Minggu, 06 Juli 2014

Bentuk Duduk (Kedua) Di antara Dua Sujud

Bentuk Duduk (Kedua) Di antara Dua Sujud

Literatur-literatur hadits Nabi saw, menegaskan tentang adanya sujud kedua dalam shalat. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata;
“Rasulullah saw, memulai shalatnya dengan mengucapkan takbir, lalu membaca surah al-Fatihah. Jika beliau ruku, kepalanya tidak akan diturunkan ataupun diangkat, tetapi berada di tengah. Kemudian, jika Rasulullah saw mengangkat kepalanya dari ruku (I’tidal), beliau tidak langsung  sujud sebelum berdiri tegak terlebih dahulu. Selanjutnya, jika beliau bangun dari sujud, ia tidak akan langusung sujud sebelum duduk terlebih dahulu. Lalu, setiap kali Rasulullah saw, menyelesaikan dua rakaat, beliau akan membaca tahiyyat (tasyahhud) dengan meratakan kaki kiri beliau dengan tanah dan mengangkat telapak kaki kanannya (tegak lurus). Beliau melarang duduk ketika shalat seperti cara duduk setan (menegakkan kedua paha) ataupun menempelkan kedua siku di atas tanah seperti yang dilakukan binatang buas. Kemudian, beliau akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam.”
Dalam hadits diatas, terdapat kata, “Jika beliau bangun dari sujud, ia tidak akan langsung sujud sebelum duduk terlebih dahulu,” kata-kata ini menunjukkan adanya sujud kedua dalam setiap rakaat shalat serta adanya sikap tenang (thuma’ninah) ketika duduk di antara dua sujud. Adapun dalil yang menegaskan adanya jarak waktu dalam duduk di antara dua sujud adalah hadits yang diriwayatkan dari anas, ia berkata, “Jika Rasulullah saw, mengucapkan sami’a Allah li man hamidah, beliau dalam keadaan berdiri (cukup lama) sampai kami mengira beliau bingung (dengan bilangan rakaat), baru setelah itu Rasulullah saw  sujud, lalu duduk di antara dua sujud (cukup lama) sampai kami mengira beliau bingung juga.”
Bahkan Anas pernah berkata, “aku akan mengajarkan kalian cara melakukan shalat seperti apa yang telah aku lihat dari Rasulullah saw, jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku (I’tidal), ia akan berdiri tegak (cukup lama) sampai orang-orang mengira Rasulullah saw, lupa (gerakan shalat berikutnya). Kemudian, jika Rasulullah saw, mengangkat kepalanya dari sujud, beliau akan duduk sejenak sampai orang-orang mengira beliau lupa juga.” Hadits di atas menunjukkan adanya jangka waktu tertentu ketika duduk di antara dua sujud. Hadits berikutnya yang menguatkan adanya jangka waktu ketika duduk, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah, “Nabi saw, ketika duduk di antara dua sujud pernah membaca, “Tuhanku ampunilah aku! Ampunilah aku (Rabbighfirli, Rabbighfirli)!” Hadits lain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Nabi saw, ketika duduk di antara dua sujud pernah membaca, “Allahummaghfirli warhamni wajburni wahdini warjughni) “Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, tuntunlah aku, bimbinglah aku (beri hidayah), dan limpahkanlah rezeki kepadaku (HR. Tirmidzi) dan juga Abu Dawud, hanya saja, ia menyebutkan kata “berilah aku kesehatan!” sebagai ganti dari “tuntunlah aku!”
Sebelum hadits di atas dengan berbagai jalur sanadnya menegaskan akan adanya jangka waktu ketika duduk di antara dua sujud hingga seorang pelaksana shalat dapat saja mengucapkan doa yang diucapkan oleh Rasulullah saw, seperti yang terdapat dalam hadits Hudzaifah ataupun Ibnu Abbas r.a. Sedangkan, posisi kedua kaki ketika duduk disunnahkan dalam posisi iq’aa, yaitu seorang pelaksana shalat duduk di atas tumit dua kakinya sambil mendirikan telapak kakinya yang bertumpu di atas jemari kaki. Abu Ubaidah berpendapat bahwa pendapat di atas adalah pendapat ulama hadits. Diriwayatkan dari Abu Zubair, ia pernah mendengar Thawuus bertanya kepada Ibnu Abbas perihal duduk iq’aa (duduk di atas dua telapak kaki), lalu dijawab oleh Ibnu Abbas, “iq’aa itu sunnah.” Kemudian, Thawuus berkata lagi, “Duduk seperti itu dapat membuat kaki sakit,” Lalu dibalas oleh Ibnu Abbas, “Tapi, (posisi) itu sunnah Nabi kalian.”
Diriwayatkan dari Thawuus, ia berkata, “aku melihat tiga orang Abdullah; Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Zubair melakukan iq’aa pada waktu duduk di antara dua sujud.”
Adapun duduk iq’aa dengan cara meletakkan pantat di atas tanah sedangkan kedua paha ditegakkan adalah makruh menurut mayoritas ulama, sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, “Nabi saw, melarang kami tentang tiga hal; berkokok seperti ayam, duduk seperti anjing, dan melirik seperti srigala.” Ringkasnya, seorang pelaksana shalat ketika duduk di antara dua sujud, ia harus bertumpu pada jemari kakinya dengan menegakkan telapak kaki, lalu ia duduk di atas dua tumit kakinya. Dengan begitu, posisi punggung berada cukup dekat dengan kaki, sedangkan pandangan mata hanya tertuju pada tempat sujud. Ini artinya, kepala akan sedikit condong ke depan dan tidak boleh mengalihkan pandangan ke atas, sebagaimana yang terdapat  dalam hadits Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah saw, bersabda, “Mengapa bisa orang-orang itu sampai mengalihkan pandangannya ke langit pada waktu mereka sedang shalat?” ---‘Beliau mengucapkannya dengan nada tinggi’ ---hingga beliau lanjut bersabda, “Turunkanlah (pandangannya) atau penglihatan mereka akan dicabut.”

Disunnahkan bagi orang yang duduk di antara dua sujud untuk meletakkan tangan kanannya di atas paha kanan dan tangan kirinya di atas paha kiri dengan jari dalam keadaan terjulur menghadap kiblat dan agak merenggang sedikit, serta berada di ujung lutut. Dengan kata lain, kedua tangan diletakkan di atas dua paha dengan rileks dan tanpa beban apapun, lalu memanjatkan doa seperti yang diucapkan oleh Rasulullah saw, ketika beliau sedang duduk di antara dua sujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar