelum sujud selain menambah
kecekungan telapak kaki, ia juga semakin menguatkan ligamentum (pesendian
tulang) dan system otot yang menjaga kecekungan telapak kaki agar tidak jatuh
sehingga tidak menyebabkan telapak kaki rata (flat foot). Sungguh sudah menjadi bukti kekuasaan Sang Maha
Pencipta, Allah SWT, dimana Dia telah menjadikan panjang jemari kaki itu bertingkat-tingkat.
Perbedaan panjang jemari kaki ini sama dengan lebarnya cekungan telapak kaki
dari sisi dalam . bila kita ukur dengan seksama dari lebar, tinggi, dan panjang
maksimal cekungan dalam kaki dari permukaan tanah itu sama dengan ukuran jemari
kaki. Dari sisi lebar misalnya, cekungan telapak kaki itu sama lebarnya dengan
jemari kaki bila diurut mulai dari jari kaki yang paling besar dan kuat (jempol
kaki) hingga jari yang terkecil yang berada sejajar dengan sisi luar kaki. Lebar
cekungan telapak kaki itu sendiri berakhir dengan sisi luar kaki yang menempel
langsung dengan tanah. Dari sisi perbedaan panjang dan kekuatan jemari kaki
akan sama pula dengan sisi dalam cekungan telapak kaki. Dengan begitu, pada
saat seorang pelaksana shalat itu berjongkok untuk sujud dan bertumpu dengan
sisi dalam jemari kaki sebelum ia menempelkan kedua lututnya ke tanah untuk
sujud, berarti ia telah mendorong ruas depan jemari kaki (gundukan depan
telapak kaki) untuk lebih mengarah ke belakang dan penekanan ini seimbang
dengan perbedaan panjang jemari kaki.
Karena, jemari kaki yang paling besar
(jempol kaki) akan mendapatkan tekanan yang lebih besar dibandingkan jari
lainnya. Dengan begitu, dorongan ke belakang terhadap ruas jari paling besar
ini akan sesuai dengan penambahan kedalaman cekungan dalam telapak kaki, dimana
jarak cekungan terdalam telapak kaki ini juga hanya selebar jari terbesar. Tekanan
terhadap tiga jari berikutnya juga akan berbeda dengan tekanan terhadap jari
terkecil (kelingking). Tekanan terhadap tiga jari tengah juga sesuai dengan
penurunan kedalaman telapak kaki yang bertahap menuju sisi luar. Adapun jari
kelingking, ketika jemari kaki lainnya mendapatkan tekanan yang cukup besar
meski intensitasnya agak berbeda pada waktu seorang pelaksana shalat itu
berjongkok, sedangkan jari kelingking karena ia sendiri hamper tidak menapak
dengan tanah sehingga relative tidak terjadi dorongan terhadap ruas jari
kelingking. Keadaan ini juga sesuai dengan apa yang dialami cekungan telapak
kaki, dimana telapak kaki tidak lagi mengalami kecekungan dalam posisi sejajar
dengan kelingking. Dari sini dapat terlihat hikmah di balik berbedanya panjang
jemari kaki, di samping juga hikmah di balik tekanan terhadap jemari kaki pada
saat berjongkok untuk sujud. Semua tekanan yang dialami jemari kaki hanyalah
sebagai upaya untuk menguatkan ligamentum dan system otot sehingga tetap dapat
menjaga cekungan telapak kaki. Di tambah lagi, upaya penambahan cekungan
telapak kaki adalah salah satu cara untuk mencegah dari terjadinya flat foot
sebagai akibat dari penekanan yang dialami telapak kaki pada saat seseorang
berjalan atau berdiri terlalu lama dengan membawa beban berat. Berikutnya, system
otot kaki adalah system otot terbesar yang ada dalam tubuh, khususnya otot segi
empat yang ada di pangkal paha depan. Karena itulah, system otot ini sangat
membutuhkan latihan dan daya tahan yang relative lebih besar dibandingkan system
otot lainnya. Posisi jongkok sebelum sujud dengan bertumpu
pada kedua lutut terlebih dahulu sebelum tangan dapat membuat system otot kedua
kaki lebih banyak bekerja dengan kemampuan yang dimilikinya sebagai upaya
menyeimbangkan bobot berat tubuh dimulai dari seorang pelaksana shalat itu
berjongkok sampai ia menempelkan lututnya di atas tanah ketika sujud. Kerja keras
system otot kedua kaki dalam menyeimbangkan bobot berat tubuh dapat berfungsi
sebagai pengembang kekuatan system otot kedua kaki itu sendiri. Kekuatan ini
lebih dikenal dengan kemampuan otot dalam melakukan pekerjaan yang berbeda-beda
(tanpa mengenal lelah). Dalam posisi jongkok, system otot tubuh seseorang harus
mencurahkan tenaga ekstra keras untuk menyeimbangkan bobot tubuhnya meskipun
waktu berjongkok itu relative sangat sebentar. Hanya saja posisi jongkok ini
terjadi pada setiap rakaat shalat, sehingga posisi tersebut sama saja melatih
meningkatkan kekuatan system otot kedua kaki.
Meskipun setiap orang mempunyai system otot
kedua kaki yang mampu memikul dan menyeimbangkan bobot tubuhnya masing-masing,
namun mereka juga harus melakukan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi
fisiknya masing-masing. Karena inilah, gerakan shalat berusaha menjaga
perbedaan kemampuan fisik masing-masing orang, baik pada saat mereka telah
menjadi tua maupun sedang sakit. Berkenaan dengan hal ini, ada ajaran
Rasulullah saw yang dapat kita ikuti, seperti yang diriwayatkan oleh Ummu Qais
binti Muhshan, “Pada saat Rasulullah saw, sudah menginjak masa uzur dan kondisi
tubuh beliau juga semakin lemah, maka ketika Rasulullah akan melakukan shalat,
beliau mengambaih sebuah tongkat dan bertumpu dengan tongkatnya itu (pada saat
berdiri untuk shalat).” Bisa diambil kesimpulan bahwa Rasulullah saw telah
memberikan keringanan kepada umatnya untuk bertumpu pada sebuah tongkat pada
waktu mereka sedang melakukan shalat, jika kondisi tubuh mereka tidak
memungkinkan untuk berdiri secara mandiri, baik karena lemah maupun sakit. Dari
sini juga kita dapat melihat adanya hikmah lain, yaitu gerakan shalat sangat
memperhatikan kondisi fisik masing-masing pelaksana shalat.
Firman Allah SWT yang artinya; “Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya
kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat
itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula
mereka tidaklah sombong.” (as-Sajdah:
15)
Dengan begitu,cepatnya gerakan sujud,
sebagaimana yang telah digambarkan oleh ayat diatas, akan menambah kuantitas
aliran darah menuju kepala sebagai reaksi alami dari gerakan dinamis yang
dilakukan oleh pelaksana shalat. Karena, aliran darah pada saat berdiri stelah
melakukan ruku akan tertarik ke jantung dan segera dialirkan lagi menuju
kepala, sedangkan posisi jongkok sebelum sujud akan membantu memudahkan
peredaran darah sampai batas maksimal, mengingat posisi tubuh yang sangat
mendukung kelancaran peredaran darah tersebut menuju daerah kepala.
Semakin bertambahnya aliran darah menuju
otak berarti semakin menambah pula kadar oksigen yang diterima oleh otak
sebagai akibat dari bertambahnya jumlah hemoglobin darah yang ada. Penambahan ini
berarti semakin meningkatkan proses pengangkutan zat-zat kimia sisa metabolism yang
diangkut oleh darah yang telah mengalir ke daerah kepala dan akan kembali lagi
menuju jantung. Kondisi inilah yang nantinya dapat menyembuhkan sakit
kepala yang muncul akibat bertumpuknya
sisa-sisa metabolism dalam otak dan sakit kepala akibat kekurangan kadar
oksigen dalam otak, dan akhirnya dapat memberikan penyegaran untuk otak.
Adapun bagi seseorang yang menderita
tekanan darah rendah, penderita anemia, kekurangan darah, ataupun mengalami
lemah fisik yang diikuti dengan melemahnya tekanan darah maka tersendatnya
aliran darah menuju otak hanya akan menambah buruk kondisi tubuhnya. Dengan kata
lain, kurangnya suplai darah ke daerah kepala akibat penyakit-penyakit diatas
dapat menyebabkan munculnya sakit kepala akut akibat kekurangan oksigen dan
bertumpuknya zat-zat metabolism di otak. Disamping itu, kekurangan suplai darah
ke daerah kepala dapat menyebabkan terjadinya penurunan stamina tubuh secara
umum.
Adapun hadits yang diriwayatkan dari Anas,
“Ketika Rasulullah saw, ingin sujud,
beliau mengucapkan takbir terlebih dahulu lalu mendahulukan (menempel ke tanah)
kedua lutut beliau sebelum dua tangannya.”
Hadits lain dari Abu Hurairah, Rasulullah
saw pernah bersabda, yang artinya;
“Adanya imam
(shalat) itu untuk diikuti maka jika dia (imam) mengucapkan takbir maka
ucapkanlah takbir juga dan jika dia membaca (ayat Al-Qur’an) maka dengarkanlah.”
Ringkasnya, posisi jongkok untuk sujud
dapat meningkatkan dua elemen olahraga; yaitu kekuatan dan kecepatan system otot.
Di samping, posisi jongkok juga dapat menyembuhkan sakit kepala akibat
kekurangan kadar oksigen di otak, dapat memperbaiki kemampuan penglihatan, dan
dapat pula meningkatkan stamina tubuh dan otak. Berikutnya, hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah
saw, telah melarang seseorang untuk duduk pada waktu shalat sedangkan ia tengah
bertopang dengan tangannya.” (HR.
Ahmad)
Adapun dalam riwayat Abu Dawud, “Rasulullah
saw, telah melarang seseorang untuk shalat dengan bertumpu pada tangannya.” Terdapat
juga hadits yang diriwayatkan dari Ummu Qais binti Muhshan, “Ketika Nabi saw,
telah berumur dan lemah, beliau mengambil sebuah tiang (tongkat) di tempat
shalatnya untuk di jadikan sandaran olehnya.”
Hadits pertama di atas menunjukkan makruhnya
bersandar di atas kedua tangan pada waktu seorang pelaksana shalat sedang
duduk, bangun, ataupun melakukan gerakan-gerakan lainnya ketika ia sedang
shalat. Jika bersandar pada kedua tangan sendiri saja makruh, apalagi bila
bersandar pada tongkat dan tembok. Sedangkan hadits Ummu Qais menunjukkan
bolehnya seorang pelaksana shalat untuk bersandar dengan tiang, tongkat atau
hal yang semisalnya dengan catatan, seorang pelaksana shalat memiliki uzur
(kondisi tertentu), seperti kegemukan, lanjut usia, lemah fisik, dan sakit.
Sekelompok ulama menyebutkan, siapa saja
yang pada saat berdiri ataupun duduk ketika melakukan shalat butuh untuk
bersandar dengan tongkat, penopang, tembok , ataupun bersandar pada tubuh
seseorang yang berada di sampingnya maka ia boleh melakukannya. Bahkan, imam
Syafi’i berpendapat bahwa orang yang dalam kondisi tersebut ia tidak wajib
berdiri dan boleh saja duduk (ketika melakukan shalat). Adapun dua hadits
tersebut bisa dijadikan dalil tentang perintah untuk bertumpu pada dua kaki
ketika seorang pelaksana shalat berjongkok untuk sujud dan pada waktu ia bangun
dari sujud, dimana posisi tersebut memiliki keuntungan tersendiri bagi tubuh.