Analisis Umum Terhadap Gerakan Shalat
Gerakan shalat bisa dikatakan hamper mirip dengan latihan olahraga yang
secara umum bertujuan untuk meningkatkan stamina tubuh dan pada saat yang
bersamaan, berusaha menjaga postur tubuh agar tetap dalam keadaan normal. Di
samping itu, gearkan shalat dapat menyembuhkan berbagai macam kelainan yang
dapat diderita oleh tubuh manusia. Lalu pada fase berikutnya, gerakan shalat
dapat mencegah kelainan-kelainan tersebut agar tidak diderita oleh
pelaksananya. Memang, Allah SWT itu Sang Pencipta manusia, Dialah yang lebih
mengetahui apa saja yang akan dialami manusia, baik perubahan-perubahan yang
terjadi pada tubuh mereka, kelainan-kelainan yang dapat diderita, dan tuntutan
gerak dalam menjalankan aktivitas hidup. Di mana aktivitas sehari-hari itu
dapat menyebabkan kelainan terhadap tubuh mereka. Namun, Allah SWT dengan sifat
Maha Mengetahui Nya akan segala sesuatu telah membuat terlebih dahulu
program-program perawatan terpadu untuk menyembuhkan kerusakan ataupun kelaian
yang akan dialami oleh manusia. Sedangkan gerakan shalat itu sendiri membentuk
kata Ahmad (dalam bahasa Arab) secara bertahap, sebagai bukti akan kebenaran akan kenabian beliau saw.
Sebegaimana Nabi Isa a.s, telah memberitahukan akan kedatangan Rasulullah saw,
jauh sebelum kelahirannya, seperti yang terdapat dalam ayat, “…dan memberi kabar gembira dengan (datangnya)
seorang Rasul yang akan dating sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad) ..” (ash-Shaff: 6)
Detail pembentukan
huruf Ahmad dari gerakan shalat seperti berikut, yaitu posisi berdiri akan
membentuk huruf أ , posisi ruku akan
membentuk huruf ح dalam keadaan
tersambung, lalu posisi sujud membentuk huruf حݦ (mim) dalam keadaan
tersambung juga, sedangkan posisi tasyahhud membentuk huruf dal. Lantas, bila
kita teliti posisi kepala dalam banyak gerakan, posisinya akan membentuk tanda
V yang lazim menunjukkan kata “benar”
Pada bahasan ini,
akan menjelaskan beberapa bentuk-bentuk mukjizat secara umum yang ada dalam
gerakan shalat dan memang ternyata hasilnya sangat sesuai dengan teori modern,
prinsip-prinsip, dan dasar-dasar ilmu olah fisik. Dimana teori-teori itu sangan
seuai dengan apa yang telah Allah perintahkan dan ajaran yang disampaikan oleh
Rasulullah saw. Juga, sesuai dengan apa yang Rasulullah saw lakukan ketika
melakukan gerakan shalat. Dengan demikian, fenomena tersebut dapat menjadi
pijakan baru bagi kita agar lebih mempercayai Allah dan membenarkan ajaran yang
dibawa oleh Rasulullah saw. Disamping semakin membuktikan bahwa Allah dan RasulNya
memang lebih mengetahui tentang dasar dan prinsip olah fisik.
Dasar-Dasar Latihan Fisik dan Hasil yang Dicapai dari Gerakan Shalat
Ada beberapa
dasar latihan fisik yang diperhatikan dengan baik oleh seseorang. Sebab, secara
umum jenis-jenis latihan fisik itu memiliki tujuan yang berbeda. Dasar latihan
fisik itu sendiri diketahui oleh para pakar olahraga. Namun Allah SWT telah
lebih lama mengajarkan kepada kita (kaum muslimin) pelajaran berharga tentang
dasar latihan fisik lewat gerakan shalat yang biasa kita lakukan. Kemudian,
bentuk-bentuk mukjizat yang terkandung dalam gerakan shalat dapat terlihat
ketika kita rutin menjalankannya agar mendapatkan hasil yang optimal. Semua itu
hanya bertujuan agar mencapai target yang lebih mulia seperti halnya tujuan
semua ilmu, yaitu menambah keimanan kita kepada Allah SWT.
1.
Pemanasan
(Warming Up)
Gerakan pemanasan adalah sebuah proses penyiapan
kondisi tubuh agar dapat melakukan pekerjaan (kegiatan) yang lebih besar lagi.
Pemanasan dilakukan untuk:
Menyiapkan organ-organ penting tubuh agar dapat
beradaptasi dengan kondisi dan situasi yang menuntut adanya gerakan yang
banyak.
Menyiapkan system saraf agar mampu mengontrol fungsi
kerja bagian tubuh yang menciptakan gerakan yang diperlukan.
Menyiapkan kondisi psikologi seseorang untuk
melakukan (olahraga) satu kegiatan
sehingga dapat terhindar dari pengaruh-luar sebelum memulai olahraga tersebut.
Menyiapkan kondisi mental seseorang dengan cara
melakukan latihan-latihan seperti yang dilakukan dalam shalat.
Gerakan
Pemanasan Sebelum Memulai Shalat
Proses pemanasan dilakukan oleh seorang muslim sebelum
ia melakukan shalat adalah ketika ia berjalan dan banyak melangkah menuju
masjid. Karena, banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang menganjurkan seorang
muslim untuk banyak berjalan ketika ia menuju masjid. Firman Allah yang
artinya; “Hai orang-orang beriman, apabila
diseur untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.” (al-Jumu’ah: 9)
Dalam ayat diatas, Allah memerintahkan kaum Muslimin
untuk bersegera (berjalan dengan cepat) menuju masjid ketika akan melakukan
shalat Jum’at. Gerakan berjalan dengan cepat merupakan salah satu bentuk
menyiapkan organ-organ penting tubuh. Sebagaimana juga terdapat dalam hadits
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi saw, bersabda, “Jika
kalian mendengar iqamat dikumandangkan maka pergilah (berjalan) untuk melakukan
shalat! Kalian harus santai dan tenang, jangan terburu-buru. Bila kalian bisa
mengejarnya (mendapatakan rakaat berjamaah) maka ikutilah shalat, jika kalian
telah ketinggalan (rakaat jamaah) maka genapkanlah (rakaan yang tertinggal
setelah selesai berjamaah).”
Dalam hadits di atas Rasulullah saw memerintahkan
umatnya untuk berjalan ketika mereka akan melakukan shalat dan jangan sampai
terburu-buru ketika berjalan. Gerakan berjalan seperti yang diperintahkan hadits di atas merupakan salah
satu bentuk persiapan tubuh, yaitu dengan berjalan. Sedangkan perintah untuk
tidak terburu-buru, menunjukan kepedulian Rasulullah saw, untuk melakukan
gerakan secara bertahap sehingga kondisi tubuh tidak berubah secara langsung
akibat terjadinya gerakan yang cepat. Karena, sikap terburu-buru dapat
menyebabkan rusaknya beberapa system otot akibat adanya gerakan cepat secara
tiba-tiba. Asumsi ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi saw,
pernah bersabda, yang artinya;
“Siapa yang pergi ke masjid lalu pulang (ke rumahnya), niscaya Allah
menyiapkan untuknya tempat di surge setiap kali ia pulang-pergi (ke masjid).”
Jadi, perintah untuk berjalan dan banyak langkah
sebelum melakukan shalat merupakan salah satu bentuk persiapan bagi tubuh dan system
otot, serta system saraf dengan dilakukannya
gerakan jalan. Adapun wudhu, ia dapat mempengaruhi dan menetralisir kondisi
ragu dan cemas yang dialami seseorang. Bahkan, beberapa ilmuwan ada yang
menyebutkan tentang pengaruh wudhu terhadap system saraf seseorang, seperti
yang dikatakan Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim, staf pengajar ilmu kedokteran, di
London, sekaligus menjadi pemerhati masalah-masalah pemikiran islam. Salah satu
komentarnya tentang berwudhu “Bila kita mengetahui beberapa rahasia air, di
samping peran pentingnya dalam hal kebersihan dan minum, kita akan menemukan
bahwa air itu memiliki manfaat yang sangat banyak, salah satunya untuk
kesehatan. Seorang ilmuwan Inggris, Arnold Lincon telah menemukan bahwa terpaan
sinar matahari atau sinar cahaya apapun terhadap aliran air akan membantu
terciptanya ion-ion negative yang terkandung di dalam partikel-partikel air
yang dapat menetralisir tubuh sehingga membuat system otot dan saraf menjadi
rileks. Dengan begitu, perasaan marah, gelisah, dan bimbang akan hilang dari
tubuh seseorang seperti halnya juga keadaan lelah dan stress.”
Penelitian lainnya membuktikan, mengalirnya air di
atas kepala dan wajah seseorang dapat menghilangkan rasa sakit kepala dan
kesal, karena itu, para dokter menganjurkan seseorang yang menderita insomnia
agar berendam sejenak di air yang sejuk. Bahkan, beberapa ilmuwan meyakini
bahwa air itu memiliki kekuatan magis karena dapat mempengaruhi system otot dan
saraf tubuh, serta kondisi psikologis seseorang. Beberapa orang juga sangat
senang mendengarkan music pada saat mereka sedang mandi, karena merasa sedang
dalam keadaan rileks dan bahagia. Ilmuwan lainnya juga ada yang ikut
berkomentar bahwa hanya dengan dialirinya air ke wajah dan bagian-bagian tubuh
lainnya sudah cukup untuk menyegarkan aliran darah dan memijat system otot
tanpa perlu seseorang menggunakan alat bantu lainnya lagi. Ia menambahkan,
pendapatnya ini dikuatkan dengan efek kesehatan yang sangat banyak yang di
hasilkan dari air tersebut. Dengan begitu, mandi dengan air bersih ataupun
berwudhu akan dapat menghilangkan perasaan marah, gelisah dan bimbang dari
seseorang. Semua penemuan ini baru ditemukan dalam beberapa tahun belakangan
saja.
Akan tetapi, semua hasil penemuan para ilmuwan
tersebut sudah lebih dulu ada dalam hadits-hadits Rasulullah saw, seperti
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Suatu ketika, ada seorang laki-laki
yang mendatangi Urwah bin Muhammad, lalu lelaki itu mamaki-maki Urwah sampai
Urwah ikut marah, tetapi ia segera berdiri dan pergi, lalu kembali lagi ke
tengah-tengah kita setelah berwudhu. Tatkala Urwah ditanya tentang apa yang
dilakukannya tadi, ia berkata, ‘Ayahku meriwayatkan sebuah hadits kepadaku, ia
mendapatkannya dari kakekku, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Jika di antara kalian ada yang marah maka berwudhulah!’ Dalam riwayat lain, ‘Jika di antara kalian ada yang marah maka mandilah!’
Dari hadits ini, kita dapat ambil kesimpulan bahwa
wudhu selain menjadi syarat utama untuk melakukan shalat, ia juga bisa menjadi obat
psikologis. Karena itu, kita tidak akan pernah mendapatkan seseorang yang telah
berwudhu dan akan mulai melakukan shalat tetapi di wajahnya masih ada
bekas-bekas rasa bimbang, gelisah, ataupun marah. Bahkan sebaliknya, seseorang
yang telah berwudhu akan terpancar dari wajahnya sebuah cahaya yang memantulkan
ketenangan jiwa.
Jadi, wudhu dapat menjadi obat psikologis bagi
manusia. Lebih khususnya pada saat mereka sedang mengalami kebimbangan dan
kegelisaha. Disamping itu juga, shalat tidak akan sah bila pelaksananya belum
berwudhu, firman Allah SWT, yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (al-Maa’idah:6)
Kemudian dengan dikerjakannya shalat lima kali dalam
sehari, lalu setiap orang diwajibkan untuk berwudhu (dalam keadaan suci) dengan
air bersih sebelum melakukan shalat. Baru setelah itu, ia dapat mulai melakukan
shalat. Karena itu, sudah tentu tidak akan ditemukan lagi bekas-bekas rasa
marah ataupun kebimangan pada wajah sorang pelaksana shalat. Kita juga dapat
melihat bahwa dalam wudhu dan shalat itu ada stau proses penyembuhan diri
dengan cara menenangkan otot dan jiwa sebanyak lima kali dalam sehari. Adapun menyiapkan
kondisi psikologis pada jiwa seseorang ketika shalat terdapat dalam aktivitas
niat, dimana niat sendiri merupakan salah satu kewajiban shalat dan shalat
tidak akan sah bila dilakukan tanpa niat, seperti firman Allah SWT, yang
artinya; “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan
) agama…” (al-Bayyinah; 5)
Dalam hadits Rasulullah saw, yang artinya; “Segala perbuatan itu tergantung (dilandasi) pada niatnya dan setiap
orang akan dihukumi tergantung dari apa yang diniatkannya. Siapa yang niat
hijarahnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya maka (pahala) hijarahnya diserahkan
hanya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Namun, siapa yang niat hijrahnya hanya
untuk mendapatkan harta dunia ataupun seorang wanita yang ingin dinikahinya
maka (pahala) hijrahnya diserahkan atas apa yang diniatkannya itu.”
Karena itu, aktivitas niat yang dilakukan sebelum
memulai shalat sama saja seperti seorang pelaksana shalat itu sedang
mempersiapkan kondisi psikologinya sendiri. Jadi, menyiapkan kondisi psikologis
itu menjadi salah satu unsur pemanasan atau mempersiapkan diri untuk melakukan
shalat. Sedangkan untuk menyiapkan
kondisi mental, lazimnya di kenal dengan melakukan gerakan-gerakan yang akan
dilakukan oleh seseorang pada momen olahraga yang akan dijalaninya. Adapun Rasulullah
saw telah menganjurkan umatnya untuk melakukan shalat sunnah empat rakaat
sebelum melakukan shalat fardhu yang sesungguhnya. Detail shalat sunnah yang
dianjurkan untuk dilakukan sebelum melakukan shalat fardhu adalah sebagai
berikut;
· Dua rakaat sebelum shalat Subuh (qabliyah), seperti
yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Nabi saw, pernah
bersabda, “Dua rakaat sebelum (melakukan) shalat
subuh lebih baik dibandingkan dunia dengan segala isinya.”
· Empat rakaat sebelum shalat zhuhur, disebutkan dalam
hadits Abdullah bin Syaqiiq, ia berkata, “Aku bertanya kepada Aisyay tentang
shalat Rasulullah saw, lalu ia berkata, “Rasulullah saw biasa mengerjakan
shalat sunnah empat rakaat sebelum
beliau melakukan shalat Zhuhur dan dua rakaat lagi setelah selesai.”
· Empat rakaat sebelum Ashar dan shalat sunnah ini tidak
terlalu kuat (ghairu muakkadah),
disebutkan dalam hadits Ibnu Umar, Rasulullah saw, bersabda, “Allah merahmati orang yang melakukan shalat empat rakaat sebelum
melakukan shalat ashar.”
· Dua rakaat sebelum Maghrib tetapi tidak kuat juga. Disebutkan
dalam hadits Abdullah bin Mughaffal, Nabi saw, bersabda “Shalatlah dulu sebelum
(melakukan) shalat Maghrib! Shalatlah dulu sebelum (melakukan) shalat Maghrib!
Baru pada kali ketiga beliau mengatakan, ‘Bagi siapa yang ingin melakukannya.”
Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa Nabi saw, melakukan shalat dua rakaat sunnah
sebelum melakukan shalat Maghrib.
· Dua rakaat sebelum Isya, tidak kuat juga, disebutkan
dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban, dari Ibnu Zubair, Nabi saw, pernah
bersabda, “Shalat fardhu itu selalu didahului dengan
shalat dua rakaat sunnah sebelumnya.” Adapun perawi hadits yang lain
meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mughaffal, Nabi saw, bersabda, “Diantara dua azan itu ada shalat (sunnahnya), di antara dua azan itu
ada shalat sunnah. Pada kali ketiga, beliau mengucapkan, ‘Bagi siapa yang mau’.
Dari keterangan di atas, macam-macam
shalat sunnah di atas, muncul sebuah pertanyaan, mengapa shalat sunnah sebelum
Subuh dan Zhuhur itu kuat (muakkadah)
sedangkan pada waktu Ashar, Maghrib, dan Isya tidak kuat (ghairu muakkadah)? Perbedaan itu kembali kepada kebu-tuhan tubuh
seseorang. Pada pagi hari, tubuh perlu pemanasan dan persiapan mental yang
lebih, sedangkan pada waktu sisanya, pertengahan dak akhir, kebutuhan akan
persiapan mental sudah jauh berkurang karena sudah banyak aktivitas hidup yang
telah dijalani oleh seseorang dan dapat dianggap sebagai salah satu jenis
gerakan pemanasan juga. Adapun dua jenis shalat di pagi hari, dapat dijadikan
sebagai persiapan mental untuk melakukan shalat lainnya pada hari tersebut.
2.
Latihan Rutin
Maksudnya, olahraga dilakukan secara rutin sepanjang
tahun sehingga dapat meningkatkan kemampuan tubuh seseorang secara teratur dan
membuat tubuhnya selalu fit dan segar. Bila seseorang memiliki tubuh yang
selalu fit dan segar maka ia dapat melakukan banyak hal, di antaranya;
· Meningkatnya kemampuan seseorang secara memadai
sehingga ia bisa mencapai target yang diinginkannya,
· Dapat melakukan proses adaptasi secara fisiologis,
· Dapat melakukan banyak aktivitas gerak dengan
semaksimal mungkin.
Menurut hasil penelitian Hetenger, setiap kali
olahraga itu dilakukan secara rutin dan berkesinam Bungan maka akan dapat
meningkatkan kemampuan seseorang lebih cepat dibandingkan latihan yang hanya dilakukan dalam jangka
waktu yang lama (tidak rutin).
Hal-hal yang
harus diperhatikan agar efek olahraga itu dapat terus dirasakan
· Hendaknya melakukan satu kegiatan latihan sebelum
hilang pengaruh latihan sebelumnya.
· Mengembangkan dan mengondisikan suasana latihan yang
sesuai dengan tujuan yang dicapai.
· Adanya masa istirahat dan menjaga agar tidak terjadi
waktu kosong di antara jadwal latihan.
Shalat dan
Olahraga Rutin
Firman Allah SWT, yang artinya;
“Peliharalah semua shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.” (al-Baqarah:
238)
Bukti atas kepedulian Allah dan Rasul-Nya atas
rutinitas shalat (selalu menjaga shalat) adalah Allah tetap memerintahkan
hamba-hamba-Nya untuk melakukan shalat meski pada waktu sulit sekalipun,
seperti ketika dalam perjalanan, peperangan, dan sakit. Allah juga tidak
memberikan izin sama sekali kepada seorang muslim untuk meninggalkan shalatnya
meski ia sedang berada dalam kondisi yang sangat sulit. Berikut ini adalah
firman Allah yang memerintahkan kaum muslim untuk tetap melakukan shalat meski
ia sedang dalam perjalanan ataupun peperangan,
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
meng-qashar shalat (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Dan apabila kamu berada
di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama
mereka, maka hendaklah segolongan dari
mereka berdiri (shalat) beserta kamu dan menyandang senjata, kemudian apabila
mereka (yang shalat beserta kamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka
hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah dating
golongan yang kedua yang belum bershalat, lalu bershalatlah mereka denganmu,
dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir
ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka
menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan
senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau
karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah
menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. Maka apabila kamu
telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu
duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (an-Nisaa’:
101-103)
Rasulullah saw juga selalu memerintahkan kaum muslim
untuk melakukan shalat meski mereka dalam keadaan sakit. Beliau tidak
memberikan kompensasi sama sekali (keringanan untuk tidak melakukan shalat)
kepada orang sakit. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari
Umran bin Hushain, ia berkata, “suatu ketika, aku menderita sakit wasir, lalu
aku bertanya kepada Rasulullah tentang melakukan shalat, lalu beliau bersabda, “Shalatlah
dengan cara berdiri. Bila tidak mampu maka dengan cara duduk, dan bila masih
tidak mampu juga maka lakukanlah dengan keadaan terlentang.”
Anjuran untuk tetap melakukan shalat dalam keadaan
berdiri juga pernah disinggung dalam salah satu hadits beliau, diriwayatkan
dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda, “Pahala seseorang yang melaksanakan shalat dalam keadaan duduk hanya
setengah saja (dari shalat yang dikerjakan dalam keadaan berdiri).”
Dari pemaparan ayat-ayat dan hadits di atas sangat
jelas sekali bahwa agama Islam memerintah-kan penganutnya untuk tetap menjaga
shalat meskipun mereka sedang berada dalam situasi yang sangat sulit sekalipun,
seperti dalam perjalanan, sakit, ataupun ditengah peperangan. Allah telah
menentukan pelaksanaan shalat itu sedimikian rupa sehingga shalat yang
dikerjakan secara rutin akan dapat menjaga kesehatan pelakunya sendiri. Artinya,
shalat telah dibagi-bagi waktu pelaksa-naannya dalam sehari semalam sehingga
efek kesehatan yang didapat dari setiap shalat akan terus bersambung. Inilah salah
satu hikmah mengapa shalat itu dibagi-bagi waktu pelaksanaannya dan tidak
dikumpulkan dalam satu waktu. Lagi pula, bila waktu pelaksanaan shalat itu
dikumpulkan menjadi satu maka efek shalat itu akan cepat hilang sebelum tiba
hari berikutnya. Dengan begitu, efek shalat itu tidak akan terus bersambung
satu sama lainnya. Karena itulah, disunnahkan untuk mengakhirkan pelaksanaan
shalat Isya untuk mengurangi kesenjangan waktu yang ada antara pelaksanaan
shalat Isya dan shalat Subuh. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah,
Rasulullah saw bersabda, “Seandainya saja tidak memberatkan umatku,
maka aku akan memerintahkan mereka untuk mengakhirkan (pelaksanaan) shalat Isya
sampai pada waktu sepertiga malam atau setengah malam.”
Lantas, mengapa mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya
itu disunnahkan sedang mengakhirkan pelaksanaan shalat Subuh tidak dibolehkan,
meskipun rentang waktu antara Subuh dan Zhuhur itu hampir sama dengan rentang
waktu antara Isya dan Subuh?
Jawabannya, karena rentang waktu antara Isya dan Subuh
itu adalah waktu untuk beristirahat, sedangkan rentang waktu antara Subuh dan
Zhuhur itu adalah waktu untuk bekerja. Adapun aktivitas bekerja itu lebih dapat
menjaga efek latihan dibandingkan dengan aktivitas tidur. Diantara bukti
kebijaksanaan Allah adalah adanya waktu senggang di antara pelaksanaan shalat
satu dengan lainnya. Artinya, Allah ataupu Rasulullah saw, tidak pernah
memerintahkan kita untuk terus melakukan shalat sepanjang waktu secara terus-menerus.
Juga, hikmah Allah dapat terlihat dari gerakan-gerakan shalat dan kerja keras
yang dilakukan oleh system otot pada waktu shalat dengan tetap menjaga tujuan
yang ingin dicapai, yaitu menciptakan kondisi tubuh yang bersih dari kelainan-kelainan
sehingga seorang Muslim mampu melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari
tanpa cepat mengenal rasa lelah ataupun stress. Di samping, memaksimalkan
kemampuan tubuh sehingga dapat melakukan aktivitas ibadah lainnya.
3.
Menambah Semangat
Semangat merupakan dasar-dasar terpenting dalam
berolahraga. Semangat menjadi salah satu fondasi yang berhubungan dengan
kecepatan reaksi dan kontinuitas reaksi tersebut. Para ahli psikologi pernah
menyinggung tentang kondisi semangat ini sebagai motor penggerak aktivitas. Karena,
kondisi semangat merupakan sebuah kekuatan penggerak yang dapat membawa
seseorang untuk lebih giat bekerja. Bisa jadi, kekuatan semangat ini muncul
karena adanya rasa takut terhadap sakit atau upaya mencapai target, keinginan,
atau cita-cita tertentu. Bahkan, sangat mungkin juga semua factor tersebut;
rasa takut, cita-cita, harapan, dan keinginan berkumpul menjadi satu
memunculkan kekuatan semangat. Sikap bereaksi terhadap sesuatu itu akan sesuai
dengan kekuatan semangat itu sendiri, maka kekuatan semangat akan bertambah
besar dengan bertambahnya factor pendorong dan sebaliknya, dapat berkurang
dengan berkurangnya factor pendorong tersebut. Adapun salah satu factor penting
dan sangat berpengaruh untuk menambah semangat itu adalah ketika seseorang
mengetahui tujuan yang ingin dicapainya.
Shalat dan
Pemupukan Semangat
Sebenarnya, pemupukan semangat itu bermuara pada
tarhiib (mengingatkan) dan targhiib (menganjurkan). Adapun targhiib
(menganjurkan) lebih kepada sesuatu yang disenangi, sedangkan tarhiib
(mengingatkan) lebih kepada sesuatu yang tidak disenangi baik oleh tubuh maupun
jiwa. Kedua hal tersebut lazim dikenal dengan prinsip pahala dan dosa. Allah telah
seringkali mengumpulkan antara unsur targhiib dan tarhiib dalam perintah shalat
dalam upaya memupuk semangat seorang muslim untuk melakukannya (shalat). Allah telah
berfirman dengan nada mengingatkan dan mengancam, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti
(yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka
mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59)
Dalam firman
lainnya, “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (al-Maa’un: 4-5)
Adapun hadits dari Rasulullah saw pernah bersabda, “(hal pembeda) antara seorang laki-laki dan kekufuran itu hanyalah
meninggalkan shalat.”
Ditambah lagi dengan hadits-hadits lainnya yang
memerintahkan untuk membunuh orang yang sengaja meninggalkan shalat. Semua jenis
ancaman dan peringatan di atas dapat menjadi factor semangat untuk rajin melakukan
shalat. Adapun unsur-unsur targhiib,
terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah saw,
bersabda, “Shalat seseorang yang dikerjakan secara
berjamaah memiliki keutamaan (pahala) berlipat ganda sebanyak dua puluh tujuh
kali lipat daripada shalat yang dikerjakan (sendirian/munfarid) di dalam
rumahnya atau ditempat kerjanya. Hal itu jika ia berwudhu dengan benar di
rumahnya lalu keluar menuju masjid (dengan niat) untuk melakukan shalat, setiap
langkah yang dilaluinya akan dicatat sebagai amal kebaikan untuk menambahkan
satu derajat untuknya di sisi Allah sekaligus dihapuskan satu dosa darinya. Kemudian,
jika ia sedang mengerjakan shalat maka malaikat akan mendoakan untuknya dan
selama ia masih tetap berada di tempat shalatnya, (malaikat akan mengucapkan
doa untuknya), ‘Ya Allah, berikanlah kesejahteraan untuknya!, ya Allah,
limpahkanlah rahmat untuknya!’ Dan malaikat terus mendoakan seperti itu (meski
ia tetap berada di dalam masjid) sampai tiba waktu shalat lainnya.”
Masih banyak lagi hadits lainnya yang menyebutkan
keutamaan shalat berjamaah dan keutamaan melakukannya di shaf pertama. Disebutkan
pula dalam surah al-Mu’minuun, firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan
zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang
yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulkannya) dan janjinya. Dan orang-orang
yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,
(yakni) yang akan mewarisi surge Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (al-Mu’minuun:
1-11)
Dari ayat diatas, Allah telah menegaskan bahwa surga
firdaus yang menjadi surga tertinggi akan menjadi warisan bagi kaum mukminin,
yaitu orang-orang yang selalu menjaga shalatnya. Dari semua pemaparan di atas,
sangat jelas bahwa ayat-ayat dan hadits-hadits telah mengumpulkan antara unsur
tarhiib dan targhiib ketika membicarakan suatu amal ibadah dalam upaya memupuk
semangat pihak yang dituju. Juga, menggabungkan pembicaraan pahala dan dosa
untuk semua kalangan dengan beragam reaksi dan konsekuensi untuk mereka. Lantas,
nanti di sana aka nada orang yang lebih bereaksi (semangat) karena unsur
tarhiib nya da nada pula yang bereaksi dengan unsur targhiib nya.
4.
Perbedaan Kemampuan Seseorang
Allah adalah Zat yang telah menciptakan manusia, keturunan Adam. Tetapi, Allah
menciptakan mereka dengan beragam sifat dan keistimewaan yang dimiliki
tergantung umur, kondisi kesehatan, bentuk tubuh, jenis kelamin, dan unsur
pembeda lainnya antar setiap manusia. Karena itu, perhatian terhadap
unsur-unsur pembeda menjadi salah satu dasar terpenting dalam berolahraga yang
tidak boleh dilalaikan oleh semua orang, yaitu dalam hal umur, jenis kelamin,
dan struktur tubuh. Perhatian tersebut juga menjadi dasar terpenting yang dapat
membantu secara maksimal dalam upaya menaikkan tingkat kemampuan dan bentuk
latihan itu sendiri sehingga jenis latihan yang diberikan kepada seseorang
tidak akan melebihi atau lebih besar dari kemampuannya, karena hanya akan berdampak
buruk atau kontra dengan kondisi tubuhnya. Ataupun, jenis latihan yang
diberikan tidak terlalu lemah atau sedikit sehingga hanya berdampak kecil saja
dan tidak mampu meningkatkan kemampuan seseorang. Karena itu, jenis latihan
olahraga harus diseimbangkan dengan kemampuan-kemampuan seseorang dari beberapa
aspek, di antaranya sebagai berikut,
a.
Tingkatan umur
b.
Masa pelatihan
c.
Kondisi
kesehatan
d.
Struktur tubuh
dan fisik
e.
Perbedaan jenis
kelamin
f.
Factor-faktor
di luar kondisi latihan
Shalat dan
Kepedulian terhadap Perbedaan Kemampuan Manusia
Tidak ada jenis latihan olahraga yang baik daripada
shalat dalam hal menjaga perbedaan kemampuan seseorang. Hal tersebut bisa
dibuktikan dalam berbagai aspeknya, yaitu sebagai berikut;
a.
Tingkatan Umur
Sabda Rasulullah saw, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk
melaksanakan shalat jika umur mereka telah mencapai tujuh tahun. Pukullah
mereka jika berani meninggalkan shalat bila telah mencapai umur sepuluh tahun!
Juga, pisahkanlah mereka ketika tidur (bila sudah mencapai umur sepuluh tahun).”
b.
Masa Pelatihan
Sabda Rasulullah saw, “(Ajaran) agama ini sangat kuat maka
berinteraksilah kepadanya dengan penuh kelembutan. Karena, seseorang yang
menunggangi kuda liar tidak akan bisa berjalan ataupun tetap selamat untuk
tetap berada di atas punggung kuda tersebut.”
c.
Kondisi
Kesehatan
Sabda Rasulullah saw, “Kerjakanlah shalat dalam keadaan berdiri. Bila
tidak mampu, kerjakan dalam keadaan duduk. Bila tidak mampu juga, maka
kerjakanlah dengan telentang!”
d.
Struktur Tubuh
dan Fisik
e.
Perbedaan
Jenis Kelamin
Gerakan-gerakan shalat sangat memperhatikan perbedaan
yang ada antara kaum laki-laki dan wanita. Dimana cara pelaksanaan shalat
antara laki-laki agak berbeda dengan kaum wanita. Pada posisi ruku seorang
laki-laki diperintahkan untuk merenggangkan kedua sikunya dari badan, sedangkan
seorang wanita tidak diperintahkan untuk merenggangkan tangannya. Gerakan ini
sesuai dengan postur tubuh yang dimiliki oleh seorang wanita, karena adanya dua
payudara di daerah dada. Begitu juga posisi sujud, seorang laki-laki diperintahkan
untuk melebarkan posisi tangannya sedangkan seorang wanita tidak diperintahkan.
Lalu, seorang laki-laki diperintahkan untuk merenggangkan posisi kedua pahanya
pada waktu sujud, sedang wanita tidak. Kaum
laki-laki tidak boleh menempelkan perutnya diatas paha sama sekali, sedangkan
wanita diperintahkan untuk menempelkan perutnya di atas paha.
f.
Factor-faktor
di Luar Kondisi Latihan
Maksudnya, bentuk pekerjaan luar dan kelainan-kelainan
yang terjadi akibat melakukan pekerjaan tersebut.
5.
Meningkatkan Jenis Latihan Secara Bertahap
Termasuk hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
latihan olahraga adalah tahapan berolahraga. Maksudnya, seseorang harus
meningkatkan latihannya secara bertahap menurut peningkatan kualitas
kemampuannya dalam periode tertentu. Dimana kualitas kemampuan latihannya itu
sangat menentukan apakah ia boloeh menambah jenis latihannya ataukah tidak. Adapun
tahapan latihannya dinaikkan secara bertahap. Akan menjadi lebih baik jika
dinaikkan setahap demi setahap yang dilakukan secara terus menerus.
Shalat dan
Tahapan Peningkatan Kualitas dalam Berolahraga
a.
Kumpulan Sistem
Otot Siku (Tangan)
Terjadi peningkatan secara bertahap pada system otot
siku ketika seseorang melakukan shalat. Tahapan ini mulai terjadi pada sat
memulai shalat, yaitu ketika seorang pelaksana shalat melakukan takbiratul
ihram dengan mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan dalam keadaan
rata, lalu diikuti dengan peletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas
dada pada saat membaca surah al-Fatihah,dst.
b.
Kumpulan
Sistem Otot Kaki
Bila kita memperhatikan gerakan shalat, terdapat
serangkaian posisi dalam shalat, dimulai dari posisi berdiri untuk membaca
surah al-Fatihah, dimana system otot kaki hanya bekerja sedikit saja pada saat
dilakukannya posisi berdiri tersebut, terlebih lagi karena persendian lutut
menjulur secara sempurna. Adapun posisi ruku, terjadi penarikan pada otot kaki
bagian depan, sedangkan otot kaki bagian belakang dijulurkan, dst.
c.
Kumpulan
Sistem Otot Punggung dan Sistem Otot Perut
Dua kumpulan system otot ini selalu sama-sama dalam
bekerja. Maksudnya, ketika salah satu dari kumpulan system otot tersebut
ditarik maka kumpulan system otot lainnya akan menjulur. Begitu seterusnya, dua
kumpulan system otot ini bekerja secara berpasangan. Bila ada gerakan yang
dapat menguatkan salah satu kumpulan system otot di atas, maka penguatan itu
akan berpengaruh juga terhadap kumpulan system otot yang lain. Adapun gerakan-gerakan yang secara bertahap dapat
meningkatkan kekuatan system otot punggung dan perut adalah gerakan shalat.
d.
Kumpulan
Sistem Otot Leher
Sistem otot leher berfungsi sebagai penggerak leher dan menjaganya agar
tetap berada pada posisi normal setelah melakukan gerakan. Adapun pada posisi
berdiri ketika melakukan shalat, kerja system otot leher hanya sedikit saja
karena ia hanya bertugas menjaga ketegakan kepala pada garis keseimbangan dua
bahu agar tidak condong pada salah satu arah.
e.
Kumpulan
Sistem Otot dan Ligamentum Telapak Kaki
Berat badan yang harus ditahan oleh system otot dan
ligamentum telapak kaki juga mengalaki tahapan pada saat melakukan gerakan
shalat. Seorang yang meneliti gerakan shalat akan mendapati bahwa posisi berdiri
ketika mamulai shalat hanya sedikit saja memberi beban terhadap system otot dan
ligamentum telapak kaki. Namun, beban akan semakin bertambah ketika sudah
dilakukan ruku, karena tekanan terhadap jemari kaki akan bertambah ketika kaki harus
menyeimbangkan kecondongan badan ke arah depan.