Bentuk Posisi Sujud
Sujud merupakan
gambaran terbesari dari penyembahan diri kepada Allah SWT juga, bentuk yang
paling baik dalam mengungkapkan ketundukan, kehinaan, dan penyerahan diri
kepada Allah. Karena itulah, sujud menjadi jalan untuk medekatkan diri kepada
Allah SWT sebagaimana yang tertera dalam salah satu firman-Nya yang artinya, “….dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu
kepada Tuhan)”. (al-‘Alaq: 19)
Ayat ini menunjukkan bahwa sujud merupakan
jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini juga dikuatkan dengan
hadits Rasulullah saw, yang berbunyi, “Saat-saat
yang paling dekat bagi seorang hamba kepada Tuhannya adalah ketika ia sedang
sujud, maka perbanyaklah doa (pada waktu sujud).”
Telah disebutkan batasan tentang awal mula
posisi sujud sebagaiman yang diriwatkan dari al-Barra bin Aazib dan dimuat oleh
Bukhari dalam kitab Shahih-nya, “Dulu, kami melakukan shalat di belakang Nabi
saw, maka ketika beliau mengucapkan sami’a Allah li man hamidah, tidak ada di
antara kami yang membungkukkan badan sebelum Rasulullah saw, menempelkan
keningnya di atas tanah.”
Penjelasan bentuk-bentuk sujud sendiri
telah disebutkan dalam banyak hadits dan diriwayatkan dari banyak sahabat. Hadits-hadits
tersebut kebanyakannya menggambarkan bentuk sujud secara detail, mulai dari
posisi anggota tubuh ketika sujud hingga cara meletakkan setiap anggota tubuh
ketika di tanah, serta arah menghadap setiap anggota tubuh ketika sujud. Para sahabat
juga sangat peduli dengan posisi sujud yang baik dan sesuai dengan perbuatan
Nabi saw, Kami akan menyebutkan beberapa hadits yang menggambarkan bentuk
sujud, di antaranya adalah sebagai berikut.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah saw, diperintahkan untuk sujud
dengan tujuh anggota (tubuh) sujud, sedang beliau dilarang untuk merapikan
rambut dan bajunya (ketika shalat).”
Dalam riwayat lainnya, “Dengan tujuh tulang. Beliau dilarang untuk
merapikan rambut dan bajunya. (tujh tulang itu adalah) dua telapak tangan, dua
lutut, dua kaki dan kening.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas juga, “Nabi
saw, “Aku diperintahkan untuk sujud
dengan tujuh tulang tubuh dan tidak boleh merapikan baju ataupun rambut.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas juga, “Nabi
saw, diperintahkan untuk sujud dengan
tujuh anggota (tubuh) dan dilarang untuk merapikan rambut dan baju.”
Dari hadits-hadits di atas, terlihat bahwa
seorang pelaksana shalat dilarang untuk merapikan (rambut dan bajunya). Karena,
rambut panjang menjadi tempat duduk setan pada waktu shalat. Suatu ketika, Abu Naafi
pernah melihat Hasan bin Ali tengah melakukan shalat dan rambutnya sudah
panjang memenuhi punggungnya maka ia pun merapikannya, lalu Abu Naafi’ berkata,
“Aku pernah mendengar Rasulullah saw, bersabda, ‘Rambut yang panjang menjadi
tempat duduk setan.”
Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda, “aku diperintahkan untuk sujud dengan
tujuh tulang tubuh, kening –sambil menunjukkan hidungnya dengan tangan –dua tangan,
dua lutut, kening –sambil menunjukkan hidungnya dengan tangan –dua tangan, dua
lutut, dan ujung dua kaki. Aku dilarang untuk merapikan baju dan rambut. Dalam riwayat
lainnya dari Ibnu Abbas juga, Rasulullah saw, bersabda, “Aku diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota (tubuh ketika)
sujud dan dilarang untuk merapikan rambut dan baju; kening, hidung, dua tangan,
dua lutut, dan dua kaki.”
Hadits diatas juga dikuatkan dengan hadits
yang diriwayatkan dari Abbas bin Abdul Muththalib, ia pernah mendengar
Rasulullah saw, bersabda, “Jika seorang hamba (pelaksana shalat) sujud maka
ikut sujud pula bersamnya tujuh anggota tubuhnya; ujung wajahnya, dua tangan,
dua lutut, dan dua kakinya.” Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw,
bersabda, “Tidak akan dianggap shalat
bagi seseorang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah seperti keningnya.”
Diriwayatkan dari Yahya, dari Abu
Musailamah, ia berkata, “Suatu hari, aku pergi menemui Abu Sa’id al-Khudri,
lalu aku berkata, “Mari kita jalan-jalan ke kebun kurma sambil
berbincang-bincang!” maka Abu Sa’id keluar. Lalu Abu Musailamah lanjut
bercerita, “Aku berkata, sebutkanlah apa yang pernah kamu dengan dari
Rasulullah saw tentang dalam malam Lailatul Qadar!” Lalu Abu Sa’id mulai
menjawab, “Dulu, Rasulullah saw, melakukan I’tikaf pada sepuluh malam pertama
bulan Ramadhan, lalu kami ikut beri’tikaf bersama beliau. Lantas, pada
saat-saat beri’tikaf itu, Jibril mendatangi beliau seraya berkata, “Waktu yang diminta
(untuk beri’tikaf) itu nanti.” Kemudian, Nabi saw, menyampaikan khutbah
(ceramah) pada pagi hari kedua puluh lima bulan Ramadhan, seraya bersabda, “Siapa yang telah beri’tikaf bersama Nabi
saw, maka segeralah pulang! Karena aku telah diperlihatkan malam Lailatul Qadar
dan aku lupa bahwa ia (lailatul qadar) ada di sepuluh malam terakhir pada
malam-malam ganjilnya. Aku melihat seakan-akan aku sedang sujud di atas tanah
dan air, padahal pada saat itu atap pelepah korma kering dan di langit tidak ada
apa-apa (awan gelap), lantas tiba-tiba saja dating awan mendung dan turun hujan
yang memisahkan kami (tidak melihat jelas) dengan Nabi saw, dan baru kemudian
aku melihat bekas tanah dan air ada di kening beliau saw, dan ujung hidungnya
sebagai pembenaran mimpi beliau sebelumnya.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia melihat
Abdullah bin Harits sedang melakukan shalat dan di belakang kepalanya ada
kepang (rambut) maka Ibnu Abbas mencoba membuka ikatan rambut Abdullah itu. Setelah
Abdullah selesai shalat, ia menghampiri Ibnu Abbas lalu bertanya, “Apa yang
kamu lakukan dengan rambutku?” Ibnu Abbas menjawab, “Aku pernah mendengar
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang seperti itu (terkepang rambut) dan ia sedang shalat maka
dia seperti sedang terikat.”
Adapun bentuk peletakkan kedua telapak
tangan dan menempelkan keduanya di tanah terdapat dalam hadits yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Siapa (pelaksana shalat) yang
meletakkan keningnya di atas tanah maka hendaknya pula ia meletakkan dua
telapak tangannya sejajar dengan keningnya. Kemudian jika ia mengangkatnya
(keningnya) maka dua tangannya juga diangkat, karena kedua telapak tangan itu
(posisi) sujudnya seperti wajah.”
Diriwayatkan dari Abu Hamid, “Rasulullah
saw, jika bersujud, beliau akan menempelkan hidung dan keningnya di atas tanah,
merenggangkan kedua tangannya dari badan, dan meletakkan dua telapak tangan
dengan rata kedua tangan.” Adapun jemari tangan (pada waktu sujud) diluruskan
dan dibiarkan tetap rapat dengan menghadap kea rah kiblat, sebagaimana yang
terdapat dalam hadits Hakim dan Ibnu Hibban, “Jika Nabi saw, melakukan ruku,
beliau akan merenggangkan jemari tangannya. Namun, jika belaiu bersujud maka akan merapatkan jemari
tangannya itu.” Tiga hadits terakhir mencoba menggambarkan bentuk posisi kedua
tangan dengan sangat detail, yaitu seorang pelaksana shalat harus menempelkan
kedua telapak tangannya di atas tanah dengan rata tangannya (bagian luar
telapak tangan) dan harus sejajar dengan kening. Hendaknya jemari tangan
dijulurkan, tetapi dibiarkan tetap rapat. Posisi peletakan kedua tangan pada
waktu sujud itu hamper sama dengan posisi kedua tangan yang diangkat pada saat
melakukan takbiratul ihram.
Hadits yang diriwayatkan oleh Anas,
Rasulullah saw, bersabda, “Usahakanlah
lurus (posisi badan) ketika sujud dan jangan sampai di antara kalian meletakkan
kedua tangannya seperti yang dilakukan anjing (menempelkan keduanya di tanah).”
Dalam riwayat lain yang artinya, “Jangan ada di antara kalian yang meletakkan
kedua sikunya seperti yang dilakukan anjing.”
Diriwayatkan dari Barra bin Aazib,
Rasulullah saw, bersabda, “Jika kalian sujud maka letakkan dua telapak
tangan kamu dan angkatlah dua siku!”
Diriwayatkan dari Abullah bin Malik bin
Buhairah, “Biasanya, Nabi saw, jika melakukan shalat, beliau akan merenggangkan
dua tangan beliau sampai terlihat ketiak beliau.”
Imam Laitsy pernah berkata, Ja’far bin
Rabbii’ah pernah meriwayatkan hadits yang sama seperti hadits di atas. Dalam riwayat
lain, “Rasulullah saw, jika sedang sujud, beliau melebarkan sujudnya sampai
terlihat putihnya warna ketiak beliau.” Dalam riwayat lainnya lagi, “Rasulullah
saw, jika bersujud, beliau akan menjauhkan kedua tangannya dari badan sampai
aku melihat putihnya ketiak beliau.” Diriwayatkan dari Maimunah, ia berkata, “Nabi
saw, jika sedang bersujud, bila ada kambing kecil ingin lewat maka binatang itu
dapat melintas di antara tubuh beliau.”
Diriwayatkan dari Maimunah, isteri Nabi
saw, ia berkata, “Rasulullah saw, jika bersujud, beliau kan merenggangkan kedua
tangannya sampai terlihat ketiak beliau dari belakang. Lantas, ketika beliau
duduk (bangun dari sujud), beliau akan
duduk tenang di atas paha kirinya.”
Diriwayatkan dari Maimunah binti Harits,
ia berkata, “Rasulullah saw, jika bersujud akan melebarkan kedua tangan beliau
sampai terlihat ketiak beliau dari belakang.”
Hadits-hadits diatas dengan berbagai macam
jalur sanadnya menunjukkan bahwa Rasulullah saw, memerintahkan umatnya untuk
melakukan gerakan yang berbeda dari gerakan binatang. Beliau tidak meletakkan
kedua sikunya seperti yang dilakukan anjing, tetapi beliau merenggangkan kedua
sikunya atau menjauhkan keduanya dari tubuh beliau.
Demikianlah cara meletakkan kepala, kedua
telapak tangan, dan kedua siku di atas tanah sebagaimana yang diajarkan oleh
Rasulullah saw. Adapun cara meletakkan kedua kaki ketika sujud adalah sebagai
berikut;
Zubair bin Munir berpendapat bahwa cara
meletakkan kedua kaki ketika sujud adalah membuat telapak kaki berdiri tegak di
atas jemari dalam kaki dan kedua gundukan telapak kaki sambil mengarahkan
punggung kaki kea rah kiblat.
Saudara Zubair menambahkan, “Itulah alas
an mengapa disunnahkan merapatkan jemari kaki pada waktu sujud. Karena, jika
jemari kaki direnggangkan maka beberapa kepala jari kaki tidak akan menghadap
kiblat.” Pedapat di atas sesuai dengan apa yang terdapat dalam hadits Abu
Hamid, “Jika Nabi saw, bersujud, beliau akan meletakkan kedua tangannya dengan
tidak menempelkan keduanya ke tanah ataupun merapatkannya. Kemudian, beliau
akan menghadapkan ujung-ujung jemari kedua kakinya kea rah kiblat.”
Posisi tadi merupakan cara meletakkan
kedua kaki. Adapun posisi daerah perut, bokong, dan kedua paha terdapat dalam
hadits yang diriwayakan dari Barra bin Aazib, “Jika Nabi saw, melakukan shalat,
beliau akan mengangkat bokong beliau. Lalu Barra berkata, “Seperti inilah
Rasulullah saw bersujud.”
Maksud dari kata “mengangkat bokong beliau”
adalah mengangkat daerah pantat, yaitu tulang ketiga atau keempat dari ujung
tulang belakang bagian bawah dan
dinamakan tulang bokong. Adapun maksud dari “mengangkatnya” yaitu mengangkat
pantat sehingga kedua paha dalam keadaan berdiri tegak dari tanah dan perut
dapat terangkat dari kedua paha ketika sujud. Pendapat di atas dikuatkan pula
oleh Abu Hamid ketika menggambarkan cara shalatnya Rasulullah saw, “Jika beliau
bersujud, beliau akan merenggangkan kedua pahanya dan tidak memikul
(menempelkan) perutnya sama sekali.” Ringkasnya, seorang muslim ketika
bersujud, ia harus bersujud di atas tujuh tulang, kening dan hidung, dua
telapak tangan, dua lutut, dan ruas dalam jemari kedua kaki dengan mengarah ke
kiblat, begitu pula jemari tangan. Ia harus merenggangkan antara kedua sikunya
dan badan, tidak boleh meletakkan kedua sikunya di tanah seperti yang dilakukan
anjing, mengangkat perutnya dari kedua paha, bersikap tenang pada waktu sujud
minimal sebatas bacaan tasbih, dan ia juga sebaiknya memperbanyak sujud
semampunya untuk mengamalkan hadits Abu Hurairah yang berbunyi, Rasulullah saw,
bersabda, “Saat-saat yang paling dekat
bagi seorang hamba kepada Tuhannya adalah ketika ia sedang sujud, maka
perbanyaklah doa (pada waktu sujud).” Ditambah lagi, cerita Hudzaifah,
ketika ia melihat seorang laki-laki yang tidak menyempurnakan posisi ruku dan
sujudnya maka ketika lelaki itu selesai melakukan shalatnya, Hudzaifah berkata
kepada lelaki itu, “Kamu belum melakukan shalat.” Lelaki itu menjawab, “Sudah,
aku sudah melakukan shalat.” Sahabat Hudzaifah lanjut berkata, “Kalau kamu
meninggal maka kamu akan meninggal dengan tidak mengikuti ajaran Muhammad saw.”
Demikianlah cara sujud yang dilakukan oleh
kaum lelaki. Sedangkan cara sujud kaum wanita agak berbeda dengan sujud yang
dilakukan kaum lelaki. Kami akan menjelaskan lebih lanjut cara-cara sujud kaum
wanita dan bentuk-bentuk mukjizat di dalamnya pada bahasan berikutnya. Karena,
perbedaan cara sujud yang dilakukan kaum lelaki dan wanita memiliki hikmah dan
mukjizat masing-masing sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan
masing-masing pihak. Disamping perbedaan postur tubuh dan stamina kaum lelaki
dan wanita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar