Jumat, 11 Juli 2014

Olahraga Dan Kaitannya Dengan Shalat

Olahraga Dan Kaitannya Dengan Shalat

Banyak Negara dan persatuan olahraga yang merasa bangga dengan acara yang mereka adakan pada saat membuka rangkaian kejuaraan di bidang olahraga dengan berbagai jenis dan namanya. Kita juga dapat melihat di layar televise, atraksi-atraksi yang dilakukan oleh sekelompok orang ketika menyambut suatu rakaian event olahraga. Secara khusus para pemerhati olahraga telah memberikan kriteria-kriteria khusus yang berkaitan dengan seni kejuaraan  di bidang olahraga ini, yaitu seperti sebagai berikut;
1.    Unsur Nasionalisme
Seni dari salah satu cabang olahraga dalam kejuaraan bisa dijadikan sebagai ajang pemersatu norma-norma social dan politik suatu masyarakat dan Negara yang bersangkutan.
2.    Unsur Tubuh dan Gerakan
3.    Unsur Pendidikan
Dapat mengembangkan sifat-sifat terpuji seperti sifat teratur, kepatuhan, kepemimpinan, kerja sama, dan loyal terhadap kelompok, serta sifat lainnya.
4.    Unsur Estetika
Merasakan nilai-nilai estetika yang dihasilkan dari keindahan dan perpaduan gerak, formasi serta model penampilan.
Unsur-Unsur Seni Gerakan Dalam Shalat
Bila kita memperhatikan gerakan shalat dan kepedulian Rasulullah saw, terhadap perpaduan dan kesatuan gerakan jamaah shalat secara keseluruhan maka hal ini akan mengandung juga unsur-unsur pendidikan dan estetika dalam satu waktu. Apalagi, dikuatkan dengan peringatan Rasulullah saw, untuk tidak mendahului imam dalam gerakan shalat, seperti yang terdapat dalam sabda beliau, “Janganlah kalian mendahuluiku (imam shalat) dalam ruku, sujud, berdiri, ataupun salam!”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia pernah melihat seseorang yang berani mendahului imam shalatnya, lalu Ibnu Mas’ud berkata kepada orang tersebut, “Kamu tidak shalat sendirian, tetapi kamu juga tidak mau mengikuti imam”
Adapun bukti yang menguatkan kepedulian Rasulullah saw terhadap perpaduan gerakan jamaah shalat adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw, bersabda, “Apakah di antara kalian tidak ada yang takut, bila ia berani mengangkat kepalanya sebelum imam maka Allah akan menjadikan bentuknya kepalanya (maknawi) dengan bentuk keledai?”
Hal-Hal Yang Dilarang Dalam Melakukan Shalat
Diantara hadits-hadits yang berisi hal-hal yang dapat menyiapkan mental seseorang adalah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, “Termasuk sunnah jika seseorang memasuki masjid dengan mendahului kaki kanan terlebih dahulu dan ketika keluar dari masjid dengan mendahului kaki kiri.”
Rasulullah saw melarang umatnya untuk melakukan shalat dalam keadaan shafan, shafad, lalu iq’aa, sadal, kuft, dari ikhtishaar, shalb, juga dari muwaashalah. Beliau juga melarang shalat orang yang sedang hiqn, hiqb, dan hizq, serta orang dalam keadaan lapar, marah, dan tertutup wajahnya.
Shafan, yaitu seseorang mengangkat salah satu kaki mereka dan bertumpu pada kaki yang lain.
Shafad, yaitu merapatkan dua tumit sekaligus.
Iq’aa yaitu duduk di atas bokongnya dengan menegakkan dua lutut, lalu menempelkan dua tangan di atas tanah, seperti yang dilakukan anjing.
Sadal yaitu melipat bajunya lalu memasukan dua tangannya ke dalam baju itu. Lantas dalam keadaan tangan seperti itu, ia melakukan ruku dan sujud. Sikap ini sama seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi. Adapula yang mengatakan maksud dari kata sadal tersebut adalah seseorang meletakkan kain di atas kepalanya lalu menyingsingkan ujung kain itu ke sebelah kanan dan kiri pundaknya, tidak menaruh kain itu di atas pundaknya.
Kaff yaitu, seseorang mengangkat bajunya yang ada di depan tubuhnya atau di belakang ketika ingin melakukan sujud. Kondisi kaff bisa juga dilakukan pada rambut kepala, maka seseorang tidak boleh melakukan shalat sedangkan rambutnya dalam keadaan terkuncir dan larangan ini khusus kaum laki-laki saja.
Ikhtishaar, yaitu seseorang menempelkan dua tangannya di sisi badan.
Shalb, yaitu seseorang meletakkan dua tanganya di samping badannya ketika berdiri sambil meratakan dua lengan atas.
Muwaashalah, ada lima hal, dua untuk imam, yaitu imam tidak boleh menyambung bacaan secara langsung dengan takbiratul ihram (harus ada jeda) ataupun terus membaca surah ketika ia telah ruku. Dua lainnya untuk makmum , yaitu makmum tidak boleh menyamakan bacaan takbiratul ihramnya dengan takbiratul imam, begitu juga halnya ketika mengucapkan salam. Sedangkan hal yang terakhir untuk umum, yaitu pelaksana shalat tidak boleh menyambung ucapan salam yang wajib, pertama secara langsung dengan ucapan salam yang kedua, sunnah, yaitu hendaknya memisahkan di antara keduanya (ada jeda waktu). Haaqin, seseorang ingin buang air kecil.
Haaqib, seseorang ingin buang air besar. Haaziq yaitu seseorang yang memakai sepatu yang sangat sempit. Semua keadaan dan kondisi di atas dilarang oleh Rasulullah saw, karena dapat menghilangkan kekhusyuan seseorang ketika mengerjakan shalat.
Sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Tujuh hal yang disebabkan oleh setan dalam melakukan shalat; hidung berdarah (mimisan), mengantuk, was-was, menguap, berbicara, menoleh, dan bermain dengan sesuatu.” Beberapa ulama ada yang menambahkan dengan keadaan lupa dan ragu. Beberapa ulama ada yang mengatakan bahwa ada empat hal yang dapat mengurangi nilai shalat, yaitu menoleh (melirik sesuatu), mengusap wajah, meratakan barisan, dan shalat di tempat lalu-lalang orang. Dilarang pula ketika shalat untuk menggenggam tangan, membunyikan tangan, menutup wajah, meletakkan salah satu sisi telapak tangan di atas sisi yang lainnya, atau memasukkan dua telapak tangan di antara dua paha ketika ruku.

Dimakruhkan pula untuk meniup tanah ketika ingin sujud dengan tujuan membersihkan atau meratakan batu (barisan) dengan tangannya. Semua itu merupakan pekerjaan-pekerjaan yang dapat menghilangkan kekhusyuan shalat. Tidak boleh juga mengangkat salah satu tumit lalu merapatkannya dengan paha, atau bersandar dengan tembok ketika sedang berdiri karena bila saja tembok itu runtuh maka orang yang bersandar itu akan ikut terjatuh pula, tentu saja hal tersebut dapat membatalkan shalat. Adapun keadaan khusyu, terkadang datangnya dari hati seperti rasa takut, dan terkadang pula datangnya dari perbutatan badan seperti diam. Beberapa orang mengatakan, khusyu itu datang dari jiwa dan dapat tercermin dari ketenangan tubuh yang sesuai dengan gerakan ibadah. Sebagaimana terdapat dalam suatu hadits, ketika Rasulullah saw, melihat seorang laki-laki yang menggerakkan tubuhnya, lalu beliau bersabda, “Seandainya orang ini khusyu maka anggota tubuhnya akan ikut khusyu juga.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar