Kamis, 10 Juli 2014

Analisis Umum Terhadap Gerakan Shalat

Analisis Umum Terhadap Gerakan Shalat

Gerakan shalat bisa dikatakan hamper mirip dengan latihan olahraga yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan stamina tubuh dan pada saat yang bersamaan, berusaha menjaga postur tubuh agar tetap dalam keadaan normal. Di samping itu, gearkan shalat dapat menyembuhkan berbagai macam kelainan yang dapat diderita oleh tubuh manusia. Lalu pada fase berikutnya, gerakan shalat dapat mencegah kelainan-kelainan tersebut agar tidak diderita oleh pelaksananya. Memang, Allah SWT itu Sang Pencipta manusia, Dialah yang lebih mengetahui apa saja yang akan dialami manusia, baik perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh mereka, kelainan-kelainan yang dapat diderita, dan tuntutan gerak dalam menjalankan aktivitas hidup. Di mana aktivitas sehari-hari itu dapat menyebabkan kelainan terhadap tubuh mereka. Namun, Allah SWT dengan sifat Maha Mengetahui Nya akan segala sesuatu telah membuat terlebih dahulu program-program perawatan terpadu untuk menyembuhkan kerusakan ataupun kelaian yang akan dialami oleh manusia. Sedangkan gerakan shalat itu sendiri membentuk kata Ahmad (dalam bahasa Arab) secara bertahap, sebagai bukti akan kebenaran akan kenabian beliau saw. Sebegaimana Nabi Isa a.s, telah memberitahukan akan kedatangan Rasulullah saw, jauh sebelum kelahirannya, seperti yang terdapat dalam ayat, “…dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan dating sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad) ..” (ash-Shaff: 6)
Detail pembentukan huruf Ahmad dari gerakan shalat seperti berikut, yaitu posisi berdiri akan membentuk huruf أ  , posisi ruku akan membentuk huruf ح  dalam keadaan tersambung, lalu posisi sujud membentuk huruf حݦ (mim) dalam keadaan tersambung juga, sedangkan posisi tasyahhud membentuk huruf dal. Lantas, bila kita teliti posisi kepala dalam banyak gerakan, posisinya akan membentuk tanda V yang lazim menunjukkan kata “benar”
Pada bahasan ini, akan menjelaskan beberapa bentuk-bentuk mukjizat secara umum yang ada dalam gerakan shalat dan memang ternyata hasilnya sangat sesuai dengan teori modern, prinsip-prinsip, dan dasar-dasar ilmu olah fisik. Dimana teori-teori itu sangan seuai dengan apa yang telah Allah perintahkan dan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Juga, sesuai dengan apa yang Rasulullah saw lakukan ketika melakukan gerakan shalat. Dengan demikian, fenomena tersebut dapat menjadi pijakan baru bagi kita agar lebih mempercayai Allah dan membenarkan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Disamping semakin membuktikan bahwa Allah dan RasulNya memang lebih mengetahui tentang dasar dan prinsip olah fisik.
Dasar-Dasar Latihan Fisik dan Hasil yang Dicapai dari Gerakan Shalat
Ada beberapa dasar latihan fisik yang diperhatikan dengan baik oleh seseorang. Sebab, secara umum jenis-jenis latihan fisik itu memiliki tujuan yang berbeda. Dasar latihan fisik itu sendiri diketahui oleh para pakar olahraga. Namun Allah SWT telah lebih lama mengajarkan kepada kita (kaum muslimin) pelajaran berharga tentang dasar latihan fisik lewat gerakan shalat yang biasa kita lakukan. Kemudian, bentuk-bentuk mukjizat yang terkandung dalam gerakan shalat dapat terlihat ketika kita rutin menjalankannya agar mendapatkan hasil yang optimal. Semua itu hanya bertujuan agar mencapai target yang lebih mulia seperti halnya tujuan semua ilmu, yaitu menambah keimanan kita kepada Allah SWT.
1.    Pemanasan (Warming Up)
Gerakan pemanasan adalah sebuah proses penyiapan kondisi tubuh agar dapat melakukan pekerjaan (kegiatan) yang lebih besar lagi.
Pemanasan dilakukan untuk:
Menyiapkan organ-organ penting tubuh agar dapat beradaptasi dengan kondisi dan situasi yang menuntut adanya gerakan yang banyak.
Menyiapkan system saraf agar mampu mengontrol fungsi kerja bagian tubuh yang menciptakan gerakan yang diperlukan.
Menyiapkan kondisi psikologi seseorang untuk melakukan  (olahraga) satu kegiatan sehingga dapat terhindar dari pengaruh-luar sebelum memulai olahraga tersebut.
Menyiapkan kondisi mental seseorang dengan cara melakukan latihan-latihan seperti yang dilakukan dalam shalat.
Gerakan Pemanasan Sebelum Memulai Shalat
Proses pemanasan dilakukan oleh seorang muslim sebelum ia melakukan shalat adalah ketika ia berjalan dan banyak melangkah menuju masjid. Karena, banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang menganjurkan seorang muslim untuk banyak berjalan ketika ia menuju masjid. Firman Allah yang artinya; “Hai orang-orang beriman, apabila diseur untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (al-Jumu’ah: 9)
Dalam ayat diatas, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk bersegera (berjalan dengan cepat) menuju masjid ketika akan melakukan shalat Jum’at. Gerakan berjalan dengan cepat merupakan salah satu bentuk menyiapkan organ-organ penting tubuh. Sebagaimana juga terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi saw, bersabda, “Jika kalian mendengar iqamat dikumandangkan maka pergilah (berjalan) untuk melakukan shalat! Kalian harus santai dan tenang, jangan terburu-buru. Bila kalian bisa mengejarnya (mendapatakan rakaat berjamaah) maka ikutilah shalat, jika kalian telah ketinggalan (rakaat jamaah) maka genapkanlah (rakaan yang tertinggal setelah selesai berjamaah).”
Dalam hadits di atas Rasulullah saw memerintahkan umatnya untuk berjalan ketika mereka akan melakukan shalat dan jangan sampai terburu-buru ketika berjalan. Gerakan berjalan seperti yang  diperintahkan hadits di atas merupakan salah satu bentuk persiapan tubuh, yaitu dengan berjalan. Sedangkan perintah untuk tidak terburu-buru, menunjukan kepedulian Rasulullah saw, untuk melakukan gerakan secara bertahap sehingga kondisi tubuh tidak berubah secara langsung akibat terjadinya gerakan yang cepat. Karena, sikap terburu-buru dapat menyebabkan rusaknya beberapa system otot akibat adanya gerakan cepat secara tiba-tiba. Asumsi ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi saw, pernah bersabda, yang artinya;
“Siapa yang pergi ke masjid lalu pulang (ke rumahnya), niscaya Allah menyiapkan untuknya tempat di surge setiap kali ia pulang-pergi (ke masjid).”
Jadi, perintah untuk berjalan dan banyak langkah sebelum melakukan shalat merupakan salah satu bentuk persiapan bagi tubuh dan system otot, serta system saraf dengan  dilakukannya gerakan jalan. Adapun wudhu, ia dapat mempengaruhi dan menetralisir kondisi ragu dan cemas yang dialami seseorang. Bahkan, beberapa ilmuwan ada yang menyebutkan tentang pengaruh wudhu terhadap system saraf seseorang, seperti yang dikatakan Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim, staf pengajar ilmu kedokteran, di London, sekaligus menjadi pemerhati masalah-masalah pemikiran islam. Salah satu komentarnya tentang berwudhu “Bila kita mengetahui beberapa rahasia air, di samping peran pentingnya dalam hal kebersihan dan minum, kita akan menemukan bahwa air itu memiliki manfaat yang sangat banyak, salah satunya untuk kesehatan. Seorang ilmuwan Inggris, Arnold Lincon telah menemukan bahwa terpaan sinar matahari atau sinar cahaya apapun terhadap aliran air akan membantu terciptanya ion-ion negative yang terkandung di dalam partikel-partikel air yang dapat menetralisir tubuh sehingga membuat system otot dan saraf menjadi rileks. Dengan begitu, perasaan marah, gelisah, dan bimbang akan hilang dari tubuh seseorang seperti halnya juga keadaan lelah dan stress.”
Penelitian lainnya membuktikan, mengalirnya air di atas kepala dan wajah seseorang dapat menghilangkan rasa sakit kepala dan kesal, karena itu, para dokter menganjurkan seseorang yang menderita insomnia agar berendam sejenak di air yang sejuk. Bahkan, beberapa ilmuwan meyakini bahwa air itu memiliki kekuatan magis karena dapat mempengaruhi system otot dan saraf tubuh, serta kondisi psikologis seseorang. Beberapa orang juga sangat senang mendengarkan music pada saat mereka sedang mandi, karena merasa sedang dalam keadaan rileks dan bahagia. Ilmuwan lainnya juga ada yang ikut berkomentar bahwa hanya dengan dialirinya air ke wajah dan bagian-bagian tubuh lainnya sudah cukup untuk menyegarkan aliran darah dan memijat system otot tanpa perlu seseorang menggunakan alat bantu lainnya lagi. Ia menambahkan, pendapatnya ini dikuatkan dengan efek kesehatan yang sangat banyak yang di hasilkan dari air tersebut. Dengan begitu, mandi dengan air bersih ataupun berwudhu akan dapat menghilangkan perasaan marah, gelisah dan bimbang dari seseorang. Semua penemuan ini baru ditemukan dalam beberapa tahun belakangan saja.
Akan tetapi, semua hasil penemuan para ilmuwan tersebut sudah lebih dulu ada dalam hadits-hadits Rasulullah saw, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Suatu ketika, ada seorang laki-laki yang mendatangi Urwah bin Muhammad, lalu lelaki itu mamaki-maki Urwah sampai Urwah ikut marah, tetapi ia segera berdiri dan pergi, lalu kembali lagi ke tengah-tengah kita setelah berwudhu. Tatkala Urwah ditanya tentang apa yang dilakukannya tadi, ia berkata, ‘Ayahku meriwayatkan sebuah hadits kepadaku, ia mendapatkannya dari kakekku, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Jika di antara kalian ada yang marah maka berwudhulah!’ Dalam riwayat lain, ‘Jika di antara kalian ada yang marah maka mandilah!’
Dari hadits ini, kita dapat ambil kesimpulan bahwa wudhu selain menjadi syarat utama untuk melakukan shalat, ia juga bisa menjadi obat psikologis. Karena itu, kita tidak akan pernah mendapatkan seseorang yang telah berwudhu dan akan mulai melakukan shalat tetapi di wajahnya masih ada bekas-bekas rasa bimbang, gelisah, ataupun marah. Bahkan sebaliknya, seseorang yang telah berwudhu akan terpancar dari wajahnya sebuah cahaya yang memantulkan ketenangan jiwa.
Jadi, wudhu dapat menjadi obat psikologis bagi manusia. Lebih khususnya pada saat mereka sedang mengalami kebimbangan dan kegelisaha. Disamping itu juga, shalat tidak akan sah bila pelaksananya belum berwudhu, firman Allah SWT, yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (al-Maa’idah:6)
Kemudian dengan dikerjakannya shalat lima kali dalam sehari, lalu setiap orang diwajibkan untuk berwudhu (dalam keadaan suci) dengan air bersih sebelum melakukan shalat. Baru setelah itu, ia dapat mulai melakukan shalat. Karena itu, sudah tentu tidak akan ditemukan lagi bekas-bekas rasa marah ataupun kebimangan pada wajah sorang pelaksana shalat. Kita juga dapat melihat bahwa dalam wudhu dan shalat itu ada stau proses penyembuhan diri dengan cara menenangkan otot dan jiwa sebanyak lima kali dalam sehari. Adapun menyiapkan kondisi psikologis pada jiwa seseorang ketika shalat terdapat dalam aktivitas niat, dimana niat sendiri merupakan salah satu kewajiban shalat dan shalat tidak akan sah bila dilakukan tanpa niat, seperti firman Allah SWT, yang artinya; “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan ) agama…” (al-Bayyinah; 5)
Dalam hadits Rasulullah saw, yang artinya; “Segala perbuatan itu tergantung (dilandasi) pada niatnya dan setiap orang akan dihukumi tergantung dari apa yang diniatkannya. Siapa yang niat hijarahnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya maka (pahala) hijarahnya diserahkan hanya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Namun, siapa yang niat hijrahnya hanya untuk mendapatkan harta dunia ataupun seorang wanita yang ingin dinikahinya maka (pahala) hijrahnya diserahkan atas apa yang diniatkannya itu.”  
Karena itu, aktivitas niat yang dilakukan sebelum memulai shalat sama saja seperti seorang pelaksana shalat itu sedang mempersiapkan kondisi psikologinya sendiri. Jadi, menyiapkan kondisi psikologis itu menjadi salah satu unsur pemanasan atau mempersiapkan diri untuk melakukan shalat.  Sedangkan untuk menyiapkan kondisi mental, lazimnya di kenal dengan melakukan gerakan-gerakan yang akan dilakukan oleh seseorang pada momen olahraga yang akan dijalaninya. Adapun Rasulullah saw telah menganjurkan umatnya untuk melakukan shalat sunnah empat rakaat sebelum melakukan shalat fardhu yang sesungguhnya. Detail shalat sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan sebelum melakukan shalat fardhu adalah sebagai berikut;
·       Dua rakaat sebelum shalat Subuh (qabliyah), seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Nabi saw, pernah bersabda, “Dua rakaat sebelum (melakukan) shalat subuh lebih baik dibandingkan dunia dengan segala isinya.”
·       Empat rakaat sebelum shalat zhuhur, disebutkan dalam hadits Abdullah bin Syaqiiq, ia berkata, “Aku bertanya kepada Aisyay tentang shalat Rasulullah saw, lalu ia berkata, “Rasulullah saw biasa mengerjakan shalat sunnah  empat rakaat sebelum beliau melakukan shalat Zhuhur dan dua rakaat lagi setelah selesai.”
·       Empat rakaat sebelum Ashar dan shalat sunnah ini tidak terlalu kuat (ghairu muakkadah), disebutkan dalam hadits Ibnu Umar, Rasulullah saw, bersabda, “Allah merahmati orang yang melakukan shalat empat rakaat sebelum melakukan shalat ashar.”
·       Dua rakaat sebelum Maghrib tetapi tidak kuat juga. Disebutkan dalam hadits Abdullah bin Mughaffal, Nabi saw, bersabda “Shalatlah dulu sebelum (melakukan) shalat Maghrib! Shalatlah dulu sebelum (melakukan) shalat Maghrib! Baru pada kali ketiga beliau mengatakan, ‘Bagi siapa yang ingin melakukannya.” Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa Nabi saw, melakukan shalat dua rakaat sunnah sebelum melakukan shalat Maghrib.
·       Dua rakaat sebelum Isya, tidak kuat juga, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban, dari Ibnu Zubair, Nabi saw, pernah bersabda, “Shalat fardhu itu selalu didahului dengan shalat dua rakaat sunnah sebelumnya.” Adapun perawi  hadits yang lain meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mughaffal, Nabi saw, bersabda, “Diantara dua azan itu ada shalat (sunnahnya), di antara dua azan itu ada shalat sunnah. Pada kali ketiga, beliau mengucapkan, ‘Bagi siapa yang mau’.
Dari keterangan di atas, macam-macam shalat sunnah di atas, muncul sebuah pertanyaan, mengapa shalat sunnah sebelum Subuh dan Zhuhur itu kuat (muakkadah) sedangkan pada waktu Ashar, Maghrib, dan Isya tidak kuat (ghairu muakkadah)? Perbedaan itu kembali kepada kebu-tuhan tubuh seseorang. Pada pagi hari, tubuh perlu pemanasan dan persiapan mental yang lebih, sedangkan pada waktu sisanya, pertengahan dak akhir, kebutuhan akan persiapan mental sudah jauh berkurang karena sudah banyak aktivitas hidup yang telah dijalani oleh seseorang dan dapat dianggap sebagai salah satu jenis gerakan pemanasan juga. Adapun dua jenis shalat di pagi hari, dapat dijadikan sebagai persiapan mental untuk melakukan shalat lainnya pada hari tersebut.
2.    Latihan Rutin
Maksudnya, olahraga dilakukan secara rutin sepanjang tahun sehingga dapat meningkatkan kemampuan tubuh seseorang secara teratur dan membuat tubuhnya selalu fit dan segar. Bila seseorang memiliki tubuh yang selalu fit dan segar maka ia dapat melakukan banyak hal, di antaranya;
·      Meningkatnya kemampuan seseorang secara memadai sehingga ia bisa mencapai target yang diinginkannya,
·      Dapat melakukan proses adaptasi secara fisiologis,
·      Dapat melakukan banyak aktivitas gerak dengan semaksimal mungkin.
Menurut hasil penelitian Hetenger, setiap kali olahraga itu dilakukan secara rutin dan berkesinam Bungan maka akan dapat meningkatkan kemampuan seseorang lebih cepat dibandingkan  latihan yang hanya dilakukan dalam jangka waktu yang lama (tidak rutin).
Hal-hal yang harus diperhatikan agar efek olahraga itu dapat terus dirasakan
·      Hendaknya melakukan satu kegiatan latihan sebelum hilang pengaruh latihan sebelumnya.
·      Mengembangkan dan mengondisikan suasana latihan yang sesuai dengan tujuan yang dicapai.
·      Adanya masa istirahat dan menjaga agar tidak terjadi waktu kosong di antara jadwal latihan.
Shalat dan Olahraga Rutin
Firman Allah SWT, yang artinya;
“Peliharalah semua shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.” (al-Baqarah: 238)
Bukti atas kepedulian Allah dan Rasul-Nya atas rutinitas shalat (selalu menjaga shalat) adalah Allah tetap memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melakukan shalat meski pada waktu sulit sekalipun, seperti ketika dalam perjalanan, peperangan, dan sakit. Allah juga tidak memberikan izin sama sekali kepada seorang muslim untuk meninggalkan shalatnya meski ia sedang berada dalam kondisi yang sangat sulit. Berikut ini adalah firman Allah yang memerintahkan kaum muslim untuk tetap melakukan shalat meski ia sedang dalam perjalanan ataupun peperangan,
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar shalat (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama  mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) beserta kamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat beserta kamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah dating golongan yang kedua yang belum bershalat, lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (an-Nisaa’: 101-103)
Rasulullah saw juga selalu memerintahkan kaum muslim untuk melakukan shalat meski mereka dalam keadaan sakit. Beliau tidak memberikan kompensasi sama sekali (keringanan untuk tidak melakukan shalat) kepada orang sakit. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Umran bin Hushain, ia berkata, “suatu ketika, aku menderita sakit wasir, lalu aku bertanya kepada Rasulullah tentang melakukan shalat, lalu beliau bersabda, “Shalatlah dengan cara berdiri. Bila tidak mampu maka dengan cara duduk, dan bila masih tidak mampu juga maka lakukanlah dengan keadaan terlentang.”
Anjuran untuk tetap melakukan shalat dalam keadaan berdiri juga pernah disinggung dalam salah satu hadits beliau, diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda, “Pahala seseorang yang melaksanakan shalat dalam keadaan duduk hanya setengah saja (dari shalat yang dikerjakan dalam keadaan berdiri).”
Dari pemaparan ayat-ayat dan hadits di atas sangat jelas sekali bahwa agama Islam memerintah-kan penganutnya untuk tetap menjaga shalat meskipun mereka sedang berada dalam situasi yang sangat sulit sekalipun, seperti dalam perjalanan, sakit, ataupun ditengah peperangan. Allah telah menentukan pelaksanaan shalat itu sedimikian rupa sehingga shalat yang dikerjakan secara rutin akan dapat menjaga kesehatan pelakunya sendiri. Artinya, shalat telah dibagi-bagi waktu pelaksa-naannya dalam sehari semalam sehingga efek kesehatan yang didapat dari setiap shalat akan terus bersambung. Inilah salah satu hikmah mengapa shalat itu dibagi-bagi waktu pelaksanaannya dan tidak dikumpulkan dalam satu waktu. Lagi pula, bila waktu pelaksanaan shalat itu dikumpulkan menjadi satu maka efek shalat itu akan cepat hilang sebelum tiba hari berikutnya. Dengan begitu, efek shalat itu tidak akan terus bersambung satu sama lainnya. Karena itulah, disunnahkan untuk mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya untuk mengurangi kesenjangan waktu yang ada antara pelaksanaan shalat Isya dan shalat Subuh. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Seandainya saja tidak memberatkan umatku, maka aku akan memerintahkan mereka untuk mengakhirkan (pelaksanaan) shalat Isya sampai pada waktu sepertiga malam atau setengah malam.”
Lantas, mengapa mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya itu disunnahkan sedang mengakhirkan pelaksanaan shalat Subuh tidak dibolehkan, meskipun rentang waktu antara Subuh dan Zhuhur itu hampir sama dengan rentang waktu antara Isya dan Subuh?
Jawabannya, karena rentang waktu antara Isya dan Subuh itu adalah waktu untuk beristirahat, sedangkan rentang waktu antara Subuh dan Zhuhur itu adalah waktu untuk bekerja. Adapun aktivitas bekerja itu lebih dapat menjaga efek latihan dibandingkan dengan aktivitas tidur. Diantara bukti kebijaksanaan Allah adalah adanya waktu senggang di antara pelaksanaan shalat satu dengan lainnya. Artinya, Allah ataupu Rasulullah saw, tidak pernah memerintahkan kita untuk terus melakukan shalat sepanjang waktu secara terus-menerus. Juga, hikmah Allah dapat terlihat dari gerakan-gerakan shalat dan kerja keras yang dilakukan oleh system otot pada waktu shalat dengan tetap menjaga tujuan yang ingin dicapai, yaitu menciptakan kondisi tubuh yang bersih dari kelainan-kelainan sehingga seorang Muslim mampu melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari tanpa cepat mengenal rasa lelah ataupun stress. Di samping, memaksimalkan kemampuan tubuh sehingga dapat melakukan aktivitas ibadah lainnya.
3.    Menambah Semangat
Semangat merupakan dasar-dasar terpenting dalam berolahraga. Semangat menjadi salah satu fondasi yang berhubungan dengan kecepatan reaksi dan kontinuitas reaksi tersebut. Para ahli psikologi pernah menyinggung tentang kondisi semangat ini sebagai motor penggerak aktivitas. Karena, kondisi semangat merupakan sebuah kekuatan penggerak yang dapat membawa seseorang untuk lebih giat bekerja. Bisa jadi, kekuatan semangat ini muncul karena adanya rasa takut terhadap sakit atau upaya mencapai target, keinginan, atau cita-cita tertentu. Bahkan, sangat mungkin juga semua factor tersebut; rasa takut, cita-cita, harapan, dan keinginan berkumpul menjadi satu memunculkan kekuatan semangat. Sikap bereaksi terhadap sesuatu itu akan sesuai dengan kekuatan semangat itu sendiri, maka kekuatan semangat akan bertambah besar dengan bertambahnya factor pendorong dan sebaliknya, dapat berkurang dengan berkurangnya factor pendorong tersebut. Adapun salah satu factor penting dan sangat berpengaruh untuk menambah semangat itu adalah ketika seseorang mengetahui tujuan yang ingin dicapainya.
Shalat dan Pemupukan Semangat
Sebenarnya, pemupukan semangat itu bermuara pada tarhiib (mengingatkan) dan targhiib (menganjurkan). Adapun targhiib (menganjurkan) lebih kepada sesuatu yang disenangi, sedangkan tarhiib (mengingatkan) lebih kepada sesuatu yang tidak disenangi baik oleh tubuh maupun jiwa. Kedua hal tersebut lazim dikenal dengan prinsip pahala dan dosa. Allah telah seringkali mengumpulkan antara unsur targhiib dan tarhiib dalam perintah shalat dalam upaya memupuk semangat seorang muslim untuk melakukannya (shalat). Allah telah berfirman dengan nada mengingatkan dan mengancam, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59)
Dalam firman lainnya, “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”  (al-Maa’un: 4-5)
Adapun hadits dari Rasulullah saw pernah bersabda, “(hal pembeda) antara seorang laki-laki dan kekufuran itu hanyalah meninggalkan shalat.”  
Ditambah lagi dengan hadits-hadits lainnya yang memerintahkan untuk membunuh orang yang sengaja meninggalkan shalat. Semua jenis ancaman dan peringatan di atas dapat menjadi factor semangat untuk rajin melakukan shalat. Adapun unsur-unsur targhiib, terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah saw, bersabda, “Shalat seseorang yang dikerjakan secara berjamaah memiliki keutamaan (pahala) berlipat ganda sebanyak dua puluh tujuh kali lipat daripada shalat yang dikerjakan (sendirian/munfarid) di dalam rumahnya atau ditempat kerjanya. Hal itu jika ia berwudhu dengan benar di rumahnya lalu keluar menuju masjid (dengan niat) untuk melakukan shalat, setiap langkah yang dilaluinya akan dicatat sebagai amal kebaikan untuk menambahkan satu derajat untuknya di sisi Allah sekaligus dihapuskan satu dosa darinya. Kemudian, jika ia sedang mengerjakan shalat maka malaikat akan mendoakan untuknya dan selama ia masih tetap berada di tempat shalatnya, (malaikat akan mengucapkan doa untuknya), ‘Ya Allah, berikanlah kesejahteraan untuknya!, ya Allah, limpahkanlah rahmat untuknya!’ Dan malaikat terus mendoakan seperti itu (meski ia tetap berada di dalam masjid) sampai tiba waktu shalat lainnya.”
Masih banyak lagi hadits lainnya yang menyebutkan keutamaan shalat berjamaah dan keutamaan melakukannya di shaf pertama. Disebutkan pula dalam surah al-Mu’minuun, firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui  batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulkannya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surge Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (al-Mu’minuun: 1-11)
Dari ayat diatas, Allah telah menegaskan bahwa surga firdaus yang menjadi surga tertinggi akan menjadi warisan bagi kaum mukminin, yaitu orang-orang yang selalu menjaga shalatnya. Dari semua pemaparan di atas, sangat jelas bahwa ayat-ayat dan hadits-hadits telah mengumpulkan antara unsur tarhiib dan targhiib ketika membicarakan suatu amal ibadah dalam upaya memupuk semangat pihak yang dituju. Juga, menggabungkan pembicaraan pahala dan dosa untuk semua kalangan dengan beragam reaksi dan konsekuensi untuk mereka. Lantas, nanti di sana aka nada orang yang lebih bereaksi (semangat) karena unsur tarhiib nya da nada pula yang bereaksi dengan unsur targhiib nya.
4.    Perbedaan Kemampuan Seseorang
Allah adalah Zat yang telah menciptakan manusia, keturunan Adam. Tetapi, Allah menciptakan mereka dengan beragam sifat dan keistimewaan yang dimiliki tergantung umur, kondisi kesehatan, bentuk tubuh, jenis kelamin, dan unsur pembeda lainnya antar setiap manusia. Karena itu, perhatian terhadap unsur-unsur pembeda menjadi salah satu dasar terpenting dalam berolahraga yang tidak boleh dilalaikan oleh semua orang, yaitu dalam hal umur, jenis kelamin, dan struktur tubuh. Perhatian tersebut juga menjadi dasar terpenting yang dapat membantu secara maksimal dalam upaya menaikkan tingkat kemampuan dan bentuk latihan itu sendiri sehingga jenis latihan yang diberikan kepada seseorang tidak akan melebihi atau lebih besar dari kemampuannya, karena hanya akan berdampak buruk atau kontra dengan kondisi tubuhnya. Ataupun, jenis latihan yang diberikan tidak terlalu lemah atau sedikit sehingga hanya berdampak kecil saja dan tidak mampu meningkatkan kemampuan seseorang. Karena itu, jenis latihan olahraga harus diseimbangkan dengan kemampuan-kemampuan seseorang dari beberapa aspek, di antaranya sebagai berikut,
a.    Tingkatan umur
b.    Masa pelatihan
c.     Kondisi kesehatan
d.    Struktur tubuh dan fisik
e.    Perbedaan jenis kelamin
f.     Factor-faktor di luar kondisi latihan
Shalat dan Kepedulian terhadap Perbedaan Kemampuan Manusia
Tidak ada jenis latihan olahraga yang baik daripada shalat dalam hal menjaga perbedaan kemampuan seseorang. Hal tersebut bisa dibuktikan dalam berbagai aspeknya, yaitu sebagai berikut;
a.    Tingkatan Umur
Sabda Rasulullah saw, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat jika umur mereka telah mencapai tujuh tahun. Pukullah mereka jika berani meninggalkan shalat bila telah mencapai umur sepuluh tahun! Juga, pisahkanlah mereka ketika tidur (bila sudah mencapai umur sepuluh tahun).”  
b.    Masa Pelatihan
Sabda Rasulullah saw, “(Ajaran) agama ini sangat kuat maka berinteraksilah kepadanya dengan penuh kelembutan. Karena, seseorang yang menunggangi kuda liar tidak akan bisa berjalan ataupun tetap selamat untuk tetap berada di atas punggung kuda tersebut.”
c.     Kondisi Kesehatan
Sabda Rasulullah saw, “Kerjakanlah shalat dalam keadaan berdiri. Bila tidak mampu, kerjakan dalam keadaan duduk. Bila tidak mampu juga, maka kerjakanlah dengan telentang!”
d.    Struktur Tubuh dan Fisik
e.    Perbedaan Jenis Kelamin
Gerakan-gerakan shalat sangat memperhatikan perbedaan yang ada antara kaum laki-laki dan wanita. Dimana cara pelaksanaan shalat antara laki-laki agak berbeda dengan kaum wanita. Pada posisi ruku seorang laki-laki diperintahkan untuk merenggangkan kedua sikunya dari badan, sedangkan seorang wanita tidak diperintahkan untuk merenggangkan tangannya. Gerakan ini sesuai dengan postur tubuh yang dimiliki oleh seorang wanita, karena adanya dua payudara di daerah dada. Begitu juga posisi sujud, seorang laki-laki diperintahkan untuk melebarkan posisi tangannya sedangkan seorang wanita tidak diperintahkan. Lalu, seorang laki-laki diperintahkan untuk merenggangkan posisi kedua pahanya pada waktu sujud,  sedang wanita tidak. Kaum laki-laki tidak boleh menempelkan perutnya diatas paha sama sekali, sedangkan wanita diperintahkan untuk menempelkan perutnya di atas paha.
f.     Factor-faktor di Luar Kondisi Latihan
Maksudnya, bentuk pekerjaan luar dan kelainan-kelainan yang terjadi akibat melakukan pekerjaan tersebut.
5.    Meningkatkan Jenis Latihan Secara Bertahap
Termasuk hal yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan olahraga adalah tahapan berolahraga. Maksudnya, seseorang harus meningkatkan latihannya secara bertahap menurut peningkatan kualitas kemampuannya dalam periode tertentu. Dimana kualitas kemampuan latihannya itu sangat menentukan apakah ia boloeh menambah jenis latihannya ataukah tidak. Adapun tahapan latihannya dinaikkan secara bertahap. Akan menjadi lebih baik jika dinaikkan setahap demi setahap yang dilakukan secara terus menerus.
Shalat dan Tahapan Peningkatan Kualitas dalam Berolahraga
a.    Kumpulan Sistem Otot Siku (Tangan)
Terjadi peningkatan secara bertahap pada system otot siku ketika seseorang melakukan shalat. Tahapan ini mulai terjadi pada sat memulai shalat, yaitu ketika seorang pelaksana shalat melakukan takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan dalam keadaan rata, lalu diikuti dengan peletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada pada saat membaca surah al-Fatihah,dst.
b.    Kumpulan Sistem Otot Kaki
Bila kita memperhatikan gerakan shalat, terdapat serangkaian posisi dalam shalat, dimulai dari posisi berdiri untuk membaca surah al-Fatihah, dimana system otot kaki hanya bekerja sedikit saja pada saat dilakukannya posisi berdiri tersebut, terlebih lagi karena persendian lutut menjulur secara sempurna. Adapun posisi ruku, terjadi penarikan pada otot kaki bagian depan, sedangkan otot kaki bagian belakang dijulurkan,  dst.
c.     Kumpulan Sistem Otot Punggung dan Sistem Otot Perut
Dua kumpulan system otot ini selalu sama-sama dalam bekerja. Maksudnya, ketika salah satu dari kumpulan system otot tersebut ditarik maka kumpulan system otot lainnya akan menjulur. Begitu seterusnya, dua kumpulan system otot ini bekerja secara berpasangan. Bila ada gerakan yang dapat menguatkan salah satu kumpulan system otot di atas, maka penguatan itu akan berpengaruh juga terhadap kumpulan system otot yang lain. Adapun  gerakan-gerakan yang secara bertahap dapat meningkatkan kekuatan system otot punggung dan perut adalah gerakan shalat.
d.    Kumpulan Sistem Otot Leher
Sistem otot leher berfungsi  sebagai penggerak leher dan menjaganya agar tetap berada pada posisi normal setelah melakukan gerakan. Adapun pada posisi berdiri ketika melakukan shalat, kerja system otot leher hanya sedikit saja karena ia hanya bertugas menjaga ketegakan kepala pada garis keseimbangan dua bahu agar tidak condong pada salah satu arah.
e.    Kumpulan Sistem Otot dan Ligamentum Telapak Kaki

Berat badan yang harus ditahan oleh system otot dan ligamentum telapak kaki juga mengalaki tahapan pada saat melakukan gerakan shalat. Seorang yang meneliti gerakan shalat akan mendapati bahwa posisi berdiri ketika mamulai shalat hanya sedikit saja memberi beban terhadap system otot dan ligamentum telapak kaki. Namun, beban akan semakin bertambah ketika sudah dilakukan ruku, karena tekanan terhadap jemari kaki akan bertambah ketika kaki harus menyeimbangkan kecondongan badan ke arah depan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar