Bentuk Duduk (Kedua) Di antara Dua Sujud
Literatur-literatur hadits Nabi saw,
menegaskan tentang adanya sujud kedua dalam shalat. Sebagaimana yang terdapat
dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata;
“Rasulullah saw, memulai shalatnya dengan
mengucapkan takbir, lalu membaca surah al-Fatihah. Jika beliau ruku, kepalanya
tidak akan diturunkan ataupun diangkat, tetapi berada di tengah. Kemudian, jika
Rasulullah saw mengangkat kepalanya dari ruku (I’tidal), beliau tidak
langsung sujud sebelum berdiri tegak
terlebih dahulu. Selanjutnya, jika beliau bangun dari sujud, ia tidak akan
langusung sujud sebelum duduk terlebih dahulu. Lalu, setiap kali Rasulullah
saw, menyelesaikan dua rakaat, beliau akan membaca tahiyyat (tasyahhud) dengan
meratakan kaki kiri beliau dengan tanah dan mengangkat telapak kaki kanannya
(tegak lurus). Beliau melarang duduk ketika shalat seperti cara duduk setan
(menegakkan kedua paha) ataupun menempelkan kedua siku di atas tanah seperti
yang dilakukan binatang buas. Kemudian, beliau akan mengakhiri shalatnya dengan
mengucapkan salam.”
Dalam hadits diatas,
terdapat kata, “Jika beliau bangun dari sujud, ia tidak akan langsung sujud
sebelum duduk terlebih dahulu,” kata-kata ini menunjukkan adanya sujud kedua
dalam setiap rakaat shalat serta adanya sikap tenang (thuma’ninah) ketika duduk
di antara dua sujud. Adapun dalil yang menegaskan adanya jarak waktu dalam
duduk di antara dua sujud adalah hadits yang diriwayatkan dari anas, ia
berkata, “Jika Rasulullah saw, mengucapkan sami’a
Allah li man hamidah,
beliau dalam keadaan berdiri (cukup lama) sampai kami mengira beliau bingung
(dengan bilangan rakaat), baru setelah itu Rasulullah saw sujud, lalu duduk di antara dua sujud (cukup
lama) sampai kami mengira beliau bingung juga.”
Bahkan Anas pernah berkata,
“aku akan mengajarkan kalian cara melakukan shalat seperti apa yang telah aku
lihat dari Rasulullah saw, jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku (I’tidal),
ia akan berdiri tegak (cukup lama) sampai orang-orang mengira Rasulullah saw, lupa
(gerakan shalat berikutnya). Kemudian, jika Rasulullah saw, mengangkat kepalanya
dari sujud, beliau akan duduk sejenak sampai orang-orang mengira beliau lupa
juga.” Hadits di atas menunjukkan adanya jangka waktu tertentu ketika duduk di
antara dua sujud. Hadits berikutnya yang menguatkan adanya jangka waktu ketika
duduk, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah, “Nabi saw, ketika duduk
di antara dua sujud pernah membaca, “Tuhanku ampunilah aku! Ampunilah aku (Rabbighfirli, Rabbighfirli)!” Hadits lain yang diriwayatkan dari
Ibnu Abbas, “Nabi saw, ketika duduk di antara dua sujud pernah membaca, “Allahummaghfirli warhamni wajburni wahdini
warjughni) “Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, tuntunlah aku, bimbinglah
aku (beri hidayah), dan limpahkanlah rezeki kepadaku (HR. Tirmidzi) dan juga
Abu Dawud, hanya saja, ia menyebutkan kata “berilah aku kesehatan!” sebagai
ganti dari “tuntunlah aku!”
Sebelum hadits di atas
dengan berbagai jalur sanadnya menegaskan akan adanya jangka waktu ketika duduk
di antara dua sujud hingga seorang pelaksana shalat dapat saja mengucapkan doa
yang diucapkan oleh Rasulullah saw, seperti yang terdapat dalam hadits
Hudzaifah ataupun Ibnu Abbas r.a. Sedangkan, posisi kedua kaki ketika duduk
disunnahkan dalam posisi iq’aa, yaitu seorang pelaksana shalat duduk di atas
tumit dua kakinya sambil mendirikan telapak kakinya yang bertumpu di atas
jemari kaki. Abu Ubaidah berpendapat bahwa pendapat di atas adalah pendapat
ulama hadits. Diriwayatkan dari Abu Zubair, ia pernah mendengar Thawuus
bertanya kepada Ibnu Abbas perihal duduk iq’aa (duduk di atas dua telapak
kaki), lalu dijawab oleh Ibnu Abbas, “iq’aa itu sunnah.” Kemudian, Thawuus
berkata lagi, “Duduk seperti itu dapat membuat kaki sakit,” Lalu dibalas oleh
Ibnu Abbas, “Tapi, (posisi) itu sunnah Nabi kalian.”
Diriwayatkan dari Thawuus,
ia berkata, “aku melihat tiga orang Abdullah; Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Umar, dan Abdullah bin Zubair melakukan iq’aa pada waktu duduk di antara dua
sujud.”
Adapun duduk iq’aa dengan
cara meletakkan pantat di atas tanah sedangkan kedua paha ditegakkan adalah
makruh menurut mayoritas ulama, sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Hurairah,
ia berkata, “Nabi saw, melarang kami tentang tiga hal; berkokok seperti ayam,
duduk seperti anjing, dan melirik seperti srigala.” Ringkasnya, seorang
pelaksana shalat ketika duduk di antara dua sujud, ia harus bertumpu pada
jemari kakinya dengan menegakkan telapak kaki, lalu ia duduk di atas dua tumit
kakinya. Dengan begitu, posisi punggung berada cukup dekat dengan kaki,
sedangkan pandangan mata hanya tertuju pada tempat sujud. Ini artinya, kepala
akan sedikit condong ke depan dan tidak boleh mengalihkan pandangan ke atas,
sebagaimana yang terdapat dalam hadits
Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah saw, bersabda, “Mengapa
bisa orang-orang itu sampai mengalihkan pandangannya ke langit pada waktu
mereka sedang shalat?” ---‘Beliau mengucapkannya dengan nada tinggi’ ---hingga beliau lanjut
bersabda, “Turunkanlah (pandangannya) atau
penglihatan mereka akan dicabut.”
Disunnahkan bagi orang
yang duduk di antara dua sujud untuk meletakkan tangan kanannya di atas paha
kanan dan tangan kirinya di atas paha kiri dengan jari dalam keadaan terjulur
menghadap kiblat dan agak merenggang sedikit, serta berada di ujung lutut. Dengan
kata lain, kedua tangan diletakkan di atas dua paha dengan rileks dan tanpa
beban apapun, lalu memanjatkan doa seperti yang diucapkan oleh Rasulullah saw,
ketika beliau sedang duduk di antara dua sujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar