Olahraga Dan Kaitannya Dengan Shalat
Banyak Negara dan persatuan olahraga yang merasa bangga dengan acara yang
mereka adakan pada saat membuka rangkaian kejuaraan di bidang olahraga dengan
berbagai jenis dan namanya. Kita juga dapat melihat di layar televise,
atraksi-atraksi yang dilakukan oleh sekelompok orang ketika menyambut suatu
rakaian event olahraga. Secara khusus para pemerhati olahraga telah memberikan
kriteria-kriteria khusus yang berkaitan dengan seni kejuaraan di bidang olahraga ini, yaitu seperti sebagai
berikut;
1.
Unsur Nasionalisme
Seni dari salah satu cabang olahraga
dalam kejuaraan bisa dijadikan sebagai ajang pemersatu norma-norma social dan
politik suatu masyarakat dan Negara yang bersangkutan.
2.
Unsur Tubuh dan Gerakan
3.
Unsur Pendidikan
Dapat mengembangkan sifat-sifat
terpuji seperti sifat teratur, kepatuhan, kepemimpinan, kerja sama, dan loyal
terhadap kelompok, serta sifat lainnya.
4.
Unsur Estetika
Merasakan nilai-nilai estetika yang
dihasilkan dari keindahan dan perpaduan gerak, formasi serta model penampilan.
Unsur-Unsur Seni Gerakan Dalam Shalat
Bila kita memperhatikan gerakan
shalat dan kepedulian Rasulullah saw, terhadap perpaduan dan kesatuan gerakan
jamaah shalat secara keseluruhan maka hal ini akan mengandung juga unsur-unsur
pendidikan dan estetika dalam satu waktu. Apalagi, dikuatkan dengan peringatan
Rasulullah saw, untuk tidak mendahului imam dalam gerakan shalat, seperti yang
terdapat dalam sabda beliau, “Janganlah kalian mendahuluiku (imam
shalat) dalam ruku, sujud, berdiri, ataupun salam!”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia
pernah melihat seseorang yang berani mendahului imam shalatnya, lalu Ibnu Mas’ud
berkata kepada orang tersebut, “Kamu tidak shalat sendirian, tetapi kamu juga
tidak mau mengikuti imam”
Adapun bukti yang menguatkan
kepedulian Rasulullah saw terhadap perpaduan gerakan jamaah shalat adalah
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw, bersabda, “Apakah di antara kalian tidak ada yang
takut, bila ia berani mengangkat kepalanya sebelum imam maka Allah akan
menjadikan bentuknya kepalanya (maknawi) dengan bentuk keledai?”
Hal-Hal Yang Dilarang Dalam Melakukan Shalat
Diantara hadits-hadits yang berisi
hal-hal yang dapat menyiapkan mental seseorang adalah hadits yang diriwayatkan
dari Anas bin Malik, “Termasuk sunnah jika seseorang memasuki masjid dengan
mendahului kaki kanan terlebih dahulu dan ketika keluar dari masjid dengan
mendahului kaki kiri.”
Rasulullah saw melarang umatnya
untuk melakukan shalat dalam keadaan shafan, shafad, lalu iq’aa, sadal, kuft,
dari ikhtishaar, shalb, juga dari muwaashalah. Beliau juga melarang shalat
orang yang sedang hiqn, hiqb, dan hizq, serta orang dalam keadaan lapar, marah,
dan tertutup wajahnya.
Shafan, yaitu seseorang mengangkat
salah satu kaki mereka dan bertumpu pada kaki yang lain.
Shafad, yaitu merapatkan dua tumit
sekaligus.
Iq’aa yaitu duduk di atas bokongnya
dengan menegakkan dua lutut, lalu menempelkan dua tangan di atas tanah, seperti
yang dilakukan anjing.
Sadal yaitu melipat bajunya lalu
memasukan dua tangannya ke dalam baju itu. Lantas dalam keadaan tangan seperti
itu, ia melakukan ruku dan sujud. Sikap ini sama seperti yang dilakukan oleh
kaum Yahudi. Adapula yang mengatakan maksud dari kata sadal tersebut adalah
seseorang meletakkan kain di atas kepalanya lalu menyingsingkan ujung kain itu
ke sebelah kanan dan kiri pundaknya, tidak menaruh kain itu di atas pundaknya.
Kaff yaitu, seseorang mengangkat
bajunya yang ada di depan tubuhnya atau di belakang ketika ingin melakukan
sujud. Kondisi kaff bisa juga dilakukan pada rambut kepala, maka seseorang
tidak boleh melakukan shalat sedangkan rambutnya dalam keadaan terkuncir dan
larangan ini khusus kaum laki-laki saja.
Ikhtishaar, yaitu seseorang
menempelkan dua tangannya di sisi badan.
Shalb, yaitu seseorang meletakkan
dua tanganya di samping badannya ketika berdiri sambil meratakan dua lengan
atas.
Muwaashalah, ada lima hal, dua untuk
imam, yaitu imam tidak boleh menyambung bacaan secara langsung dengan
takbiratul ihram (harus ada jeda) ataupun terus membaca surah ketika ia telah
ruku. Dua lainnya untuk makmum , yaitu makmum tidak boleh menyamakan bacaan
takbiratul ihramnya dengan takbiratul imam, begitu juga halnya ketika
mengucapkan salam. Sedangkan hal yang terakhir untuk umum, yaitu pelaksana
shalat tidak boleh menyambung ucapan salam yang wajib, pertama secara langsung
dengan ucapan salam yang kedua, sunnah, yaitu hendaknya memisahkan di antara
keduanya (ada jeda waktu). Haaqin, seseorang ingin buang air kecil.
Haaqib, seseorang ingin buang air
besar. Haaziq yaitu seseorang yang memakai sepatu yang sangat sempit. Semua keadaan
dan kondisi di atas dilarang oleh Rasulullah saw, karena dapat menghilangkan
kekhusyuan seseorang ketika mengerjakan shalat.
Sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Tujuh
hal yang disebabkan oleh setan dalam melakukan shalat; hidung berdarah
(mimisan), mengantuk, was-was, menguap, berbicara, menoleh, dan bermain dengan
sesuatu.” Beberapa ulama ada yang menambahkan dengan keadaan lupa dan ragu. Beberapa
ulama ada yang mengatakan bahwa ada empat hal yang dapat mengurangi nilai
shalat, yaitu menoleh (melirik sesuatu), mengusap wajah, meratakan barisan, dan
shalat di tempat lalu-lalang orang. Dilarang pula ketika shalat untuk
menggenggam tangan, membunyikan tangan, menutup wajah, meletakkan salah satu
sisi telapak tangan di atas sisi yang lainnya, atau memasukkan dua telapak
tangan di antara dua paha ketika ruku.
Dimakruhkan pula untuk meniup tanah ketika ingin sujud dengan tujuan
membersihkan atau meratakan batu (barisan) dengan tangannya. Semua itu
merupakan pekerjaan-pekerjaan yang dapat menghilangkan kekhusyuan shalat. Tidak
boleh juga mengangkat salah satu tumit lalu merapatkannya dengan paha, atau
bersandar dengan tembok ketika sedang berdiri karena bila saja tembok itu
runtuh maka orang yang bersandar itu akan ikut terjatuh pula, tentu saja hal
tersebut dapat membatalkan shalat. Adapun keadaan khusyu, terkadang datangnya
dari hati seperti rasa takut, dan terkadang pula datangnya dari perbutatan
badan seperti diam. Beberapa orang mengatakan, khusyu itu datang dari jiwa dan
dapat tercermin dari ketenangan tubuh yang sesuai dengan gerakan ibadah. Sebagaimana
terdapat dalam suatu hadits, ketika Rasulullah saw, melihat seorang laki-laki
yang menggerakkan tubuhnya, lalu beliau bersabda, “Seandainya
orang ini khusyu maka anggota tubuhnya akan ikut khusyu juga.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar