Rabu, 02 Juli 2014

Bentuk Posisi Sujud

Bentuk Posisi Sujud

Sujud merupakan gambaran terbesari dari penyembahan diri kepada Allah SWT juga, bentuk yang paling baik dalam mengungkapkan ketundukan, kehinaan, dan penyerahan diri kepada Allah. Karena itulah, sujud menjadi jalan untuk medekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana yang tertera dalam salah satu firman-Nya yang artinya, “….dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)”. (al-‘Alaq: 19)
Ayat ini menunjukkan bahwa sujud merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah saw, yang berbunyi, “Saat-saat yang paling dekat bagi seorang hamba kepada Tuhannya adalah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah doa (pada waktu sujud).”
Telah disebutkan batasan tentang awal mula posisi sujud sebagaiman yang diriwatkan dari al-Barra bin Aazib dan dimuat oleh Bukhari dalam kitab Shahih-nya, “Dulu, kami melakukan shalat di belakang Nabi saw, maka ketika beliau mengucapkan sami’a Allah li man hamidah, tidak ada di antara kami yang membungkukkan badan sebelum Rasulullah saw, menempelkan keningnya di atas tanah.”
Penjelasan bentuk-bentuk sujud sendiri telah disebutkan dalam banyak hadits dan diriwayatkan dari banyak sahabat. Hadits-hadits tersebut kebanyakannya menggambarkan bentuk sujud secara detail, mulai dari posisi anggota tubuh ketika sujud hingga cara meletakkan setiap anggota tubuh ketika di tanah, serta arah menghadap setiap anggota tubuh ketika sujud. Para sahabat juga sangat peduli dengan posisi sujud yang baik dan sesuai dengan perbuatan Nabi saw, Kami akan menyebutkan beberapa hadits yang menggambarkan bentuk sujud, di antaranya adalah sebagai berikut.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah saw, diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota (tubuh) sujud, sedang beliau dilarang untuk merapikan rambut dan bajunya (ketika shalat).”
Dalam riwayat lainnya, “Dengan tujuh tulang. Beliau dilarang untuk merapikan rambut dan bajunya. (tujh tulang itu adalah) dua telapak tangan, dua lutut, dua kaki dan kening.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas juga, “Nabi saw, “Aku diperintahkan untuk sujud dengan tujuh tulang tubuh dan tidak boleh merapikan baju ataupun rambut.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas juga, “Nabi saw, diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota (tubuh) dan dilarang untuk merapikan rambut dan baju.”
Dari hadits-hadits di atas, terlihat bahwa seorang pelaksana shalat dilarang untuk merapikan (rambut dan bajunya). Karena, rambut panjang menjadi tempat duduk setan pada waktu shalat. Suatu ketika, Abu Naafi pernah melihat Hasan bin Ali tengah melakukan shalat dan rambutnya sudah panjang memenuhi punggungnya maka ia pun merapikannya, lalu Abu Naafi’ berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw, bersabda, ‘Rambut yang panjang menjadi tempat duduk setan.”
Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda, “aku diperintahkan untuk sujud dengan tujuh tulang tubuh, kening –sambil menunjukkan hidungnya dengan tangan –dua tangan, dua lutut, kening –sambil menunjukkan hidungnya dengan tangan –dua tangan, dua lutut, dan ujung dua kaki. Aku dilarang untuk merapikan baju dan rambut. Dalam riwayat lainnya dari Ibnu Abbas juga, Rasulullah saw, bersabda, “Aku diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota (tubuh ketika) sujud dan dilarang untuk merapikan rambut dan baju; kening, hidung, dua tangan, dua lutut, dan dua kaki.”
Hadits diatas juga dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan dari Abbas bin Abdul Muththalib, ia pernah mendengar Rasulullah saw, bersabda, “Jika seorang hamba (pelaksana shalat) sujud maka ikut sujud pula bersamnya tujuh anggota tubuhnya; ujung wajahnya, dua tangan, dua lutut, dan dua kakinya.” Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw, bersabda, “Tidak akan dianggap shalat bagi seseorang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah seperti keningnya.”
Diriwayatkan dari Yahya, dari Abu Musailamah, ia berkata, “Suatu hari, aku pergi menemui Abu Sa’id al-Khudri, lalu aku berkata, “Mari kita jalan-jalan ke kebun kurma sambil berbincang-bincang!” maka Abu Sa’id keluar. Lalu Abu Musailamah lanjut bercerita, “Aku berkata, sebutkanlah apa yang pernah kamu dengan dari Rasulullah saw tentang dalam malam Lailatul Qadar!” Lalu Abu Sa’id mulai menjawab, “Dulu, Rasulullah saw, melakukan I’tikaf pada sepuluh malam pertama bulan Ramadhan, lalu kami ikut beri’tikaf bersama beliau. Lantas, pada saat-saat beri’tikaf itu, Jibril mendatangi beliau seraya berkata, “Waktu yang diminta (untuk beri’tikaf) itu nanti.” Kemudian, Nabi saw, menyampaikan khutbah (ceramah) pada pagi hari kedua puluh lima bulan Ramadhan, seraya bersabda, “Siapa yang telah beri’tikaf bersama Nabi saw, maka segeralah pulang! Karena aku telah diperlihatkan malam Lailatul Qadar dan aku lupa bahwa ia (lailatul qadar) ada di sepuluh malam terakhir pada malam-malam ganjilnya. Aku melihat seakan-akan aku sedang sujud di atas tanah dan air, padahal pada saat itu atap pelepah korma kering dan di langit tidak ada apa-apa (awan gelap), lantas tiba-tiba saja dating awan mendung dan turun hujan yang memisahkan kami (tidak melihat jelas) dengan Nabi saw, dan baru kemudian aku melihat bekas tanah dan air ada di kening beliau saw, dan ujung hidungnya sebagai pembenaran mimpi beliau sebelumnya.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia melihat Abdullah bin Harits sedang melakukan shalat dan di belakang kepalanya ada kepang (rambut) maka Ibnu Abbas mencoba membuka ikatan rambut Abdullah itu. Setelah Abdullah selesai shalat, ia menghampiri Ibnu Abbas lalu bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengan rambutku?” Ibnu Abbas menjawab, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang seperti itu  (terkepang rambut) dan ia sedang shalat maka dia seperti sedang terikat.”
Adapun bentuk peletakkan kedua telapak tangan dan menempelkan keduanya di tanah terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Siapa (pelaksana shalat) yang meletakkan keningnya di atas tanah maka hendaknya pula ia meletakkan dua telapak tangannya sejajar dengan keningnya. Kemudian jika ia mengangkatnya (keningnya) maka dua tangannya juga diangkat, karena kedua telapak tangan itu (posisi) sujudnya seperti wajah.”
Diriwayatkan dari Abu Hamid, “Rasulullah saw, jika bersujud, beliau akan menempelkan hidung dan keningnya di atas tanah, merenggangkan kedua tangannya dari badan, dan meletakkan dua telapak tangan dengan rata kedua tangan.” Adapun jemari tangan (pada waktu sujud) diluruskan dan dibiarkan tetap rapat dengan menghadap kea rah kiblat, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Hakim dan Ibnu Hibban, “Jika Nabi saw, melakukan ruku, beliau akan merenggangkan jemari tangannya. Namun, jika belaiu  bersujud maka akan merapatkan jemari tangannya itu.” Tiga hadits terakhir mencoba menggambarkan bentuk posisi kedua tangan dengan sangat detail, yaitu seorang pelaksana shalat harus menempelkan kedua telapak tangannya di atas tanah dengan rata tangannya (bagian luar telapak tangan) dan harus sejajar dengan kening. Hendaknya jemari tangan dijulurkan, tetapi dibiarkan tetap rapat. Posisi peletakan kedua tangan pada waktu sujud itu hamper sama dengan posisi kedua tangan yang diangkat pada saat melakukan takbiratul ihram.
Hadits yang diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah saw, bersabda, “Usahakanlah lurus (posisi badan) ketika sujud dan jangan sampai di antara kalian meletakkan kedua tangannya seperti yang dilakukan anjing (menempelkan keduanya di tanah).”
Dalam riwayat lain yang artinya, “Jangan ada di antara kalian yang meletakkan kedua sikunya seperti yang dilakukan anjing.”
Diriwayatkan dari Barra bin Aazib, Rasulullah saw, bersabda,  “Jika kalian sujud maka letakkan dua telapak tangan kamu dan angkatlah dua siku!”
Diriwayatkan dari Abullah bin Malik bin Buhairah, “Biasanya, Nabi saw, jika melakukan shalat, beliau akan merenggangkan dua tangan beliau sampai terlihat ketiak beliau.”
Imam Laitsy pernah berkata, Ja’far bin Rabbii’ah pernah meriwayatkan hadits yang sama seperti hadits di atas. Dalam riwayat lain, “Rasulullah saw, jika sedang sujud, beliau melebarkan sujudnya sampai terlihat putihnya warna ketiak beliau.” Dalam riwayat lainnya lagi, “Rasulullah saw, jika bersujud, beliau akan menjauhkan kedua tangannya dari badan sampai aku melihat putihnya ketiak beliau.” Diriwayatkan dari Maimunah, ia berkata, “Nabi saw, jika sedang bersujud, bila ada kambing kecil ingin lewat maka binatang itu dapat melintas di antara tubuh beliau.”
Diriwayatkan dari Maimunah, isteri Nabi saw, ia berkata, “Rasulullah saw, jika bersujud, beliau kan merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat ketiak beliau dari belakang. Lantas, ketika beliau duduk (bangun dari sujud),  beliau akan duduk tenang di atas paha kirinya.”
Diriwayatkan dari Maimunah binti Harits, ia berkata, “Rasulullah saw, jika bersujud akan melebarkan kedua tangan beliau sampai terlihat ketiak beliau dari belakang.”
Hadits-hadits diatas dengan berbagai macam jalur sanadnya menunjukkan bahwa Rasulullah saw, memerintahkan umatnya untuk melakukan gerakan yang berbeda dari gerakan binatang. Beliau tidak meletakkan kedua sikunya seperti yang dilakukan anjing, tetapi beliau merenggangkan kedua sikunya atau menjauhkan keduanya dari tubuh beliau.
Demikianlah cara meletakkan kepala, kedua telapak tangan, dan kedua siku di atas tanah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Adapun cara meletakkan kedua kaki ketika sujud adalah sebagai berikut;
Zubair bin Munir berpendapat bahwa cara meletakkan kedua kaki ketika sujud adalah membuat telapak kaki berdiri tegak di atas jemari dalam kaki dan kedua gundukan telapak kaki sambil mengarahkan punggung kaki kea rah kiblat.
Saudara Zubair menambahkan, “Itulah alas an mengapa disunnahkan merapatkan jemari kaki pada waktu sujud. Karena, jika jemari kaki direnggangkan maka beberapa kepala jari kaki tidak akan menghadap kiblat.” Pedapat di atas sesuai dengan apa yang terdapat dalam hadits Abu Hamid, “Jika Nabi saw, bersujud, beliau akan meletakkan kedua tangannya dengan tidak menempelkan keduanya ke tanah ataupun merapatkannya. Kemudian, beliau akan menghadapkan ujung-ujung jemari kedua kakinya kea rah kiblat.”
Posisi tadi merupakan cara meletakkan kedua kaki. Adapun posisi daerah perut, bokong, dan kedua paha terdapat dalam hadits yang diriwayakan dari Barra bin Aazib, “Jika Nabi saw, melakukan shalat, beliau akan mengangkat bokong beliau. Lalu Barra berkata, “Seperti inilah Rasulullah saw bersujud.”
Maksud dari kata “mengangkat bokong beliau” adalah mengangkat daerah pantat, yaitu tulang ketiga atau keempat dari ujung tulang belakang bagian  bawah dan dinamakan tulang bokong. Adapun maksud dari “mengangkatnya” yaitu mengangkat pantat sehingga kedua paha dalam keadaan berdiri tegak dari tanah dan perut dapat terangkat dari kedua paha ketika sujud. Pendapat di atas dikuatkan pula oleh Abu Hamid ketika menggambarkan cara shalatnya Rasulullah saw, “Jika beliau bersujud, beliau akan merenggangkan kedua pahanya dan tidak memikul (menempelkan) perutnya sama sekali.” Ringkasnya, seorang muslim ketika bersujud, ia harus bersujud di atas tujuh tulang, kening dan hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan ruas dalam jemari kedua kaki dengan mengarah ke kiblat, begitu pula jemari tangan. Ia harus merenggangkan antara kedua sikunya dan badan, tidak boleh meletakkan kedua sikunya di tanah seperti yang dilakukan anjing, mengangkat perutnya dari kedua paha, bersikap tenang pada waktu sujud minimal sebatas bacaan tasbih, dan ia juga sebaiknya memperbanyak sujud semampunya untuk mengamalkan hadits Abu Hurairah yang berbunyi, Rasulullah saw, bersabda, “Saat-saat yang paling dekat bagi seorang hamba kepada Tuhannya adalah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah doa (pada waktu sujud).” Ditambah lagi, cerita Hudzaifah, ketika ia melihat seorang laki-laki yang tidak menyempurnakan posisi ruku dan sujudnya maka ketika lelaki itu selesai melakukan shalatnya, Hudzaifah berkata kepada lelaki itu, “Kamu belum melakukan shalat.” Lelaki itu menjawab, “Sudah, aku sudah melakukan shalat.” Sahabat Hudzaifah lanjut berkata, “Kalau kamu meninggal maka kamu akan meninggal dengan tidak mengikuti ajaran Muhammad saw.”
Demikianlah cara sujud yang dilakukan oleh kaum lelaki. Sedangkan cara sujud kaum wanita agak berbeda dengan sujud yang dilakukan kaum lelaki. Kami akan menjelaskan lebih lanjut cara-cara sujud kaum wanita dan bentuk-bentuk mukjizat di dalamnya pada bahasan berikutnya. Karena, perbedaan cara sujud yang dilakukan kaum lelaki dan wanita memiliki hikmah dan mukjizat masing-masing sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan masing-masing pihak. Disamping perbedaan postur tubuh dan stamina kaum lelaki dan wanita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar